27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:56 AM WIB

Tolak Dilengserkan, Eks Kelian Desa Adat Surati MDA Bali, Ini Dalihnya

SINGARAJA – Proses kanorayang (pelengseran, Red) Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, terus bergulir. Upaya Jro Pasek Nengah Wiryasa meminta keadilan melalui kuasa hukumnya, belum mendapat titik terang.

Merasa belum puas, kemarin (30/3) Jro Pasek Nengah Wiryasa kembali menyurati Majelis Desa Adat (MDA) Bali.

Kepada wartawan, Wiryasa menegaskan proses kanorayang yang dilakukan oleh Kertha Desa Adat Les-Penuktukan tidak sah.

Baik itu secara mekanisme peraturan daerah, awig, maupun dresta yang ada di desa adat. Mengingat kewenangan pengangkatan dan pelengseran kelian adat terletak pada lembaga adat yang disebut paduluan desa.

Saat ditemui kemarin (30/3), Wiryasa mengungkap ada fakta baru dalam proses paruman yang berlangsung pada Sabtu (6/3) lalu.

Ia menyebut bahwa paruman tersebut tidak sah karena tidak kuorum. Menurut Wiryasa, paruman hanya dihadiri oleh 6 orang kelian merajan/dadia dari 28 merajan/dadia yang tercatat di Desa Adat Les-Penuktukan.

Sementara dari unsur pengarep pura hanya dihadiri satu orang dari 20 pura yang ada. “Dari unsur peduluan desa juga hanya dihadiri 4 orang dari 28 orang anggota.

Begitu juga kertha desa hanya dihadiri 3 orang dari 7 orang. Jadi paruman itu tidak kuorum, sehingga tidak layak untuk diambilnya sebuah keputusan,” kata Wiryasa.

Selain itu Wiryasa juga menyebut Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng bersikap tidak adil. Dalam proses mediasi disebut berlangsung pada Jumat (12/3) lalu, disebut lebih banyak bersifat satu arah.

Jro Pasek Nengah Wiryasa mengklaim dirinya bahkan sempat diminta legowo meletakkan jabatannya sebagai kelian desa.

“MDA Buleleng juga berjanji akan melakukan mediasi kedua. Tapi MDA justru mengirim surat ke Bendesa Agung yang berisi rekomendasi penerbitan SK pengakuan penunjukan pelaksana tugas Kelian Adat Les-Penuktukan,” tegasnya.

Lantaran merasa belum mendapat keadilan, Wiryasa memutuskan kembali menyurati MDA Bali. Intinya Wiryasa mendesak agar MDA Bali tidak menerbitkan SK pengakuan penunjukan pelaksana tugas Kelian Adat Les-Penuktukan.

Ia juga mendesak agar MDA Bali melakukan pertemuan mediasi untuk menyelesaikan proses kanorayang di Desa Adat Les-Penuktukan yang dianggap tidak adil dan tidak memenuhi awig.

Wiryasa juga menegaskan dirinya akan tetap menjalankan tugas sebagai Kelian Adat, mengingat dirinya secara sah dilantik secara skala dan niskala sebagai kelian desa, dan belum ada pengganti.

Sekadar diketahui, sengketa di Desa Adat Les-Penuktukan bermula dari paruman dengan agenda pertanggungjawaban LPD Les-Penuktukan tahun buku 2020.

Versi Nengah Wiryasa, dalam forum itu tiba-tiba forum diambil alih oleh kertha desa dan diarahkan pada penjatuhan sanksi.

Kertha desa pun kembali melakukan paruman pada Sabtu (6/3). Dalam paruman itu, kertha desa yang menjadi juru pengadil di desa adat, langsung mengeluarkan sejumlah putusan.

Diantaranya memberhentikan kelian Desa Adat Les-Penuktukan, menunjuk pelaksana tugas, memberhentikan

Ketua dan anggota Badan Pengawas LPD, mengganti prajuru patengen di desa adat, serta membentuk tim peralihan. 

