MANGUPURA – Dugaan pemotongan jasa pelayanan (jaspel) di Rumah Sakit Daerah (RSD) Mangusada, Badung, menjadi bola panas.
Kabarnya, dugaan pemotongan jaspel tidak hanya dialami para dokter. Jaspel milik tenaga medis lainnya seperti bidan dan perawat juga diduga ikut “disunat”.
Jika kabar tersebut benar, maka ada seribu lebih tenaga medis yang menjadi korban dugaan pemotongan jaspel sepihak oleh manajemen.
Jumlah pegawai rumah sakit yang ada di Kelurahan Kapal, Mengwi, itu mencapai 1.063 orang. Separo dari jumlah tersebut adalah perawat.
Pengakuan mengejutkan itu disampaikan langsung salah seorang pegawai RSD Mangusada yang telah diperiksa penyidik Polda Bali.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, pegawai tersebut mengaku kaget setelah ditunjukkan buku besar milik manajemen RSD Mangusda yang disita penyidik. Buku besar itu berisi catatan jumlah pemotongan jaspel.
“Tapi, setelah saya cek, antara catatan di buku besar manajemen dengan uang yang masuk di rekening saya berbeda,” ujar sumber yang meminta identitas dirahasiakan itu.
Menurut sumber, jumlah pemotongan jaspel di buku besar nilainya jauh lebih besar dari yang masuk ke rekening pribadi.
“Misalnya, saya di buku besar tercatat menerima jaspel Rp 1,5 juta. Tapi, yang masuk ke rekening hanya Rp 1 juta. Jumlahnya jomplang (tidak seimbang),” beber sumber.
“Kalau dihitung sejak 2014, pemotongan jaspel ini bisa mencapai puluhan miliar,” tandas sumber. Menariknya, tidak sinkronnya jaspel tersebut juga dialami sejumlah dokter dan tenaga medis lainnya.
Bahkan, sumber Jawa Pos Radar Bali mengaku sudah bertemu dengan tenaga medis lainnya yang sudah diperiksa penyidik.
Rata-rata keterangan yang didapat sama. Yakni diduga dana jaspel disunat sebelum masuk rekening. Selama diperiksa penyidik, sumber koran ini juga ditanya seputar pemasukan sebagai dokter.
Mulai gaji pokok hingga tunjangan lainnya seperti dari jaspel dari pasien umum, pasien BPJS dan jaspel dari pelayanan KBS (Kartu Badung Sehat).
“Saya jelaskan semuanya. Penyidik tanya, kenapa saya tidak lapor karena jaspelnya dipotong. Saya jawab balik, bagaimana bisa lapor karena selama ini tidak pernah ada rincian jaspel yang sudah diberikan,” imbuh sumber.
Ditanya terkait keterangan direksi RSUD Mangusada yang mengaku pemotongan jasa pelayanan sudah sesuai aturan, sumber menyebut itu hanya klaim sepihak manajemen.
Katanya, manajemen berusaha berlindung di balik Perbup Nomor 54/2011 tentang Sistem Pemberian Remunerasi.
Perbup tersebut kemudian dimodifikasi ulang oleh manejemen dengan mengeluarkan surat keputusan (SK) Dirut RSD Mangusada pada 2014.
“Ibarat motor, manajemen ini berusaha memodoifikasi motor yang sudah standar pabrik. Modifnya sesuai keinginan mereka,” tukasnya.
Sementara itu, Dirut RSD Mangusada dr. Ketut Japa yang dikonfirmasi terkait “penyunatan” jaspel ini mengatakan, pihaknya belum mengetahui kebenaran kabar tersebut.
Menurut dia, pemotongan jaspel berdasar perbup dan kesepakatan bersama 2014 untuk dana suka duka. Besaran pemotongan Rp 1.500 per jaspel.
“Kalau ada yang di luar itu (kesepakatan bersama), mohon maaf saya tidak tahu. Yang saya tahu pemotongan jaspel berdasar perbup dan kesepakatan untuk suka duka,” jelas Japa.
Dana pemotongan jaspel sesuai kesepakatan untuk dijadikan santunan pada karyawan yang mempunyai hajat seperti menikah, atau yang sedang berduka. Japa pun menyebut semua ada catatanya.
Ditanya apakah tidak ada niatan menyelidiki kasus ini secara internal, Japa mengaku sudah mengumpulkan semua staf.
“Apa yang diceritakan mereka (staf) tentang pemotongan jaspel itu sudah sesuai perbup dan kesepakatan yang ada. Jadi, perbup dan kesepakatan itu yang dijadikan dasar pemotongan oleh tim keuangan kami,” klaimnya.
Kembali dikejar dugaan manajamen memodifikasi perbup dengan SK Dirut RSD Mangusada, Japa menyebut jaspel dibentuk berdasar perbup tahun 2011.
Beberapa waktu kemudian, SK tersebut di-review. Menurut Japa, dasar review SK karena ada keluhan dari karyawan yang merasa perbup tidak adil.
Ada yang merasa bekerja banyak, tapi jaspelnya sedikit. Pasien banyak namun jaspel yang diterima tidak sebanding.
Selanjutnya dilakukan kesepakatan antara manajemen dengan tim fungsional, kepala ruang, dan komite-komite yang mewakili pegawai lainnya.
Tim inilah yang membentuk rim remunerasi. Kesepakatan tersebut yang kemudian dijalankan sejak 2014 dengan lahirnya SK Dirut RSD Mangusada.