29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:30 AM WIB

Produksi Sedikit & Pasar Potensial, Petani Penebel Genjot Beras Hitam

TABANAN – Para petani di Tabanan terus mengembangkan padi beras hitam. Padi beras yang di tanam selain karena nilai gizi juga karena produksi beras yang masih sangat terbatas di Tabanan, sedangkan pasar masih potensial.

Pengembangan produksi beras hitam itulah yang dilakukan oleh petani di Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan yang terkenal dengan konservasi burung hantu (Tyto Alba). 

“Mengapa kami tertarik kembangkan tanam padi beras hitam. Karena di Tabanan sendiri produksinya masih kecil dibandingkan dengan beras merah dan putih,” kata Ketua Konservasi Burung Hantu I Made Jonita yang juga selaku petani di Subak Merta Tempek Soka Candi, Jumat, (20/11). 

Menurutnya, pengembangan padi beras hitam dimulai sejak tahun 2017 lalu. Awalnya hanya sekitar 4 are dengan bibit 5 kilogram beras hitam yang dibeli dari daerah Bogor, Jawa Barat. Namun, karena melihat varietas beras hitam cukup baik dan tidak termakan hama dengan media tanam pertanian organik, sehingga para petani di desa tertarik untuk menanam dalam jumlah besar. 

“Total saat ini tahun 2020 sudah 2 hektare luasan lahan di Subak Merta Tempek Soka Candi, Pagi Senganan yang ditanam padi beras hitam,” bebernya.

Diakui pria yang akrab disapa Dek Jonita hasil prokdusi beras hitam petani masih dipasarkan di daerah Tabanan sementara saat ini. Pihaknya menjual secara rumahan tidak menjual dalam jumlah besar. Lantaran belum dikemas secara menarik dan produksinya yang kecil. Di samping itu juga belum ada pengusaha atau pengepul beras yang membeli produksi beras hitam jumlah besar. 

“Kami jual masih skala rumahan. Kalau ada yang pesan secara online via telepon kami antarkan. Perkilogram beras merah kami jual seharga Rp 20 ribu. Bahkan di pandemi Covid-19 penjualan beras hitam masih normal,” ungkap Dek Jonita. 

Dia mengatakan pola tanam beras hitam sama dengan beras pada umumnya. Hanya saja yang membedakan sistem pertanian lebih kepada pertanian organik. 

Untuk usia tanam dalam sekali panen rata-rata sekitar enam bulan. Sementara kapasitas produktivitas 5 hingga 6,5 ton per hektarnya dengan umur panen 6 bulan. 

“Rencananya kami beras hitam akan kami tanam dalam jumlah besar. Jika nantinya kondisi perekonomian kembali normal di Bali. Karena di beberapa daerah luar Bali beras sudah diekspor ke luar negeri. Seperti contohnya Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah mengekspor beras hitam ke Amerika Serikat,” pungkasnya.

TABANAN – Para petani di Tabanan terus mengembangkan padi beras hitam. Padi beras yang di tanam selain karena nilai gizi juga karena produksi beras yang masih sangat terbatas di Tabanan, sedangkan pasar masih potensial.

Pengembangan produksi beras hitam itulah yang dilakukan oleh petani di Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan yang terkenal dengan konservasi burung hantu (Tyto Alba). 

“Mengapa kami tertarik kembangkan tanam padi beras hitam. Karena di Tabanan sendiri produksinya masih kecil dibandingkan dengan beras merah dan putih,” kata Ketua Konservasi Burung Hantu I Made Jonita yang juga selaku petani di Subak Merta Tempek Soka Candi, Jumat, (20/11). 

Menurutnya, pengembangan padi beras hitam dimulai sejak tahun 2017 lalu. Awalnya hanya sekitar 4 are dengan bibit 5 kilogram beras hitam yang dibeli dari daerah Bogor, Jawa Barat. Namun, karena melihat varietas beras hitam cukup baik dan tidak termakan hama dengan media tanam pertanian organik, sehingga para petani di desa tertarik untuk menanam dalam jumlah besar. 

“Total saat ini tahun 2020 sudah 2 hektare luasan lahan di Subak Merta Tempek Soka Candi, Pagi Senganan yang ditanam padi beras hitam,” bebernya.

Diakui pria yang akrab disapa Dek Jonita hasil prokdusi beras hitam petani masih dipasarkan di daerah Tabanan sementara saat ini. Pihaknya menjual secara rumahan tidak menjual dalam jumlah besar. Lantaran belum dikemas secara menarik dan produksinya yang kecil. Di samping itu juga belum ada pengusaha atau pengepul beras yang membeli produksi beras hitam jumlah besar. 

“Kami jual masih skala rumahan. Kalau ada yang pesan secara online via telepon kami antarkan. Perkilogram beras merah kami jual seharga Rp 20 ribu. Bahkan di pandemi Covid-19 penjualan beras hitam masih normal,” ungkap Dek Jonita. 

Dia mengatakan pola tanam beras hitam sama dengan beras pada umumnya. Hanya saja yang membedakan sistem pertanian lebih kepada pertanian organik. 

Untuk usia tanam dalam sekali panen rata-rata sekitar enam bulan. Sementara kapasitas produktivitas 5 hingga 6,5 ton per hektarnya dengan umur panen 6 bulan. 

“Rencananya kami beras hitam akan kami tanam dalam jumlah besar. Jika nantinya kondisi perekonomian kembali normal di Bali. Karena di beberapa daerah luar Bali beras sudah diekspor ke luar negeri. Seperti contohnya Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah mengekspor beras hitam ke Amerika Serikat,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/