SEMARAPURA – Sepeninggal para pengungsi Gunung Agung yang kembali ke kampung halaman setelah status Gunung Agung diturunkan dari awas menjadi siaga,
ada 20 ton beras, 602 dus air mineral, 1.724 dus mie instan, dan 4.150 liter minyak goreng, termasuk uang kas di bank sekitar Rp 300 juta yang tersisa.
Sayangnya selama menunggu kepastian regulasi pemanfaatan logistik ini setelah status Gunung Agung menjadi siaga, ada beberapa beras yang rusak.
Begitupun dengan mie instan yang kedaluwarsa karena terlambat di konsumsi. Kepala BPBD Klungkung I Putu Widiada mengungkapkan,
masalah logistik pengungsi dan uang sumbangan yang tersisa, sudah dirapatkan dengan Tim Penanganan Pengungsi Pemkab Klungkung.
“Memang ada beberapa beras rusak terutama di bagian bawahnya, namun tidak banyak,” ujar Putu Widiada.
Untuk mencegah semakin banyak beras yang rusak, diungkapkannya jika lokasi penyimpanan yang awalnya di areal Lapangan Tenis, GOR Swecapura, untuk sementara waktu penyimpanan beras itu dititip di Lapangan Tembak, Desa Paksebali.
Kadis Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Klungkung IB Anom Adnyana menambahkan, rapat lanjutan untuk masalah logistik ini akan dibahas lebih lanjut.
Namun tetap mengacu kepada peraturan yang berlaku jangan sampai menimbulkan masalah di kemudian hari.
Hal senada juga diungkapkan Sekda Klungkung, I Gede Putu Winastra. Menurutnya hingga saat ini mengenai logistik pengungsi dan sumbangan uang tunai yang mencapai Rp 300 juta itu belum diputuskan seperti apa peruntukannya.
Namun, menurutnya ada berbagai alternatif berkaitan dengan pemanfaatan logistik dan uang sumbangan untuk pengungsi tersebut.
Salah satunya untuk membayar biaya perawatan kesehatan pengungsi Gunung Agung di RSUD Klungkung yang nilainya mencapai Rp 1,6 miliar lebih.
Pasalnya hingga saat ini belum ada kejelasan berkaitan dengan pelunasan biaya perawatan para pengungsi ini di RSUD Klungkung. “Atau bisa juga disumbangkan kepada yang membutuhkan,” tandasnya.