SINGARAJA – Penyidik Kejari Buleleng mengebut proses pemeriksaan terhadap para tersangka perkara dugaan korupsi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Dinas Pariwisata Buleleng.
Kemarin (16/2) jaksa penyidik memanggil para tersangka yang terlibat dalam perkara tersebut. Dari delapan tersangka, hanya tujuh orang saja yang hadir. Sementara seorang lainnya tidak hadir.
Tersangka yang hadir yakni Made SN, Ni Nyoman AW, Putu S, Nyoman S, IGA MA, Kadek W, dan Putu B. Sementara tersangka yang tak hadir hanya I Nyoman GG. Ia tak hadir karena penyakit diabetesnya disebut kambuh.
Salah satu penasihat hukum tersangka, Nur Abidin mengungkapkan pemeriksaan berjalan dengan baik dan humanis.
Nur Abidin menyebut kliennya, Made SD, menjawab 27 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Pertanyaan itu tak jauh berbeda dengan keterangan yang diberikan pada Kamis (11/2) pekan lalu.
Jaksa juga sempat menanyakan saksi meringankan yang diajukan oleh tersangka. Nur Abidin mengaku masih mempertimbangkan masalah tersebut.
“Keyakinan hukum kami, berdasar keterangan dari klien maupun pengakuan klien, kami harus yakin bisa membuktikan dan meyakinkan peradilan
bahwa klien kami tidak melakukan perbuatan yang disangkakan. Karena sudah bekerja sesuai tugas, kewenangan, dan regulasi yang di emban,” tukas Nur Abidin.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Buleleng menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana PEN Pariwisata di Kabupaten Buleleng.
Mereka adalah Made SN, Ni Nyoman AW, Putu S, Nyoman S, IGA MA, Kadek W, I Nyoman GG, dan Putu B. Seluruhnya adalah pejabat pada Dispar Buleleng.
Dari hasil penelusuran jaksa, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 656 juta. Kerugian itu berasal dari program Buleleng Explore dan program bimbingan teknis penerapan protokol kesehatan.
Dari kerugian negara senilai Rp 656 juta itu, sebanyak Rp 377 juta telah dikembalikan pada Kamis (11/2) siang. Sementara Rp 279 juta sisanya masih di tangan penyedia jasa.
Uang itu masih dipegang oleh pihak hotel senilai Rp 32 juta, penyedia layanan internet senilai Rp 7 juta, penyedia makanan senilai Rp 24 juta, dan sisanya masih berada di tangan penyedia transportasi dan percetakan.