28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:48 AM WIB

Pemuda Gianyar Sebut Keputusan Gubernur dan Bupati Tak Sinkron

GIANYAR – Keputusan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Gianyar melarang pawai ogoh-ogoh di seluruh Gianyar disayangkan para pemuda.

Dalam rapat di Kantor Camat kemarin, pemuda perwakilan Banjar seluruh Kecamatan Sukawati mengaku keputusan bupati tak sinkron dengan gubernur.

Namun, karena sudah terlanjur diputuskan Bupati Gianyar, beberapa ogoh-ogoh yang terlanjur dibuat, langsung dibakar.

Seperti yang dilakukan pemuda Banjar Peteluan, Desa Temesi, Kecamatan Gianyar, yang membakar ogoh-ogoh mereka Kamis malam (19/3).

Ketua STT Banjar Gede Desa Batuan, Dewa Dwi Putrayana, mengaku kecewa atas hasil rapat yang dipimpin oleh Camat Sukawati itu.

“Yang kami khawatirkan, antusias masyarakat melihat-lihat ogoh-ogoh keluar kota. Karena Denpasar, Tabanan, kabupaten lain tetap mengarak ogoh-ogoh. Kami takut masyarakat malah nonton keluar,” ujar Dewa Dwi Putra.

Kata dia, apabila ingin memutus inkubasi Covid-19, sebaiknya seluruh ajang pawai ogoh-ogoh dibatalkan keseluruhan.

Lantaran hanya Gianyar saja yang batal, justru kata dia hanya akan memindahkan keramaian dari Gianyar ke kota lain.

“Takutnya yang nonton di luar ini pulang ke rumahnya. Sama saja kalau begitu. Malah tambah bahaya,” jelasnya.

Dia pun bingung dengan keputusan para kepala daerah di Bali. “Keputusan (pelarangan ogoh-ogoh,red) tidak sinkron dari gubernur dan bupati.

Kalau se-Bali tidak ada ogoh-ogoh, kami tidak khawatir. Ini hanya Gianyar yang batal, sedangkan kota lainnya tetap,” keluhnya.

Mestinya, sarannya, perhelatan pawai di seluruh Bali dibatalkan juga. “Kalau begitu disayangkan tidak sinkron antar bupati dan gubernur,” terangnya.

Mengenai ogoh-ogoh yang sudah jadi, pemuda di desanya sudah mengeluarkan dana Rp 7 juta. “Yang sudah jadi, bisa dipakai tahun depan. Atau bisa dijual tahun depan. Habis dana Rp 7 jutaan,” jelasnya.

Ketua STT Banjar Gelulung, Desa Sukawati, Putu Dwipayana, juga kecewa atas keputusan itu. “Tentu kami kecewa. Karena kami sudah buat waktu, tenaga, biaya,” ujarnya.

Mengenai keputusan itu, mau tak mau pihaknya tidak bisa berbuat banyak. “Kami sudah keluar dana Rp 20 jutaan. Kalau begini, rencana dijual. Atau dipakai setahun lagi,” pungkasnya.

Wakil Bendesa Semampan, Ketut Darsana, menyatakan keputusan mengenai pembatasan Melasti sedikit membingungkan.

Dari pemerintah menganjurkan Ngubeng atau mengupacarai jarak jauh. “Kalaupun Ngubeng (upacara tidak ke pantai, red),

atau di pura saja, tetap saja menghadirkan banyak masa. Itu bisa 10 ribu masyarakat hadir sembahyang di pura,” pungkasnya.

Camat Sukawati tetap meneruskan informasi ke tingkat perbekel, Bendesa dan Banjar. Ketua Majelis Desa Adat Kecamatan Sukawati I Nyoman Gamia yang duduk semeja

dengan camat mengaku pihaknya hanya sebatas meneruskan hasil pertemuan rakor Nyepi yang digelar di Mapolres Gianyar Rabu (18/3) lalu.

Dijelaskan, dalam surat edaran disebutkan, pengarakan ogoh-ogoh bukan merupakan rangkaian hari suci Nyepi sehingga tidak wajib dilaksanakan.

Oleh karena itu pengarakan ogoh-ogoh sebaiknya tidak dilaksanakan. “Pertimbangan pemerintah kekhawatiran terhadap penyebaran virus Covid-19,” pungkasnya.

