GEROKGAK – Nama batu akik Pulaki, Desa Banyupoh, Gerokgak memang masih tetap jadi primadona penggemar batu alam.
Namun, pembeli sudah tak seramai yang dulu saat diburu oleh para pecinta batu mulia ini. Apalagi ditengah pandemi Covid-19. Hampir semua pengrajin batu akik Pulaki sepi orderan. Penjualan mereka turun drastis.
“Sekarang sulit cari pembeli. Kendati batu akik laku, paling cuma satu atau dua yang dibeli. Itu pun dengan harga sedikit miring,” kata Komang Sukiarta, 46, pengrajin batu akik yang tinggal di Banjar Melanting, Banyupoh, Gerokgak kemarin.
Diakuinya, menurunnya permintaan batu akik sejatinya sejak bulan April lalu mulai adanya pemberlakukan work from home (WFH) untuk mengantisipasi penularan Covid-19.
Lebih-lebih adanya penutupan sejumlah toko, art shop dan penjualan barang-barang pernak-pernik permata di lokasi-lokasi tempat wisata.
“Karena kami dulunya selain menjual batu akik mandiri di rumah. Kami juga suplai barang dan terima orderan dari para pedagang
yang memiliki toko-toko, artshop di tempat-tempat wisata,” ucap pria yang sudah 20 tahun lebih menggeluti sebagai pengrajin batu akik.
Meski permintaan batu akik menurun, dirinya bersama dengan pengrajin batu mulia di Desa Banyupoh masih tetap berburu bongkahan batu akik ke hutan (alas).
Namun, batu akik hasil pencarian tersebut tidak pihaknya produksi. Melainkan disimpan utuh. “Sela-sela waktu kosong, selain harus bekerja mencari penghasilan tambahan sebagai buruh tani.
Ya, kami sempatkan cari bongkahan batu akik,” ujar pria yang biasanya sebelum Covid-19 menjual batu akik di parkiran Pura Melanting, Banyupoh.
Dia menjelaskan dulu sebelum wabah Covid-19. Batu Akik Pulaki yang paling diburu dengan corak warna dan jenis.
Batu akik badar pulaki, bebed merah, putih, hitam dan hijau. Selain itu banyak yang mencari dan pancawarna batu pulaki dan tabur emas.
Saat ini untuk harga batu akik Pulaki lebih murah. Namun tergantung dari corak warna dan jenis. “Saya jual seharga Rp 25-50 ribu perbiji. Itu juga tergantung ukurannya,” pungkasnya.