NEGARA – Ditengah gemerlap industry pariwisata Bali menyimpan sejumlah ironi. Masih ada warga miskin di pulau seribu pura yang hidupnya membutuhkan bantuan.
Satu di antaranya adalah keluarga I Wayan Wintra, 59. Betapa tidak, hampir seluruh anggota keluarga yang tinggal di Lingkungan Baler Bale Agung, Tegalcangkring, Mendoyo, ini menderita sakit.
Akibatnya, mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Kondisi keluarga Wintra memang sangat memperihatinkan.
Wintra yang menjadi tulang punggung keluarga saat ini hanya tergolek di tempat tidurnya karena terserang stroke sejak satahun lalu.
Akibat stroke, kedua kaki dan tangan Wintra tertekuk dan tidak bisa digerakan. Dia juga tidak bisa bicara layaknya orang normal.
Untuk makan harus disuapi begitupula untuk buang air terpaksa dilakukan di tempat tidurnya. Istri Wintra, Ni Made Sri,55, juga tidak bisa beraktivitas banyak lantaran terserang stroke sejak tiga tahun lalu.
Meski masih bisa berjalan, namun harus tertatih-tatih dan bicara juga tidak jelas sehinga tidak bisa bekerja untuk mencari nafkah.
Ketut Daput, 80, ibu kandung Wayan Wintra juga sakit-sakitan. Daput sering sesak nafas dan matanya rabun sehingga untuk berjalan harus pelan-pelan dibantu tongkat.
“Saya sudah lama stroke tapi masih bisa jalan pelan-pelan. Suami dan mertua saya juga sakit. Kami tidak bisa bekerja dan ekonomi keluarga jadi lumpuh, kami bingung sekarang harus bagaimana,” ujar Made Sri.
Menurut penutruran Sri, saat masih sehat suaminya bekerja dan membuka bengkel mobil di rumahnya. Penghasilanya dari usaha bengkel itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Dari perkawainanya itu mereka memiliki satu anak perempuan dan sudah menikah ke Singaraja. Mereka juga mengangkat dua keponakan sebagai anak.
Anak angkat mereka yang laki-laki sudah berekerja di Denpasar dan sudah menikah dan memiliki anak.
“Anak perempuan kami memang sesekali pulang. Begitupula dengan anak angkat kami yang laki-laki setiap seminggu sekali pulang.
Mereka memang membantu tetapi hanya bisa sekedarnya karena mereka juga menanggung keluarganya,” ungkap Sri.
Sedangkan akan angkat yang perempuan saat ini masih duduk di kelas 3 SMP dan sebentar lagi akan lulus dan ingin melanjutkan ke SMA.
“Anak saya itu ingin melanjutkan sekolah. Namun dengan kondisi sepertinya ini apakah bisa melanjutkan sekolah atau tidak kami belum tahu,” ungkapnya.
Dengan kondisi yang sekarang, untuk merawat suaminya untuk membersihkan kotoran dan membersihkan tubuhnya, Sri hanya bisa semampunya.
Sehingga kondisi Wayan Wintra kurang terawat. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari mereka lebih mengandalkan belas kasihan tetangga dan kerabat.
Kadang Sri dan mertuanya bersusah payah mengumpulkan kayu bakar dari kebun warga untuk dijual agar bisa makan.
Daput dengan terbata-bata menambahkan dirinya memiliki tujuh anak buah perkawinannya dengan suaminya yang sudah meninggal.
Dari tujuh anak yang dimiliki hanya Wintra satu-satunya laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarga. Sedangan enam anak perempuanya semua sudah meninggal.
“Tinggal Wayan Wintra satu-satunya anak lelaki harapan kami. Namun kini dia sakit, menantu juga sakit dan saya sudah renta dan sakit-sakitan. Kami tidak punya apa-apa dan sangat mengharapkan belas kasihan dan bantuan,” ungkapnya.
Lurah Tegalcangkring Gusti Ngurah Eka Armadi mengatakan, keluarga Wayan Wintra sudah diusulkan untuk masuk dalam KK miskin buku merah dan penyandang disabilitas.
“Mudah mudahan bisa masuk data pusat untuk KK Miskin sehingga bisa mendapat bantuan,” ujarnya saat mendampingi relawan yang memberikan bantuan sembako, uang dan obat-obatan kepada keluarga Wintra.
Kadis Kesehatan Pemkab Jembrana Putu Suasta juga mengaku sudah meminta tim medis Puskesmas Mendoyo untuk melakukan home visit guna memantau kondisi kesehatan keluarga Wayan Wintra.
“Nanti petugas Puskesmas akan mengecek kondisi mereka secara rutin termasuk memberikan pengobatan,”ujarnya.