SINGARAJA – Sidang gugatan perdata dalam sengketa lahan adat di Desa Adat Dharmajati, Desa Tukadmungga, berlanjut.
Majelis hakim menyatakan tetap meneruskan sidang perkara tersebut. Kepastian itu disampaikan hakim, saat membacakan putusan sela dalam sidang yang dilangsungkan di Ruang Sidang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, kemarin (9/7).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Anak Agung Sagung Yuni Wulantrisna, didampingi Hakim Anggota I Gede Karang Anggayasa dan Anak Agung Ayu Merta Dewi.
Sementara pihak penggugat dihadiri Kelian Desa Adat Dharmajati Ketut Wicana didampingi kuasa hukumnya Ketut Suartana dan I Made Mulyadi.
Sedangkan pihak tergugat Wayan Angker diwakili kuasa hukumnya Ketut Ngurah Sentanu.
Dalam putusan sela tersebut, majelis hakim menyatakan menolak eksepsi tergugat yang menyebut PN Singaraja tak berhak menyidangkan perkara tersebut.
Menurut tergugat sidang mestinya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu majelis hakim juga menyatakan berhak mengadili gugatan dengan nomor perkara 187/Pdt.G/2019/PN Sgr.
Selain itu majelis hakim juga akan melanjutkan pemeriksaan pokok perkara dan menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.
Majelis hakim memutuskan sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian dari penggugat.
Usai sidang, kuasa hukum tergugat Ketut Ngurah Sentanu mengatakan, salah satu poin gugatan yang disampaikan penggugat adalah pembatalan sertifikat.
Menurutnya pembatalan sertifikat bukan kompetensi dan kewenangan dari Pengadilan Negeri. Melainkan Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Tapi karena keputusan Majelis tadi menolak, ya kami akan ikuti sidang. Masalah langkah hukum selanjutnya, kita lihat setelah ada putusan dari majelis hakim,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat Ketut Suartana optimistis dapat memenangkan perkara tersebut. Ia mengaku sudah memiliki sejumlah bukti dokumen yang akan diajukan dalam persidangan.
Selain itu pihaknya juga akan menghadirkan sejumlah saksi yang selama ini tinggal di atas lahan tersebut.
“Kalau bukti fisik berupa sertifikat kami tidak punya. Tapi kami akan ajukan enam orang saksi hidup yang pernah tinggal di tanah itu,
yang merabas tanah itu yang menunjukkan bahwa tanah itu memang milik Desa adat. Jadi lengkap bukti kita,” kata Suartana.
Asal tahu saja, sengketa lahan adat itu telah berlangsung bergulir sejak 2017 lalu. Lahan dengan status pelaba pura desa seluas 13 are,
ternyata disertifikatkan oleh Wayan Angker. Krama pun meradang dan meminta agar lahan itu dikembalikan pada adat sesuai dengan peruntukannya.
Proses mediasi sudah beberapa kali dilakukan, namun mentok. Wayan Angker tetap menyatakan lahan tersebut sebagai miliknya.
Angker justru menawarkan tukar guling dengan lahan miliknya yang ada di Desa Tegallinggah. Krama menolak mengingat lahan yang kini menjadi objek sengketa, digunakan untuk kegiatan melasti.
Desa adat melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Singaraja.