NEGARA –Diduga cacat hukum, pelaksanaan pemilihan perbekel (pilkel) atau kepala desa serentak yang akan digelar di 35 desa di Jembrana terancam ditunda.
Seperti terungkap saat rapat kerja antara DPRD Jembrana dengan panitia Pilkel, i ruang rapat lantai dua DPRD Jembrana, Senin (17/6).
Pada raker yang dihadiri langsung pimpinan DPRD Jembrana I Ketut Sugiasa, para ketua komisi, asisten pemerintahan sekretaris daerah (Sekda) Jembrana yang juga ketua Pilkel I Nengah Ledang, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jembrana Gede Sujana, pihak dewan mengusulkan agar Pilkel ditunda.
Munculnya usulan dan rekomendasi agar Pilkel ditunda bahkan sudah mulai muncul saat awal raker digelar.
Di awal raker, para anggota dewan langsung mengutarakan pendapat dan kritiknya pada ketua panitia Pilkel mengenai tahapan pelaksanaan Pilkel yang sudah berjalan.
Intinya, anggota dewan berpendapat bahwa Pilkel yang akan diselenggarakan 23 September mendatang cacat hukum, termasuk proses yang sudah berjalan.
Salah satunya seperi disampaikan salah satu anggota DPRD Jembrana, Putu Dwita. Pada kesempatan itu, Putu Dwita menyatakan jika pelaksanaan Pilkel Jembrana cacat hukum karena tidak ada dasar hukum.
Disebutkan, sejumlah dasar hukum itu diantaranya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait beberapa pasal mengenai Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Selain keputusan MK, ada keputusan menteri dalam negeri mengeluarkan peraturan yang merubah Permendagri 112 tahun 2014 tentang pemilihan kepala desa menjadi Permendagri 65 tahun 2017 tentang pemilihan kepala desa. “Dalam ketentuan peraturan tersebut, diatur dengan perda,” ungkapnya.
Karena ada perubahan Permendagri, semestinya ada perubahan ketentuan juga pada peraturan daerah (Perda) Jembrana Nomor 2 tahun 2015 tentang Pilkel yang menjadi dasar pelaksanaan Pilkel serentak 2019.
“Makanya revisi dulu perdanya, baru melaksanakan tahapan Pilkel. Kalau belum revisi dan sudah berjalan Pilkelnya cacat hukum,” terang wakil ketua Komisi A DPRD Jembrana ini.
Senada disampaikan I Komang Dekritasa, anggota Komisi A DPRD Jembrana juga menyampaikan bahwa Perda No. 2 tahun 2015, menggunakan dasar Permendagri 112 tahun 2014 tentang pemilihan kepala desa, sehingga harus merevisi Perda yang berdasar pada Permendagri 65 tahun 2017.
“Sehingga tahapan Pilkel yang sudah berjalan juga cacat hukum, karena perdanya tidak direvisi,” ungkapnya.
Selain mengenai pelaksanaan Pilkel yang cacat hukum, dalam Permendagri No. 65 tahun 2017 tentang pemilihan kepala desa anggaran Pilkel dibebankan pada pemerintah daerah melalui APBD. Namun, kenyataannya dengan alasan kekurangan anggaran dibebankan juga pada desa, sehingga potensi berkonsekuensi hukum.
“Tidak boleh desa menganggarkan juga, karena kan terjadi anggaran ganda. Karena semua pembiayaan berdasarkan aturan dibebankan pada APBD,” tegas Dwita.
Karena itu, DPRD Jembrana merekomendasikan pelaksanaan Pilkel 2019 ditunda. Bahkan Ketua DPRD Jembrana I Ketut Sugiasa diakhir rapat kerja memutuskan untuk konsultasi ke Mendagri mengenai Pilkel ini.
“Rekomendasi dewan menunda tahapan Pilkel dan konsultasi ke mendagri mengenai Pilkel ini,” ujarnya, diakhir rapat.