29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:24 AM WIB

Buleleng Rancang Perarem Lindungi Jalak Bali

RadarBali.com – Pihak Balai Konservasi Taman Nasional Bali Barat (TNBB) kembali melepas liarkan sebanyak 28 ekor burung jalak Bali atau yang juga dikenal dengan sebutan curik Bali ini pada Rabu siang kemarin (15/11).

Hal ini dilakukan mengingat jalak bali diambang kelangkaan karena kerusakan ekosistem yang terjadi dan juga tingkat pemburuan yang tinggi.

Berdasar pengamatan Jawa Pos Radar Bali di lokasi pelepasan kemarin, pelepasan puluhan  burung berbulu putih itu merupakan

hasil penangkaran Balai Taman Nasional Bali Barat setelah enam bulan dalam penangkaran dan dinyatakan mampu untuk mencari makanan sendiri.

“Program ini sudah kami lakukan sejak 2008. Nah, untuk saat ini jumlah jalak bali di alam hanya sekitar 109 ekor,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Bali Barat, Agus Ngurah Krisna kemarin di Labuan Lalang.

Sekadar diketahui, kemarin juga pelepasan sejatinya dilakukan di tiga lokasi yang berbeda, yakni di Labuhan Lalang, Desa Sumber Kelampok,

Kecamatan Gerokgak, Buleleng, di Teluk Brumbun, Buleleng, serta di Desa Cekik, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

Disinggung mengenai penyebab langkanya burung jalak Bali ini, Agus mengakui bahwa burung yang memiliki tampang cantik ini memang menjadi buruan para kolektor pemelihara burung.

Selain itu imbuhnya,  juga karena kualitas habitatnya yang mulai menurun. “Kalau secara kasat mata, dapat kita lihat dengan perkembangan jumlah pertumbuhan penduduk

yang semakin banyak ini membuat hutan berubah menjadi lahan pertanian. Sehingga habitatnnya hanya berada dikawasan taman nasional,” terangnya.

Begitu juga dengan para pemburu burung ini. Padahal pihaknya sudah memberikan sanksi bila terbukti melakukan pemburuan dikawasan taman nasional,

sesuai dengan peraturan akan dikenakan hukuman kurungan penjara selama empat sampai dengan lima tahun, atau denda sebesar Rp 100 juta.

Hal menarik lainnya justru juga keluar dari Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Swatantra.

Secara konkret, untuk melestarikan jalak Bali ini, pihaknya sedang berusaha mendekati para bendesa agar dapat membentuk perarem atau awig-awig.

“Dengan begitu, masyarakat tentu akan lebih tunduk dan ikut membantu pelestarian jalak Bali ini,” harapnya. 

RadarBali.com – Pihak Balai Konservasi Taman Nasional Bali Barat (TNBB) kembali melepas liarkan sebanyak 28 ekor burung jalak Bali atau yang juga dikenal dengan sebutan curik Bali ini pada Rabu siang kemarin (15/11).

Hal ini dilakukan mengingat jalak bali diambang kelangkaan karena kerusakan ekosistem yang terjadi dan juga tingkat pemburuan yang tinggi.

Berdasar pengamatan Jawa Pos Radar Bali di lokasi pelepasan kemarin, pelepasan puluhan  burung berbulu putih itu merupakan

hasil penangkaran Balai Taman Nasional Bali Barat setelah enam bulan dalam penangkaran dan dinyatakan mampu untuk mencari makanan sendiri.

“Program ini sudah kami lakukan sejak 2008. Nah, untuk saat ini jumlah jalak bali di alam hanya sekitar 109 ekor,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Bali Barat, Agus Ngurah Krisna kemarin di Labuan Lalang.

Sekadar diketahui, kemarin juga pelepasan sejatinya dilakukan di tiga lokasi yang berbeda, yakni di Labuhan Lalang, Desa Sumber Kelampok,

Kecamatan Gerokgak, Buleleng, di Teluk Brumbun, Buleleng, serta di Desa Cekik, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

Disinggung mengenai penyebab langkanya burung jalak Bali ini, Agus mengakui bahwa burung yang memiliki tampang cantik ini memang menjadi buruan para kolektor pemelihara burung.

Selain itu imbuhnya,  juga karena kualitas habitatnya yang mulai menurun. “Kalau secara kasat mata, dapat kita lihat dengan perkembangan jumlah pertumbuhan penduduk

yang semakin banyak ini membuat hutan berubah menjadi lahan pertanian. Sehingga habitatnnya hanya berada dikawasan taman nasional,” terangnya.

Begitu juga dengan para pemburu burung ini. Padahal pihaknya sudah memberikan sanksi bila terbukti melakukan pemburuan dikawasan taman nasional,

sesuai dengan peraturan akan dikenakan hukuman kurungan penjara selama empat sampai dengan lima tahun, atau denda sebesar Rp 100 juta.

Hal menarik lainnya justru juga keluar dari Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Swatantra.

Secara konkret, untuk melestarikan jalak Bali ini, pihaknya sedang berusaha mendekati para bendesa agar dapat membentuk perarem atau awig-awig.

“Dengan begitu, masyarakat tentu akan lebih tunduk dan ikut membantu pelestarian jalak Bali ini,” harapnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/