27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:45 AM WIB

Terbongkar! Banyak Proyek Di Bali Dibangun Tanpa KLHS

DENPASAR – Gerakan rakyat Bali untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa terus bergelora. Dalam naungan ForBALI dan Pasubayan Desat Adat, ribuan massa aksi kembali berunjuk rasa pada Selasa (30/4).


Kali ini, massa yang mengambil titik kumpul di Lapangan Parkir Timur Renon, Denpasar pada pukul 14.00, kemudian bergerak menuju Kantor Dinas Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.


Di depan kantor tersebut, massa aksi menuntut agar Teluk Benoa dikembalikan menjadi kawasan konservasi maritim.


“Ini adalah rute baru (Kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali) kita setelah 6 tahun kita bergerak,” ujar Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana dalam orasinya.


Pihaknya  datang Dinas BLH Provinsi Bali karena baru kemarin salah satu anggota forBALI yakni Walhi Bali mendapat undangan untuk hadir rapat membahas KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Straegis) dan membahas Rencana Zonasi dan pulau-pulau kecil. 


Diketahui memang, saat ini, provinsi Bali sedang menyusun dokumen draf peraturan daerah mengenai pengaturan rencana zonasi dan pulau-pulau kecil.


Dan pada saat yang sama, Provinsi Bali sedang menyusun KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sebagai mandat Undang-Undang pengelolaan lingkungan hidup, UU 32 tahun 2009 dimana menyebutkan setiap daerah wajib untuk menyusun kajian lingkungan hidup strategis.


“Sebenarnya pemerintah kita sangat lambat menyusun KLHS. Karena seharusnya sebelum ada proyek-proyek, harusnya pemerintah membuat KLHS untuk mengukur seberapa kuat Bali ini,” ungkapnya. 


“Kalau mau mereklamasi Teluk Benoa, apakah daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup di Bali kuat atau tidak? Kalau mau memperluas reklamasi Bandara, apakah daya dukung dan daya tampung Bali ini cukup atau tidak? Kalau memperluas reklamasi Pelabuhan Benoa apakah daya tampung dan daya dukung kuat atau tidak?,” sebutnya lagi. 


Hal tersebut merupaka fungsi strategis dari KLHS. “Logika hukumnya, kalau tanpa adanya KLHS, maka seharusnya proyek-proyek di stop dulu. Harusnya KLHS dibuat terlebih dahulu dibuat,” tegasnya. 


Tapi persoalannya, KLHS tidak dibuat lebih dulu. Di Bali selatan saja ada banyak rencana pembangunan dengan rencana dengan reklamasi dan juga penambangan pasir yang semestinya berdasarkan studi KLHS.


“Ini logika terbalik. Bagaimana ceritanya KLHS yang merupakan kajian akademis terhadap kemampuan lingkungan hidup di Bali untuk menahan beban, kemudian dibalik harus menyesuaikan dengan proyek,” sebutnya. 


Pihaknya meminta siapapun yang ada di dalam gedung dan sedang rapat, dalam konteks KLHS agar mengawal terus Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim. Dengan ini, rencana reklamasi oleh TWBI akan terhambat.


Kalau ada intervensi dari berbagai pihak berkepentingan, maka pemerintah Provinsi Bali harus bertahan. 


“Untuk itu, kami hadir ke sini (BLH) untuk memberikan dukungan kepada penyusun ranperda untuk kukuh memasukan Teluk Benoa ke konservasi maritim dan mengabaikan Perpres 51 2014, karena yang berlaku dalam pengalokasian tata ruang adalah Perda RZWP3,” tegasnya.


Tak kalah pentingnya, pihaknya menegaskan akan menolak apapun itu proyek yang mengeksploitasi Bali. Baik itu dilakukan oleh swasta, BUMN dan termasuk proyek tambang pasir.


“Kita menolak KLHS yang menyesuaikan dengan proyek. Harusnya proyek yang menyesuaikan dengan KLHS,” tegasnya lagi.


Selain itu, pihaknya juga juga menolak penyusunan pembuatan KLHS tanpa melibatkan masyarakat adat yang merupakan mandat dari undang-undang. Dimana, dalam aturan wajib melibatkan masyarakat terdampak langsung maupun tidak terdampak langsung.


Usai berorasi di Kantor Dinas Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, warga melanjutkan aksinya menuju Kantor DPRD Provinsi Bali. Yang menarik, massa aksi menyegel pintu masuk Gedung DPRD Provinsi Bali.


Di rumah rakyat tersebut, pihaknya mendorong DPRD Bali untuk membuat mekanisme politik untuk melakukan penyelamatan Teluk Benoa.


“Selama ini kan kami fokus ke Gubernur, sekarang kami pastikan akan memfokuskan untuk mendesak DPRD. Karena sampai sekarang belum ada tindakan khusus yang dilakukan. Selama ini DPRD Bali abai dan cenderung mencari aman,” tegasnya. 


Selanjutnya, massa bergerak ke Kantor Gubernur Bali. Orasi demi orasi pun dilakukan. “Ini sebagai dukungan kepada Gubernur agar serius mengawal isi suratnya. Kalau gubenur tidak serius mengawal isi suratnya, maka ini adalah perlawanan bagi dia,” tegasnya. 


Aksi pun ditutup dengan penampilan Scared Of Bums, yakni salah satu band yang selama ini getol melakukan penolakan rencana reklamasi di Teluk Benoa.

