DENPASAR – Desa adat diharapkan bisa mendukung peraturan tentang pembatasan penggunaan plastik. Aturan adat atau awig-awig dinilai bisa lebih efektif.
Terkait Peraturan Gubernur (Pergub) Bali nomor 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jembrana I Ketut Kariadi Erawan, solusi mengatasi sampah plastik sebenarnya sudah lama didengungkan.
Aturan tentang larangan dan imbauan juga sudah ada. Artinya, mengatasi masalah sampah dari hulu hingga hilir sudah ada, tinggal pelaksanaan yang belum sepenuhnya dilaksanakan.
Sebelum Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 tahun 2018 tentang pembatasan timbulan sampah plastik, pemerintah kabupaten Jembrana sudah memiliki peraturan.
Yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 8 tahun 2013, tentang pengelolaan sampah. Dalam perda tersebut juga sudah diatur mengenai pembatasan penggunaan sampah plastik.
“Kita (kabupaten Jembrana) sudah ada perdanya,” jelasnya. Namun, sebagai tindaklanjut dari Pergub yang baru, ini perlu ada peraturan bupati (perbup)
yang secara spesifik mengatur tentang pembatasan timbulan sampah plastik, sebagai salah satu solusi mengatasi sampah plastik dari hulu.
“Perbup sebagai turunan dari Pergub sementara masih dalam proses,” ujarnya. Selain Perbup, pihaknya juga sudah ada surat edaran bupati nomor 660/999/DLH/2018.
Yakni tentang pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga di Jembrana.
Dengan perangkat aturan tersebut, sebagai salah satu bentuk perhatian Pemkab Jembrana mendukung Gubernur Bali untuk mengatasi masalah sampah plastik.
“Tujuan dari semua aturan itu untuk mengendalikan sampah plastik,” tegasnya. Pada pelaksanaannya, memang memerlukan waktu cukup lama karena harus membangun kesadaran masyarakat.
Karena itu, Dinas Lingkungan Hidup harus bekerja ekstra dengan sosialisasi dari desa ke desa, serta membuat TPS 3R (reduce, reuse dan recycle) di masing-masing desa.
Konsep TPS3 R ini, membuat pemilahan sampah plastik dan organik. “Pada tahun 2020, diharapkan semua desa menerapkan TPS 3R. Sehingga sampah yang dibuang ke TPA hanya residu,” jelasnya.
Dengan sejumlah aturan yang ada dan kendalanya melaksanakan, meski sudah dilakukan sosialisasi. Pendekatan adat, salah satu cara agar segera terwujud.
Desa adat diharapkan juga membuat aturan atau awig-awig mengenai penggunaan plastik ini, karena adat dinilai masih efektif dan ditaati warga.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Jembrana Dewa Gede Ary Candra Wisnawa menambahkan, melaksanakan aturan tentang sampah, termasuk aturan baru tentang sampah plastik ini.
Selain itu mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan berbahan plastik. Misalnya, jika selama ini terbiasa menggunakan kantong sampah plastik untuk berbelanja.
Menurut Candra, pada saat menimba ilmu ke Jepang, pengalaman Jepang mengubah kebiasaan masyarakat dan membudayakan hidup bersih selama 30 tahun lebih.
“Bahkan untuk pelaksanaannya, semua stakeholder turun. Juga sampai militer dan kerajaan turun untuk mewujudkan Jepang bersih seperti sekarang ini,“ ungkapnya.
Karena itu, diharapkan dengan adanya perangkat aturan yang ada, pihaknya akan semakin gencar melakukan sosialisasi hingga ke desa-desa mengenai
penggunaan plastik ini, sehingga ke depan sampah plastik yang jadi masalah paling pelik bisa diatasi.