RadarBali.com – Suasana duka terlihat jelas di rumah almarhum maestro seni lukis kontemporer Bali Nyoman Gunarsa.
Tidak hanya dari karangan buka, tapi juga lalu lalang pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum.
Saat ditemui di tengah-tengah kesibukannya mempersiapkan upacara pengabenan Gunarsa, putra laki-laki satu-satunya Gunarsa, Gde Artison Andarawata alias Sony mengungkapkan, sebelum meninggal, ayahnya lebih banyak bicara proyek idealisme.
Salah satunya adalah lewat buku.
“Jadi bapak itu masih ada buku satu yang belum kami cetak, yaitu buku Seni Lukis Klasik Bali. Dan selama itu, seluruh waktu dan energi bapak habis untuk menghimpun itu semua,” katanya.
Karena itu, untuk menjalankan amanat almarhum, dirinya akan segera menuntaskan proyek idealisme itu. Lantas, kapan dicetak?
Menurut Sony, buku tersebut akan segera dicetak setelah sambutan dari Sekretaris Kabinet Indonesia, Pramono Anung Wibowo terkumpul.
“Rencananya kami cetak sederhana untuk ukuran kantong mahasiswa agar semua orang bisa membelinya,” beber anggota DPRD Klungkung dari Fraksi Demokrat ini.
Hingga saat ini, dia merasa cukup berat jika harus mengurus museum kontemporer di tengah kesibukan dirinya sebagai politisi.
Meski demikian, dia akan memperjuangkannya demi sang ayah dan pelestarian budaya. “Museum ini tidak boleh sekadar diam, ada dan terawat. Tapi, juga memang benar-benar ada kegiatan. Itu yang bapak mau. Bapak saya mengatakan, bapak saya membangun museum di Klungkung, bukan di Ubud dan di Kuta meski mampu. Kenapa? Karena bapak ingin membangun seni rupa dari kampung. Sekarang tugas saya membangun seni budaya dari kampung. Mohon doa restunya,” tandasnya.