SINGARAJA – Sejumlah karyawan di Rumah Sakit KDH-BROS Singaraja, mendatangi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng.
Mereka mengadu pada pemerintah, lantaran pendapatan yang mereka peroleh jauh di bawah upah minimum yang sebesar Rp 2.165.000 per bulan.
Sayangnya upaya tenaga kerja mendapat upah layak, justru berbuah sanksi dari manajemen. Mereka langsung diganjar SP III yang diterbitkan pada Rabu (18/7) lalu.
Mereka dianggap melanggar peraturan perusahaan yang berpotensi berakibat pada pemogokan.
Manajemen Representative RS BROS dr. Gede Harsa Wardana mengatakan, sebenarnya pihak manajemen tengah melakukan penataan skema pengupahan.
Pasalnya, sejak RS BROS mengambil alih manajemen dari RS Karya Dharma Husada (KDH) pada Agustus 2017 lalu, sistem pengupahan belum tertata dengan baik.
Manajemen mengklaim kini proses pengupahan tengah kembali ke titik nol lebih dulu. Seiring berjalannya waktu, manajemen pun akan menaikkan upah karyawan secara bertahap.
Sesuai dengan skala upah yang diatur pemerintah. Menurut dr Harsa, pihaknya tengah melakukan evaluasi secara internal.
Terutama terkait cash flow keuangan perusahaan. Manajemen berjanji akan memberikan jawaban pada Senin (23/7) pekan depan.
“Harapan kami Senin depan sudah ada keputusan. Kami juga berharap tidak ada hal yang bersifat lock-down atau shutdown dari sebuah unit usaha.
Artinya pengusaha bisa berusaha dengan iklim kondusif, karyawan juga merasa happy dengan hak yang bisa mereka peroleh,” kata dr Harsa.
Terkait terbitnya SP III yang non prosedural, pihak manajemen menyebut hanya bentuk pembinaan. Apabila ada pelaksanaan yang keliru, pihak manajemen pun meminta maaf dengan hal tersebut.
Manajemen mengklaim hanya mengingatkan karyawan karena tidak ingin pelayanan menjadi terganggu.