GIANYAR – Di usianya yang baru menginjak 4 tahun, Putu Agus Karang Juliantara, asal Banjar Mawang Kaja, Desa Lodtunduh, Kecamatan Ubud, harus berjuang melawan penyakit hydrocephalus yang diderita sejak lahir.
Menurut Wayan Subagia, ayah Agus, ketika dalam kandungan, putranya itu tidak menunjukkan tanda-tanda kepala membesar.
“Waktu usia kandungan 5 bulan ibunya sempat jatuh. Lalu usia 7 bulan pendarahan. Tapi pas di USG, tidak apa-apa,” ujar Subagia bersama istrinya, Ni Nyoman Sumi.
Bahkan, saat persalinan berjalan cesar, kondisi Agus sehat dan normal. Barulah pada usia 1 bulan 7 hari, Agus mulai menunjukkan tanda-tanda berbeda.
“Ibunya melihat kepalanya membesar. Dari sana mulai dicek ke dokter. Awalnya bawa ke RS Ganesha, di sana dianjurkan ke (RS, red) Sanglah,” jelasnya.
Agus hampir setiap minggu ke RS terbesar di Bali itu. Pada usia lima bulan, peralatan untuk mengobati Agus cukup banyak. Sampai dilakukan pemasangan selang ke bagian badannya.
“Sudah dicek, dipasangi selang. Di terapi setiap minggu,” ujarnya. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda Agus bisa sembuh. Justru kepalanya semakin membesar.
Kedua orang tuanya pun mulai gusar. Itu karena biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan Agus tidak sedikit. “Sudah sepuluh juta habis ini. Untuk biaya semuanya minjam, kendaraan untuk ke Sanglah juga meminjam,” jelasnya.
Disamping harus ke Sanglah untuk pengobatan, imunisasi Agus pun berbeda dengan anak-anak lainnya. “Kalau yang lain cukup di Puskesmas. Ini harus khusus, karena ada kelainan,” ujarnya.
Karena tidak kuat dengan biaya pengobatan yang besar, maka Agus kini harus dirawat di rumahnya saja.
Konsekuensinya, Agus yang memilki berar 19 kilogram itu kerap rewel. “Sedikit saja panas, sudah rewel. Takutnya ini step,” jelasnya.