RadarBali.com – Hampir seluruh sekolah yang ada di sekitar kantong-kantong pengungsian, ternyata mengalami kelebihan kapasitas aliasoverload.
Bukan hanya SDN 1 Tembok, SDN 2 Tembok, dan SMPN 2 Tejakula saja yang overload. Dua sekolah di Desa Sambirenteng juga mengalami kelebihan siswa.
Kedua sekolah itu adalah SDN 3 Sambirenteng dan SDN 4 Sambirenteng. Keduanya kini kelebihan kapasitas, karena menampung puluhan siswa dari pengungsian.
Meski tak sampai ada siswa yang duduk lesehan, namun kondisi itu berpengaruh pada proses belajar mengajar.
Beberapa siswa dari pengungsian, disebut jarang ke sekolah karena situasi belajar kurang nyaman.
Kini di SDN 3 Sambirenteng tercatat menampung 121 siswa asli dan 90 orang siswa pengungsi. Sementara di SDN 4 Sambirenteng, ada 92 orang siswa asli dan 92 orang siswa pengungsi.
Dari pantauan kemarin, siswa harus duduk berdesak-desakan untuk menjalani proses belajar mengajar. Mereka duduk bertiga pada satu bangku. Dampaknya siswa tidak bisa menyerap pelajaran dengan efektif.
Idealnya, proses belajar mengajar dilakukan double shift agar siswa merasa lebih nyaman. Sayang hingga kini tak ada kabar,
apakah sekolah di Desa Sambirenteng juga akan kebagian kebijakan double shift dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karangasem.
Kepala SDN 3 Sambirenteng, Ketut Nirpa mengungkapkan, sampai kini proses belajar mengajar tetap dilakukan seperti biasa dan diupayakan berjalan dengan normal.
Kendala utama yang dihadapi adalah minimnya fasilitas tempat duduk bagi siswa. “Tempat duduknya itu dah berdesakan. Dia harus duduk bertiga. Jadi untuk belajarnya kurang efektif,” kata Nirpa.
Selain itu jumlah siswa dalam satu kelas juga terlalu banyak. Sehingga guru kelabakan menghadapi para siswa. Nirpa berharap ada kebijakan tertentu yang bisa diaplikasikan di sekolahnya, untuk menghadapi kondisi itu.
“Mungkin kalau dari Timur (Karangasem, Red) bisa pinjamkan bangkunya. Nanti setelah situasi aman, dikembalikan lagi. Paling bagus sih sebenarnya jalan sistem double shift dengan bantuan guru dari Karangasem,” imbuh Nirpa.
Kondisi suasana belajar yang kurang nyaman itu juga diakui oleh para siswa. Komang Suastini salah satunya.
Siswa pengungsi asal SDN 4 Tulamben ini, mengaku sering merasa kepanasan ketika belajar di dalam. “Kalau belajar di dalam sesak,” katanya.
Sebenarnya, di SDN 3 Sambirenteng, sudah ditempatkan beberapa guru yang berasal dari Karangasem. Namun kebijakan sekolah double shift belum direalisasikan.
Lantaran Disdikpora Karangasem hanya menyetujui tiga sekolah yang menjalani sekolah sore. Ketiganya adalah SDN 1 Tembok, SDN 2 Tembok, dan SMPN 2 Karangasem.
Meski demikian, salah seorang guru asal Karangasem tetap mendampingi siswanya di SDN 3 Sambirenteng.
“Kebetulan siswa saya ada yang ikut sekolah disini. Nanti kalau ada jam kosong, saya bantu isi. Kalau tidak ada, saya dampingi anak-anak saja,” kata Ni Luh Parsini, guru asal SDN 5 Ban.