SINGARAJA – Proses kanorayang (pelengseran, Red) Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, terus bergulir. Upaya Jro Pasek Nengah Wiryasa meminta keadilan melalui kuasa hukumnya, belum mendapat titik terang.

Merasa belum puas, kemarin (30/3) Jro Pasek Nengah Wiryasa kembali menyurati Majelis Desa Adat (MDA) Bali.

Kepada wartawan, Wiryasa menegaskan proses kanorayang yang dilakukan oleh Kertha Desa Adat Les-Penuktukan tidak sah.

Baik itu secara mekanisme peraturan daerah, awig, maupun dresta yang ada di desa adat. Mengingat kewenangan pengangkatan dan pelengseran kelian adat terletak pada lembaga adat yang disebut paduluan desa.

Saat ditemui kemarin (30/3), Wiryasa mengungkap ada fakta baru dalam proses paruman yang berlangsung pada Sabtu (6/3) lalu.

Ia menyebut bahwa paruman tersebut tidak sah karena tidak kuorum. Menurut Wiryasa, paruman hanya dihadiri oleh 6 orang kelian merajan/dadia dari 28 merajan/dadia yang tercatat di Desa Adat Les-Penuktukan.

Sementara dari unsur pengarep pura hanya dihadiri satu orang dari 20 pura yang ada. “Dari unsur peduluan desa juga hanya dihadiri 4 orang dari 28 orang anggota.

Begitu juga kertha desa hanya dihadiri 3 orang dari 7 orang. Jadi paruman itu tidak kuorum, sehingga tidak layak untuk diambilnya sebuah keputusan,” kata Wiryasa.

Selain itu Wiryasa juga menyebut Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng bersikap tidak adil. Dalam proses mediasi disebut berlangsung pada Jumat (12/3) lalu, disebut lebih banyak bersifat satu arah.

Jro Pasek Nengah Wiryasa mengklaim dirinya bahkan sempat diminta legowo meletakkan jabatannya sebagai kelian desa.

“MDA Buleleng juga berjanji akan melakukan mediasi kedua. Tapi MDA justru mengirim surat ke Bendesa Agung yang berisi rekomendasi penerbitan SK pengakuan penunjukan pelaksana tugas Kelian Adat Les-Penuktukan,” tegasnya.

Lantaran merasa belum mendapat keadilan, Wiryasa memutuskan kembali menyurati MDA Bali. Intinya Wiryasa mendesak agar MDA Bali tidak menerbitkan SK pengakuan penunjukan pelaksana tugas Kelian Adat Les-Penuktukan.

Ia juga mendesak agar MDA Bali melakukan pertemuan mediasi untuk menyelesaikan proses kanorayang di Desa Adat Les-Penuktukan yang dianggap tidak adil dan tidak memenuhi awig.

Wiryasa juga menegaskan dirinya akan tetap menjalankan tugas sebagai Kelian Adat, mengingat dirinya secara sah dilantik secara skala dan niskala sebagai kelian desa, dan belum ada pengganti.

Sekadar diketahui, sengketa di Desa Adat Les-Penuktukan bermula dari paruman dengan agenda pertanggungjawaban LPD Les-Penuktukan tahun buku 2020.

Versi Nengah Wiryasa, dalam forum itu tiba-tiba forum diambil alih oleh kertha desa dan diarahkan pada penjatuhan sanksi.

Kertha desa pun kembali melakukan paruman pada Sabtu (6/3). Dalam paruman itu, kertha desa yang menjadi juru pengadil di desa adat, langsung mengeluarkan sejumlah putusan.

Diantaranya memberhentikan kelian Desa Adat Les-Penuktukan, menunjuk pelaksana tugas, memberhentikan

Ketua dan anggota Badan Pengawas LPD, mengganti prajuru patengen di desa adat, serta membentuk tim peralihan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/