KINTAMANI – Eksplorasi material pasir dan kerikil alias galian C di lereng Gunung Batur, di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, masih terus berlangsung hingga hari ini.
Tidak tanggung-tanggung, pengerukan dilakukan alat berat. Padahal, sebelumnya ada permakluman agar pengerukan dilakukan dengan cara manual.
Pantauan Jawa Pos Radar Bali, setidaknya, ada puluhan truk pengangkut pasir yang bolak-balik mengambil pasir untuk didistribusikan ke seluruh Bali.
Areal pengerukan terdiri dari tiga desa, yakni desa Songan A, Songan B, dan Desa Batur. Wajah Gunung Batur pun menjadi bopeng.
Kepala Bidang Trantib Satpol PP Provinsi Bali Dewa Darmadi menyatakan, lereng Batur merupakan wilayah konservasi kaldera.
“Itu seharusnya tidak boleh ada eksplorasi ataupun eksploitasi. Itu kan kaldera yang sudah masuk konservasi seperti yang ditetapkan Kementerian ESDM,” ujar Darmadi.
Kata Darmadi, tindakan pengerukan itu akan dibicarakan lagi dengan pihak terkait. Yakni kabupaten Bangli sebagai tuan rumah dan pusat selaku pelindung wilayah konservasi kaldera Batur.
“Kami sudah beberapa kali turun. Ketika turun berhenti, lalu muncul lagi. Nanti kami koordinasikan lagi,” tukasnya.
Yang menarik, Kasi Operasi Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Bangli Ngakan Ketut Astawa mengatakan, Pemkab Bangli tidak pernah membuka kawasan tersebut sebagai galian.
“Sekarang kalau itu eksplorasi, kewenangan ada di provinsi. Dan kawasannya masuk KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam, red). Bukannya kami lempar tanggung jawab,” ujar Astawa.
Dikatakan Astawa, wewenang Satpol PP Kabupaten Bangli, sebatas pengaduan masyarakat saja.
“Kalau ada pengaduan masyarakat, ketentraman terganggu, tanah mereka dikeruk tanpa sepengetahuan mereka, menyebabkan longsor, kami memfasilitasi. Kok mereka berani mengeruk?” ujarnya.
Disamping itu, Satpol PP Bangli sebatas menertibkan batas angkut material yang dilakukan truk pasir. “Kami (bisanya, red) tertibkan batas angkut, material di atas truk harus ditutup. Itu pengawasan kami,” jelasnya.
Diakui, sebelumnya pernah ada keluhan dari kalangan pariwisata. Itu karena truk pengangkut pasir melewati jalur wisata.
“Itu pernah mengeluhkan. Apalagi kalau material jatuh ke jalan, kan membahayakan pengguna jalan lain,” terangnya.
Lanjut dia, pihaknya sampai sekarang ini belum tahu sistem kerja yang digunakan para pengeruk pasir itu.
“Apakah pemilik tanah menyewa alat berat atau ada yang mengelola itu. Masih menjadi misteri buat kami. Karena kalau Satpol PP turun dikira kami macam-macam, padahal mau komunikasi demi kebaikan,” tukasnya.