25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:50 AM WIB

Keras! Soal Pembangunan Rest Area, Gendo : PT JBT Jangan Tebal Muka..

DENPASAR – Rencana PT Jasa Marga Bali Tol (JBT) membangun wisata baru dan rest area Bedawang Nala kembali memantik reaksi keras dari aktivis lingkungan.

Salah satunya dari Koordinator ForBALI, Wayan Gendo Suardana.

Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali, Kamis (3/1), Gendo dengan tegas menuding jika JBT merupakan perusahaan yang tak pernah berhenti memberikan tekanan terhadap lingkungan hidup yang ada di Teluk Benoa

“Dari awal terkesan proyek ini dipaksakan. Alasannya adalah meretas kemacetan di daerah Bali selatan kendati ada permasalahan lingkungan hidup tetap saja proyek ini jalan,” tegas Gendo.

Lebih lanjut, aktivis yang juga anggota Dewan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional ini, menambahkan, jika mau merefleksi, proyek JBT sesungguhnya proyek bermasalah dari sejak awal dibuat.

Bukti bahwa proyek JBT bermasalah, itu kata Gendo yakni mulai dari pembangunannya melanggar Analisis dampak lingkungan (Amdal) dengan cara menguruk Teluk Benoa di beberapa titik untuk pemasangan tiang pancang, yang akhirnya diselesaikan dengan addendum Amdal. 

Dijelaskan Gendo, pada Amdal pertama pemasangan tiang pancang tidak ada pengurukan untuk pasang pancang.

“Awalnya memakai kapal, entah kenapa kemudian malah nguruk hingga langgar Amdal,” terang Gendo dengan nada heran.

Menurut Gendo, tindakan itu dinilai sebagai tindakan yang tidak fair. “Bagaimana mungkin proyek yang melanggar Amdal tidak kena sanksi dan malah pelanggarannya diakomodasi melalui addendum Amdal? Efek ekologinya berat dan buruk bagi warga sekitar teluk,” imbuhnya.

Selain itu, dalam addendum Amdal, kata Gendo, PT JBT berjanji mengeruk urukan itu. “Sekarang cek saja dan tanyakan ke JBT apakah urukan limestone itu sudah dikeruk atau tidak sesuai addendum Amdal?,” singgungnya.

Bahkan kata Gendo, secara history, JBT juga dulu pernah berjanji akan menanam bakau bahkan menjanjikan adanya vegetasi bakau di sekitar jalan tol.

“Sempat ada penanaman tapi apakah hidup? Apakah ada vegetasi mangrove hasil kerja JBT? Sepengetahuan saya, tidak ada,” ungkapnya.

Nah sekarang, bukannya memenuhi kewajibannya di addendum Amdal dan juga memenuhi janjinya untuk memelihara mangrove agar ada vegetasi di sekitar jalan tol, pihak JBT malah mengajukan proyek wisata baru. 

“Logikanya dimana? Dulu kampanyenya saat bangun jalan tol untuk meretas kemacetan di selatan, sekarang malah mau bangun wisata baru dengan alasan rest area? Ini irrasional,” jelasnya

Lagipula, lanjut Gendo, pihaknya juga mempertanyakan JBT yang justru malah membangun unit bisnis di luar bisnis utamanya.

Sebaiknya, saran Gendo, JBT diminta urus jalan saja seperti janji di awal lalu penuhi kewajiban mengeruk urugan limestone dan  wujudkan vegetasi bakau di sekitar jalan tol. “Sudah, PT. JBT jangan tebal muka,” tutupnya.

DENPASAR – Rencana PT Jasa Marga Bali Tol (JBT) membangun wisata baru dan rest area Bedawang Nala kembali memantik reaksi keras dari aktivis lingkungan.

Salah satunya dari Koordinator ForBALI, Wayan Gendo Suardana.

Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali, Kamis (3/1), Gendo dengan tegas menuding jika JBT merupakan perusahaan yang tak pernah berhenti memberikan tekanan terhadap lingkungan hidup yang ada di Teluk Benoa

“Dari awal terkesan proyek ini dipaksakan. Alasannya adalah meretas kemacetan di daerah Bali selatan kendati ada permasalahan lingkungan hidup tetap saja proyek ini jalan,” tegas Gendo.

Lebih lanjut, aktivis yang juga anggota Dewan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional ini, menambahkan, jika mau merefleksi, proyek JBT sesungguhnya proyek bermasalah dari sejak awal dibuat.

Bukti bahwa proyek JBT bermasalah, itu kata Gendo yakni mulai dari pembangunannya melanggar Analisis dampak lingkungan (Amdal) dengan cara menguruk Teluk Benoa di beberapa titik untuk pemasangan tiang pancang, yang akhirnya diselesaikan dengan addendum Amdal. 

Dijelaskan Gendo, pada Amdal pertama pemasangan tiang pancang tidak ada pengurukan untuk pasang pancang.

“Awalnya memakai kapal, entah kenapa kemudian malah nguruk hingga langgar Amdal,” terang Gendo dengan nada heran.

Menurut Gendo, tindakan itu dinilai sebagai tindakan yang tidak fair. “Bagaimana mungkin proyek yang melanggar Amdal tidak kena sanksi dan malah pelanggarannya diakomodasi melalui addendum Amdal? Efek ekologinya berat dan buruk bagi warga sekitar teluk,” imbuhnya.

Selain itu, dalam addendum Amdal, kata Gendo, PT JBT berjanji mengeruk urukan itu. “Sekarang cek saja dan tanyakan ke JBT apakah urukan limestone itu sudah dikeruk atau tidak sesuai addendum Amdal?,” singgungnya.

Bahkan kata Gendo, secara history, JBT juga dulu pernah berjanji akan menanam bakau bahkan menjanjikan adanya vegetasi bakau di sekitar jalan tol.

“Sempat ada penanaman tapi apakah hidup? Apakah ada vegetasi mangrove hasil kerja JBT? Sepengetahuan saya, tidak ada,” ungkapnya.

Nah sekarang, bukannya memenuhi kewajibannya di addendum Amdal dan juga memenuhi janjinya untuk memelihara mangrove agar ada vegetasi di sekitar jalan tol, pihak JBT malah mengajukan proyek wisata baru. 

“Logikanya dimana? Dulu kampanyenya saat bangun jalan tol untuk meretas kemacetan di selatan, sekarang malah mau bangun wisata baru dengan alasan rest area? Ini irrasional,” jelasnya

Lagipula, lanjut Gendo, pihaknya juga mempertanyakan JBT yang justru malah membangun unit bisnis di luar bisnis utamanya.

Sebaiknya, saran Gendo, JBT diminta urus jalan saja seperti janji di awal lalu penuhi kewajiban mengeruk urugan limestone dan  wujudkan vegetasi bakau di sekitar jalan tol. “Sudah, PT. JBT jangan tebal muka,” tutupnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/