DENPASAR – Gelaran IMF-World Bank Annual Meeting yang berlangsung di Nusa Dua, Bali mendapat sorotan dari sejumlah kalangan.
Tak terkecuali dari kalangan musisi, seperti JRX, drummer grup band punk asal Bali, Superman Is Dead (SID). JRX SID mengatakan, ada dua dampak negatif langsung dari agenda international di Bali ini.
Pertama, pertemuan ini dipakai alasan utk menghimpit kebebasan berekspresi menyuarakan pendapat, dilihat dari maraknya tindakan represif berupa penghancuran baliho-baliho dengan salah satu bukti nyata penghancuran baliho tolak reklamasi Teluk Benoa & Batalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 dan baliho lainnya.
Kedua, pertemuan internasional yang dilaksanakan di Bali semacam WB-IMF sering dijadikan kedok untuk percepatan proyek-proyek skala besar.
Proyek yang dipercepat tersebut umumnya proyek yang sebelumnya terindikasi melanggar aturan, misal perluasan bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi, salah satu impact negatif dari reklamasi tersebut adalah potensi terjadinya abrasi di pantai Kuta dan sekitarnya.
Promosi buat Bali?
“Momentum pertemuan ini justru dipake kedok utk mempercepat proyek-proyek infrastruktur di Bali sehingga menambah beban lingkungan hidup bagi pulau Bali, khususnya Bali selatan.
Selain itu, lanjut JRX, gagasan beberapa kawan-kawan adalah menuntut akuntabilitas Lembaga Keuangan Internasional khususnya Bank Dunia dan IMF.
“Kedua lembaga tersebut memiliki sejarah panjang dalam proses pembangunan di Indonesia.
Hutang yang diberikan oleh Bank Dunia termasuk juga kebijakan-kebijakan yang dipengaruhinya, seringkali berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup, namun tidak ada penyelesaian yang bermakna untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup,” sebutnya.
Lalu mengapa cukup banyak yang menerima IMF – WB ini?
“Karena narasi-narasi yang disajikan ke masyarakat hanya yang baik-baik saja, dan itupun cenderung di soal peningkatan pendapatan ekonomi saja, padahal banyak sektor yang dipengaruhinya dan itu gak selalu baik.
Kehidupan kan gak hanya soal ekonomi saja, lagi pula peningkatan ekonomi itu sebenarnya buat siapa ya?
Siapa yg sebenarnya ada di puncak rantai makanan ini?,” jawabnya.
Untuk itu, JRX mengajak untuk terus belajar bersama agar bisa memahami apa yg sebenarnya terjadi, dan terus berbagi informasi alternatif sebagai pembanding.
“Jangan mau dijadikan korban, karena baru begini saja kita sudah dihadapkan dengan represifnya aparat terhadap baliho BTR.Belum lagi percepatan proyek-proyek infrastruktur yang menambah beban pulau Bali,” ujarnya.
Baginya juga, pertemuan ini ada manfaatnya bagi Bali jika ia bersifat fair dan imbang, misalnya membahas wacana pembatalan proyek-proyek destruktif seperti reklamasi, termasuk reklamasi Teluk Benoa.
“Kalau ditanya apa manfaatnya bagi Indonesia sebagai tuan rumah, pertemuan itu akan bermanfaat jika WB – IMF berani bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup akibat proyek yang mereka danai lewat hutang.
Selain itu Indonesia harusnya memanfaatkan pertemuan IMF-WB untuk mendorong isu-isu besar yang tidak mampu diselesaikan oleh Indonesia sendiri,” ujarnya.