29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:37 AM WIB

Pancaroba, Umat Hindu Bali Gelar Upacara Pamarisudha Bumi

SEMARAPURA – Upacara Pamarisudha Bumi digelar di tiga tempat, yakni di Gunung atau Pura Besakih, Karangasem, di danau atau di Pura Batur, Bangli dan di laut atau Pura Watu Klotok, Klungkung, Kamis (26/12).

Upacara ini rutin digelar setiap tahunnya pada hari tilem sasih kanem yang bertujuan untuk menyucikan Bhuana Alit atau diri sendiri dan Bhuana Agung atau alam semesta.

Apalagi saat ini Bali pada utamanya sedang mengalami kemarau cukup panjang sehingga beberapa daerah mengalami kesulitan mendapatkan air bersih.

Panitia Ritual Pamarisudha Bumi di Pura Watu Klotok, Dewa Soma saat ditemui di Pura Watu Klotok, Kamis (26/12) menuturkan Upacara Pamarisudha Bumi ini rutin digelar setiap tahun pada hari tilem sasih kanem lantaran berdasarkan perhitungan astrologi Bali atau yang lebih dikenal dengan istilah wariga, pada bulan itu rentan terhadap berbagai bencana alam.

Ritual ini digelar berdasarkan tiga sumber sastra, yakni lontar Roga Senghara Bumi, Tutur Babad Dewa dan Usadaning Sarwa Satru “Seperti cuaca yang ekstrim atau pancaroba, serta wabah penyakit terhadap tanaman, hewan, maupun manusia. Semua fenomena alam itu kami ruat dengan ritual ini,” terangnya.

Sesuai paruman atau pertemuan yang dilakukan para Sulinggih Provinsi Bali, 21 November 2009 lalu dalam menyikapi perubahan cuaca yang cukup ekstrim, Upacara Pamarisudha Bumi digelar di tiga tempat, yakni di Gunung atau Pura Besakih, Karangasem, di danau atau di Pura Batur, Bangli dan di laut atau Pura Watu Klotok, Klungkung setiap tahunnya.

Adapun tirta dari Pura Besakih, Batur serta Watu Klotok disatukan di Pura Watu Klotok yang dipuput Ida Pedanda Gede Rai Pidada sehingga menjadi Tirta Bumi Sudha. Tirta ini kemudian dipergunakan masyarakat untuk dipercikkan ke Banten Pangenteg Hyang.

Selain itu, berbagai jenis air juga akan disatukan menjadi Tirta Penawar yang dipercikkan ke kepada tumbuh-tubuhan, binatang peliharaan untuk menetralisir berbagai penyakit.

“Tirta Penawar itu terdiri dari toya (air) anakan, toya klebutan, toya segara, toya kelapa. Kemudian nasi taur penekun jiwa juga akan diberikan untuk sebarkan di pekarangan rumah yang tujuannya mengobati semua yang bernafas,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, perubahan cuaca ekstrim ini tidak terlepas dari ulah manusia yang semena-mena mengeksploitasi alam. Untuk itu pihaknya mengajak seluruh masyarakat untuk ikut menjaga alam. 

SEMARAPURA – Upacara Pamarisudha Bumi digelar di tiga tempat, yakni di Gunung atau Pura Besakih, Karangasem, di danau atau di Pura Batur, Bangli dan di laut atau Pura Watu Klotok, Klungkung, Kamis (26/12).

Upacara ini rutin digelar setiap tahunnya pada hari tilem sasih kanem yang bertujuan untuk menyucikan Bhuana Alit atau diri sendiri dan Bhuana Agung atau alam semesta.

Apalagi saat ini Bali pada utamanya sedang mengalami kemarau cukup panjang sehingga beberapa daerah mengalami kesulitan mendapatkan air bersih.

Panitia Ritual Pamarisudha Bumi di Pura Watu Klotok, Dewa Soma saat ditemui di Pura Watu Klotok, Kamis (26/12) menuturkan Upacara Pamarisudha Bumi ini rutin digelar setiap tahun pada hari tilem sasih kanem lantaran berdasarkan perhitungan astrologi Bali atau yang lebih dikenal dengan istilah wariga, pada bulan itu rentan terhadap berbagai bencana alam.

Ritual ini digelar berdasarkan tiga sumber sastra, yakni lontar Roga Senghara Bumi, Tutur Babad Dewa dan Usadaning Sarwa Satru “Seperti cuaca yang ekstrim atau pancaroba, serta wabah penyakit terhadap tanaman, hewan, maupun manusia. Semua fenomena alam itu kami ruat dengan ritual ini,” terangnya.

Sesuai paruman atau pertemuan yang dilakukan para Sulinggih Provinsi Bali, 21 November 2009 lalu dalam menyikapi perubahan cuaca yang cukup ekstrim, Upacara Pamarisudha Bumi digelar di tiga tempat, yakni di Gunung atau Pura Besakih, Karangasem, di danau atau di Pura Batur, Bangli dan di laut atau Pura Watu Klotok, Klungkung setiap tahunnya.

Adapun tirta dari Pura Besakih, Batur serta Watu Klotok disatukan di Pura Watu Klotok yang dipuput Ida Pedanda Gede Rai Pidada sehingga menjadi Tirta Bumi Sudha. Tirta ini kemudian dipergunakan masyarakat untuk dipercikkan ke Banten Pangenteg Hyang.

Selain itu, berbagai jenis air juga akan disatukan menjadi Tirta Penawar yang dipercikkan ke kepada tumbuh-tubuhan, binatang peliharaan untuk menetralisir berbagai penyakit.

“Tirta Penawar itu terdiri dari toya (air) anakan, toya klebutan, toya segara, toya kelapa. Kemudian nasi taur penekun jiwa juga akan diberikan untuk sebarkan di pekarangan rumah yang tujuannya mengobati semua yang bernafas,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, perubahan cuaca ekstrim ini tidak terlepas dari ulah manusia yang semena-mena mengeksploitasi alam. Untuk itu pihaknya mengajak seluruh masyarakat untuk ikut menjaga alam. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/