34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:48 PM WIB

Miris, Caplok Tanah Negara di Jalan Bypass Mantra, Klaim Bayar Sewa

GIANYAR – Tanah negara di sepanjang Jalan Bypass IB Mantra, Kecamatan Blahbatuh, dicaplok. Lahan sisa di pinggir jalan raya antar kabupaten itu dibangun beragam usaha mikro.

Padahal pemilik lahan, dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII, telah memasang plang bertuliskan “Tanah Negara”.

Salah satu pengusaha pembuatan bangunan pura, Dewa Gede Putra, mengakui jika tanah yang dia jadikan tempat usaha merupakan tanah milik negara.

“Ya ini memang tanah negara,” ujar Dewa Putra sambil melihat papan pengumuman bertuliskan “Tanah Negara”, kemarin.

Papan Tanah Negara tersebut dipasang tepat di sudut tanah yang dia jadikan usaha pembuatan bangunan pura.

Lokasinya tepat di pinggir jalan, atau di depan wisata Keramas Aeropark. “Saya di sini sifatnya hanya meminjam saja. Untuk mencari makan,” ujarnya.

Diakui, sudah beberapa kali petugas datang mendata bangunan semi permanen miliknya itu.

 “Sama petugas saya bilang, kalau saya di sini meminjam untuk usaha kecil,” jelas pria asal desa Keramas itu.

Adapun tanah negara yang dia gunakan sebagai tempat usaha seluas 1 are. “Selama ini saya bayar iuran ke desa sebesar Rp 1 juta,” ujar pria yang kurang lebih 10 tahun meminjam tanah negara itu.

Diakui, selama meminjam lahan itu, tidak ada niatnya untuk menguasai tanah negara. “Kalau saya disuruh pindah, saya siap pindah. Tapi kan harus diberi pemberitahuan dulu,” jelasnya.

Selain usaha bangunan pura, juga ada warung nasi prasmanan yang dimiliki oleh Bambang. Warung nasi itu juga berjejer dengan usaha batu.

“Bos lagi ke Jawa, ada upacara. Saya di sini hanya bekerja, saya tidak tahu urusannya itu,” ujar salah satu pekerja warung nasi, Sulistyowati, saat ditanya soal tanah negara kemarin.

Sepengetahuan Sulistyowati, warung tempatnya bekerja memang di atas tanah negara. Terlebih, di sebelah warung ada papan pengumuman.

“Ini memang jalur hijau, tanah negara, tapi sudah bayar sewa ini,” jelasnya. Selain dua usaha itu, banyak usaha sejenis yang berdiri di atas tanah negara di sepanjang Jalan Bypass Mantra.

 Pengusaha yang membangun di atas tanah negara di sepanjang itu tidak saja membangun semi permanen. Ada juga usaha yang nekat membangun permanen.

Seperti salah satu warung sembako yang berada di wilayah Desa Medahan, nekat membangun permanen dengan atap genteng dan rolling door.

Padahal, tepat di sebelah warungnya itu terdapat plang pengumuman. Sementara itu, Perbekel Keramas, Gusti Sarjana, mengaku sempat mendampingi Dinas Pekerjaan Umum melakukan pendataan terhadap tanah negara di wilayahnya.

“Itu milik PU pusat. Sudah pernah didata. Tapi kami belum mengimbau pedagang itu. Itu kewenangan PU,” ujarnya. 

GIANYAR – Tanah negara di sepanjang Jalan Bypass IB Mantra, Kecamatan Blahbatuh, dicaplok. Lahan sisa di pinggir jalan raya antar kabupaten itu dibangun beragam usaha mikro.

Padahal pemilik lahan, dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII, telah memasang plang bertuliskan “Tanah Negara”.

Salah satu pengusaha pembuatan bangunan pura, Dewa Gede Putra, mengakui jika tanah yang dia jadikan tempat usaha merupakan tanah milik negara.

“Ya ini memang tanah negara,” ujar Dewa Putra sambil melihat papan pengumuman bertuliskan “Tanah Negara”, kemarin.

Papan Tanah Negara tersebut dipasang tepat di sudut tanah yang dia jadikan usaha pembuatan bangunan pura.

Lokasinya tepat di pinggir jalan, atau di depan wisata Keramas Aeropark. “Saya di sini sifatnya hanya meminjam saja. Untuk mencari makan,” ujarnya.

Diakui, sudah beberapa kali petugas datang mendata bangunan semi permanen miliknya itu.

 “Sama petugas saya bilang, kalau saya di sini meminjam untuk usaha kecil,” jelas pria asal desa Keramas itu.

Adapun tanah negara yang dia gunakan sebagai tempat usaha seluas 1 are. “Selama ini saya bayar iuran ke desa sebesar Rp 1 juta,” ujar pria yang kurang lebih 10 tahun meminjam tanah negara itu.

Diakui, selama meminjam lahan itu, tidak ada niatnya untuk menguasai tanah negara. “Kalau saya disuruh pindah, saya siap pindah. Tapi kan harus diberi pemberitahuan dulu,” jelasnya.

Selain usaha bangunan pura, juga ada warung nasi prasmanan yang dimiliki oleh Bambang. Warung nasi itu juga berjejer dengan usaha batu.

“Bos lagi ke Jawa, ada upacara. Saya di sini hanya bekerja, saya tidak tahu urusannya itu,” ujar salah satu pekerja warung nasi, Sulistyowati, saat ditanya soal tanah negara kemarin.

Sepengetahuan Sulistyowati, warung tempatnya bekerja memang di atas tanah negara. Terlebih, di sebelah warung ada papan pengumuman.

“Ini memang jalur hijau, tanah negara, tapi sudah bayar sewa ini,” jelasnya. Selain dua usaha itu, banyak usaha sejenis yang berdiri di atas tanah negara di sepanjang Jalan Bypass Mantra.

 Pengusaha yang membangun di atas tanah negara di sepanjang itu tidak saja membangun semi permanen. Ada juga usaha yang nekat membangun permanen.

Seperti salah satu warung sembako yang berada di wilayah Desa Medahan, nekat membangun permanen dengan atap genteng dan rolling door.

Padahal, tepat di sebelah warungnya itu terdapat plang pengumuman. Sementara itu, Perbekel Keramas, Gusti Sarjana, mengaku sempat mendampingi Dinas Pekerjaan Umum melakukan pendataan terhadap tanah negara di wilayahnya.

“Itu milik PU pusat. Sudah pernah didata. Tapi kami belum mengimbau pedagang itu. Itu kewenangan PU,” ujarnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/