BANJAR – Pandemi Covid-19 memaksa dunia pendidikan melakukan kegiatan belajar mengajar dengan cara berbeda.
Jika sebelumnya dilakukan dengan cara tatap muka, sekarang kegiatan belajar dilakukan secara daring (dalam jaringan).
Namun, pembelajaran ini tidak berjalan mulus ketika diterapkan oleh guru. Karena tidak semua daerah terjangkau akses internet.
Itulah yang membuat seorang guru kontrak guru kontrak SMPN 1 Banjar, Kecamatan Banjar, Buleleng Ida Ayu Komang Sulastri harus mendatangi setiap rumah-rumah siswa yang terkendala jangkauan sinyal (blank spot).
Dia bersama dengan guru lainnya setiap seminggu sekali harus turun langsung dari rumah ke rumah siswa untuk memberikan pendampingan kepada siswa.
“Kami datangi rumah siswa yang tidak terjangkau sinyal internet untuk memastikan agar mereka tetap menerima materi pelajaran agar tidak ketinggalan
dengan siswa lainnya,” kata Ida Ayu Komang Sulastri saat mendatangi rumah siswanya yang berada di Dusun Corot, Desa Cempaga, Kecamatan Banjar kemarin.
Ida Ayu Komang Sulastri mendatangi rumah-rumah siswa sejak pemberlakuan sekolah di rumah selama pandemi.
Banyak siswa tidak memiliki telepon pintar dan sulit mengakses internet. Sehingga dirinya bersama guru lainnya menjemput bola.
Kendati harus berjalan 7 kilometer, namun tak ada masalah baginya. “Ini sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai seorang guru.
Karena harus memberikan mereka (murid, red) materi pelajaran,” ujar guru yang mengajar pada kelas 7 SMPN 1 Banjar ini.
Letak geografis rumah siswa yang cukup jauh membuat dirinya tidak dapat memaksimalkan pendampingan terhadap siswa setiap harinya.
Untuk sampai ke lokasi rumah siswa mereka membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tak jarang, sepeda motor hanya bisa dititipkan di rumah warga.
Karena untuk sampai ke rumah siswa yang dituju hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Meski demikian hal tersebut dijalani dengan sepenuh hati dengan harapan hasil belajar siswa dapat memuaskan.
Kepala Sekolah SMPN 1 Banjar Made Sutarjana mengakui pembelajaran daring belum bisa dilaksanakan secara efektif untuk saat ini.
Hal itu terjadi lantaran wilayah tempat tinggal beberapa siswa berada di dataran tinggi yang memang sulit terjangkau sinyal internet.
Belum lagi faktor ekonomi orang tua siswa yang sulit untuk membeli ponsel pintar. “Harapan kami jaringan internet bisa sampai ke pelosok,
sehingga upaya pendampingan dapat dilakukan melalui telepon pintar. Meskipun masih sulit, pihak sekolah tetap berupaya
melakukan pendampingan secara langsung seperti sekarang meskipun waktu dan tenaga yang kami miliki terbatas,” katanya.
Dirinya pun memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas pengabdian para guru yang sudah menyempatkan hadir melakukan pendampingan ke rumah siswa sebagai bentuk bimbingan belajar karena kediaman siswa tak terjangkau layanan internet.
“Kami berharap agar pemerintah memberikan perhatian khusus kepada para guru-guru tersebut,” pungkasnya.