GIANYAR – Keputusan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Gianyar melarang pawai ogoh-ogoh di seluruh Gianyar disayangkan para pemuda.

Dalam rapat di Kantor Camat kemarin, pemuda perwakilan Banjar seluruh Kecamatan Sukawati mengaku keputusan bupati tak sinkron dengan gubernur.

Namun, karena sudah terlanjur diputuskan Bupati Gianyar, beberapa ogoh-ogoh yang terlanjur dibuat, langsung dibakar.

Seperti yang dilakukan pemuda Banjar Peteluan, Desa Temesi, Kecamatan Gianyar, yang membakar ogoh-ogoh mereka Kamis malam (19/3).

Ketua STT Banjar Gede Desa Batuan, Dewa Dwi Putrayana, mengaku kecewa atas hasil rapat yang dipimpin oleh Camat Sukawati itu.

“Yang kami khawatirkan, antusias masyarakat melihat-lihat ogoh-ogoh keluar kota. Karena Denpasar, Tabanan, kabupaten lain tetap mengarak ogoh-ogoh. Kami takut masyarakat malah nonton keluar,” ujar Dewa Dwi Putra.

Kata dia, apabila ingin memutus inkubasi Covid-19, sebaiknya seluruh ajang pawai ogoh-ogoh dibatalkan keseluruhan.

Lantaran hanya Gianyar saja yang batal, justru kata dia hanya akan memindahkan keramaian dari Gianyar ke kota lain.

“Takutnya yang nonton di luar ini pulang ke rumahnya. Sama saja kalau begitu. Malah tambah bahaya,” jelasnya.

Dia pun bingung dengan keputusan para kepala daerah di Bali. “Keputusan (pelarangan ogoh-ogoh,red) tidak sinkron dari gubernur dan bupati.

Kalau se-Bali tidak ada ogoh-ogoh, kami tidak khawatir. Ini hanya Gianyar yang batal, sedangkan kota lainnya tetap,” keluhnya.

Mestinya, sarannya, perhelatan pawai di seluruh Bali dibatalkan juga. “Kalau begitu disayangkan tidak sinkron antar bupati dan gubernur,” terangnya.

Mengenai ogoh-ogoh yang sudah jadi, pemuda di desanya sudah mengeluarkan dana Rp 7 juta. “Yang sudah jadi, bisa dipakai tahun depan. Atau bisa dijual tahun depan. Habis dana Rp 7 jutaan,” jelasnya.

Ketua STT Banjar Gelulung, Desa Sukawati, Putu Dwipayana, juga kecewa atas keputusan itu. “Tentu kami kecewa. Karena kami sudah buat waktu, tenaga, biaya,” ujarnya.

Mengenai keputusan itu, mau tak mau pihaknya tidak bisa berbuat banyak. “Kami sudah keluar dana Rp 20 jutaan. Kalau begini, rencana dijual. Atau dipakai setahun lagi,” pungkasnya.

Wakil Bendesa Semampan, Ketut Darsana, menyatakan keputusan mengenai pembatasan Melasti sedikit membingungkan.

Dari pemerintah menganjurkan Ngubeng atau mengupacarai jarak jauh. “Kalaupun Ngubeng (upacara tidak ke pantai, red),

atau di pura saja, tetap saja menghadirkan banyak masa. Itu bisa 10 ribu masyarakat hadir sembahyang di pura,” pungkasnya.

Camat Sukawati tetap meneruskan informasi ke tingkat perbekel, Bendesa dan Banjar. Ketua Majelis Desa Adat Kecamatan Sukawati I Nyoman Gamia yang duduk semeja

dengan camat mengaku pihaknya hanya sebatas meneruskan hasil pertemuan rakor Nyepi yang digelar di Mapolres Gianyar Rabu (18/3) lalu.

Dijelaskan, dalam surat edaran disebutkan, pengarakan ogoh-ogoh bukan merupakan rangkaian hari suci Nyepi sehingga tidak wajib dilaksanakan.

Oleh karena itu pengarakan ogoh-ogoh sebaiknya tidak dilaksanakan. “Pertimbangan pemerintah kekhawatiran terhadap penyebaran virus Covid-19,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/