BANGLI – Pura Kehen di Kecamatan Bangli menggelar Karya Panca Wali Krama Ida Batara Turun Kabeh.
Selama karya yang berlangsung kurang lebih satu bulan, tidak boleh melakukan aktivitas di setra desa setempat, baik mengubur maupun ngaben.
Sehingga, jenazah pun harus dititipkan di Ruang Jenazah Rumah Sakit (RS) Bangli. Sebelum puncak karya,
dilaksanakan upacara nyengker atau memagari setra di masing-masing banjar yang merupakan bebanuan (wilayah yang menyungsung) di Pura Kehen.
Setelah dilaksanakan upacara tersebut aktivitas penguburan tidak diperbolehkan. Maka dari itu, jika ada krama yang meninggal jenazah bisa dititipkan di rumah sakit.
Wakil Direktur (Wadir) Pelayanan RS Bangli I Ketut Darmaja mengaku penitipan jenazah mengalami peningkatan.
Jika di hari biasa jenazah yang dititipkan sebanyak 5-7 jenasah, hingga hari ini jenazah yang dititipkan sebanyak 14 jenazah.
“Hal ini dimungkinkan karena sedang berlangsung karya di Pura Kehen sehingga pasien yang meninggal belum bisa dipulangkan,” ujarnya.
Darmaja menambahkan, ruang jenazah berkapasitas 17 jenasah. “Kalau penuh, kami akan koordinasi dengan rumah sakit lain,” ungkapnya.
Untuk tarif penitipan jenazah telah diatur berdasarkan Perda. Untuk penyimpanan menggunakan pendingin dikenakan biaya Rp 85 ribu per hari, sedangkan untuk pengimpanan jenasah tanpa pendingin seharga Rp 55 ribu per hari.
“Tentunya biaya disesuaikan lama penitipan, dan untuk biaya sudah diatur dalam Perda,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Parisadha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bangli, I Nyoman Sukra, menyatakan itu merupakan Yasa Kerti untuk kesuksesan karya Panca Wali Krama.
Disamping tradisi itu memang kewajiban umat, supaya fokus menghaturkan Kerti. “Supaya warga fokus, jangan sampai ada umat yang cuntaka (kotor, red) sehingga terganggu dalam menjalankan yadnya (ritual, red),” ungkapnya.
Kata dia, di beberapa karya besar di pura besar juga berlaku hal ini. “Contoh di Besakih, setiap ada karya besar, pasti ada umat pangemongnya menggelar Yasa Kerti seperti di Pura Besakih juga begitu,” tukasnya.
Di bagian lain, manggala karya Pura Kehen, Sang Mangku Gede Dalem Gede Selaungan, menyatakan karya digelar untuk mendoakan alam beserta isinya agar diberikan keselamatan serta dijauhkan dari segala bentuk bencana.
Dalam pelaksanaan karya ini dibuat lima sanggar tawang yang ditempatkan di lima penjuru (utara, timur, selatan, barat dan tengah).
Adapun wewalungan atauhewan kurban yang dipersembahkan, disebelah timur berupa anak sapi, sebelah selatan berupa menjangan,
sebelah barat berupa kijang, sebelah utara menggunakan kebo cemeng dan di tengah menggunakan kambing poleng lengkap dengan sarad, sate wayang dan dangsil.
Selama rangkaian karya berlangsung dipuput oleh 13 sulinggih. Selama karya, digelar rangkaian prosesi.
Mulai melasti di Segara Klotok pada Sukra Pahing Shinta, (9/10), kemudian Mepepada Agung dan Mendak Dangsil pada Redite Wage Landep (21/10),
dilanjutkan Puncak Panca Wali Krama pada Soma Kliwon Landep (22/10). Lalu digelar Puncak Karya Pengusabaan pada Budha Pahing Landep (24/10).
Kemudian, Ida Bhatara Mesineb pada pada Saniscara Pahing Ukir, pada bulan depan (3/11).