DENPASAR – Gerakan rakyat Bali untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa terus bergelora. Dalam naungan ForBALI dan Pasubayan Desat Adat, ribuan massa aksi kembali berunjuk rasa pada Selasa (30/4).


Kali ini, massa yang mengambil titik kumpul di Lapangan Parkir Timur Renon, Denpasar pada pukul 14.00, kemudian bergerak menuju Kantor Dinas Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.


Di depan kantor tersebut, massa aksi menuntut agar Teluk Benoa dikembalikan menjadi kawasan konservasi maritim.


“Ini adalah rute baru (Kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali) kita setelah 6 tahun kita bergerak,” ujar Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana dalam orasinya.


Pihaknya  datang Dinas BLH Provinsi Bali karena baru kemarin salah satu anggota forBALI yakni Walhi Bali mendapat undangan untuk hadir rapat membahas KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Straegis) dan membahas Rencana Zonasi dan pulau-pulau kecil. 


Diketahui memang, saat ini, provinsi Bali sedang menyusun dokumen draf peraturan daerah mengenai pengaturan rencana zonasi dan pulau-pulau kecil.


Dan pada saat yang sama, Provinsi Bali sedang menyusun KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sebagai mandat Undang-Undang pengelolaan lingkungan hidup, UU 32 tahun 2009 dimana menyebutkan setiap daerah wajib untuk menyusun kajian lingkungan hidup strategis.


“Sebenarnya pemerintah kita sangat lambat menyusun KLHS. Karena seharusnya sebelum ada proyek-proyek, harusnya pemerintah membuat KLHS untuk mengukur seberapa kuat Bali ini,” ungkapnya. 


“Kalau mau mereklamasi Teluk Benoa, apakah daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup di Bali kuat atau tidak? Kalau mau memperluas reklamasi Bandara, apakah daya dukung dan daya tampung Bali ini cukup atau tidak? Kalau memperluas reklamasi Pelabuhan Benoa apakah daya tampung dan daya dukung kuat atau tidak?,” sebutnya lagi. 


Hal tersebut merupaka fungsi strategis dari KLHS. “Logika hukumnya, kalau tanpa adanya KLHS, maka seharusnya proyek-proyek di stop dulu. Harusnya KLHS dibuat terlebih dahulu dibuat,” tegasnya. 


Tapi persoalannya, KLHS tidak dibuat lebih dulu. Di Bali selatan saja ada banyak rencana pembangunan dengan rencana dengan reklamasi dan juga penambangan pasir yang semestinya berdasarkan studi KLHS.


“Ini logika terbalik. Bagaimana ceritanya KLHS yang merupakan kajian akademis terhadap kemampuan lingkungan hidup di Bali untuk menahan beban, kemudian dibalik harus menyesuaikan dengan proyek,” sebutnya. 


Pihaknya meminta siapapun yang ada di dalam gedung dan sedang rapat, dalam konteks KLHS agar mengawal terus Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim. Dengan ini, rencana reklamasi oleh TWBI akan terhambat.


Kalau ada intervensi dari berbagai pihak berkepentingan, maka pemerintah Provinsi Bali harus bertahan. 


“Untuk itu, kami hadir ke sini (BLH) untuk memberikan dukungan kepada penyusun ranperda untuk kukuh memasukan Teluk Benoa ke konservasi maritim dan mengabaikan Perpres 51 2014, karena yang berlaku dalam pengalokasian tata ruang adalah Perda RZWP3,” tegasnya.


Tak kalah pentingnya, pihaknya menegaskan akan menolak apapun itu proyek yang mengeksploitasi Bali. Baik itu dilakukan oleh swasta, BUMN dan termasuk proyek tambang pasir.


“Kita menolak KLHS yang menyesuaikan dengan proyek. Harusnya proyek yang menyesuaikan dengan KLHS,” tegasnya lagi.


Selain itu, pihaknya juga juga menolak penyusunan pembuatan KLHS tanpa melibatkan masyarakat adat yang merupakan mandat dari undang-undang. Dimana, dalam aturan wajib melibatkan masyarakat terdampak langsung maupun tidak terdampak langsung.


Usai berorasi di Kantor Dinas Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, warga melanjutkan aksinya menuju Kantor DPRD Provinsi Bali. Yang menarik, massa aksi menyegel pintu masuk Gedung DPRD Provinsi Bali.


Di rumah rakyat tersebut, pihaknya mendorong DPRD Bali untuk membuat mekanisme politik untuk melakukan penyelamatan Teluk Benoa.


“Selama ini kan kami fokus ke Gubernur, sekarang kami pastikan akan memfokuskan untuk mendesak DPRD. Karena sampai sekarang belum ada tindakan khusus yang dilakukan. Selama ini DPRD Bali abai dan cenderung mencari aman,” tegasnya. 


Selanjutnya, massa bergerak ke Kantor Gubernur Bali. Orasi demi orasi pun dilakukan. “Ini sebagai dukungan kepada Gubernur agar serius mengawal isi suratnya. Kalau gubenur tidak serius mengawal isi suratnya, maka ini adalah perlawanan bagi dia,” tegasnya. 


Aksi pun ditutup dengan penampilan Scared Of Bums, yakni salah satu band yang selama ini getol melakukan penolakan rencana reklamasi di Teluk Benoa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/