AMLAPURA – Tak mudah menerbangkan drone ke atas Gunung Agung. Pengalaman menerbangkan drone ke Gunung Agung sebelumnya mendapat masalah ketika naik di ketinggian 4 kilometer.
Drone harus digas penuh yang berakibat pada borosnya daya baterai. Namun, dengan baling-baling dan power lebih besar, Drone seri AI 450 milik Aeroterasscan tidak perlu digas penuh, sehingga irit baterai.
Seno Sahisnu, dari Terrascen, mengatakan, misi penerbangan kali ini sebagai bahan evaluasi. Di antaranya ingin melihat bagian kawah Gunung Agung dan juga kandungan gas yang ada di puncak gunung.
”Kami ingin melakukan evaluasi secara berkala,” bebernya. Penerbangan dilakukan terakhir kali pada 16 Desember lalu atau sekitar sebulan lalu.
Saat itu, kandungan yang dicek adalah gas CO2 dan H2S serta SO2. Hanya saja indikator ini belum tentu untuk evaluasi soal status Gunung Agung.
Karena untuk menentukan status Gunung Agung ada beberapa indikator. ”Kandungan gas merupakan salah satu indikator saja,” papar dia.
Pada evaluasi bulan lalu, kandungan gas masih ada. Juga gempa masih sering terjadi dan retakan di dalam juga masih terjadi. Hasil ini juga untuk data sekunder.
Sedangkan data primer sudah dilakukan dengan membawa alat sensor gas di radius tertentu di kampung-kampung.
Bahkan, ini diakui dilakukan setiap hari untuk mengetahui kandungan gas sulfur dioksida (SO2). Gas SO2 sangat berbahaya karena sulit terdeteksi lantaran tidak berbau.
“Tidak ada baunya, tahu-tahu sudah lemas kalau terhirup,” ujarnya. Dampak langsung Gunung Agung saat ini yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan abu dan awan panas.
“Kalau erupsi, gas pasti keluar. Tapi, dekat-dekat di sana saja,” bebernya.