32.2 C
Jakarta
25 April 2024, 16:39 PM WIB

Duh, Drone Ketiga Gagal Terbang, Ini Penyebabnya…

RadarBali.com – Pemanfaatan drone untuk mendapat citraan Gunung Agung lebih dekat dan akurat masih belum membuahkan hasil.

Upaya ketiga di kawasan Galian C, Tulamben, Jumat (13/10) siang sekitar pukul 13.00 kemarin pesawat Koax 3.0 crash gagal terbang.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia mengungkap pemicu drone gagal diterbangkan.

“Pesawat Koax 3.0 crash gagal terbang karena pada saat take off propeler kena batu kerikil dan tidak mendapat air speed yang sempurna,” jelasnya.

Imbuh Sutopo, landasan yang berbatu kurang ideal untuk take off. “Banyak batu. Jadi kurang ideal untuk take off. Kecepatan pada saat take off di bawah 60 kpj. Angin kencang juga menyebabkan drone tidak dapat terbang,” bebernya.

Pada misi selanjutnya, lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada pada (1993) dan merampungkan pendidikan MSc dan PhD di Institut Pertanian Bogor di bidang hidrologi menyebut drone yang dipakai adalah Tawon V Tail 1.8.

“Angin di landasan besar. Rata-rata 21 kpj. Kita bisa take off kalau angin di landasan 10 kpj. Saat ini kita masih setting sambil menunggu angin reda,” jelasnya siang kemarin.

Seperti diberitakan sebelumnya, drone yang diterbangkan Tim Koax Flyer bisa terbang sampai ketinggian 1.400 meter mengalami masalah pada kamera.

Percobaan kedua berakhir lebih buruk karena lantaran terjadi masalah teknis pada drone Koax 3.0 yang membuat drone tidak bisa terbang. 

RadarBali.com – Pemanfaatan drone untuk mendapat citraan Gunung Agung lebih dekat dan akurat masih belum membuahkan hasil.

Upaya ketiga di kawasan Galian C, Tulamben, Jumat (13/10) siang sekitar pukul 13.00 kemarin pesawat Koax 3.0 crash gagal terbang.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia mengungkap pemicu drone gagal diterbangkan.

“Pesawat Koax 3.0 crash gagal terbang karena pada saat take off propeler kena batu kerikil dan tidak mendapat air speed yang sempurna,” jelasnya.

Imbuh Sutopo, landasan yang berbatu kurang ideal untuk take off. “Banyak batu. Jadi kurang ideal untuk take off. Kecepatan pada saat take off di bawah 60 kpj. Angin kencang juga menyebabkan drone tidak dapat terbang,” bebernya.

Pada misi selanjutnya, lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada pada (1993) dan merampungkan pendidikan MSc dan PhD di Institut Pertanian Bogor di bidang hidrologi menyebut drone yang dipakai adalah Tawon V Tail 1.8.

“Angin di landasan besar. Rata-rata 21 kpj. Kita bisa take off kalau angin di landasan 10 kpj. Saat ini kita masih setting sambil menunggu angin reda,” jelasnya siang kemarin.

Seperti diberitakan sebelumnya, drone yang diterbangkan Tim Koax Flyer bisa terbang sampai ketinggian 1.400 meter mengalami masalah pada kamera.

Percobaan kedua berakhir lebih buruk karena lantaran terjadi masalah teknis pada drone Koax 3.0 yang membuat drone tidak bisa terbang. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/