33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:41 PM WIB

Denpasar Belum Tertarik Pungut Pajak Kos-kosan, Alasannya Masuk Akal

DENPASAR –   Sepertinya Pemerintah Kota Denpasar tidak ingin terburu-buru mengikuti regulasi Pemerintah Kabupaten Badung mengenakan pajak 10 persen kepada pemilik kos.

Sebagaimana diketahui, Pemkab Badung merilis Perbup No 35 Tahun 2019 tentang Tata Cara Permohonan Pendaftaran Kembali dan Penyesuaian Izin Pengelolaan Rumah Kos.

Dengan aturan tersebut, Pemkab Badung punya payung hukum memungut pajak 10 persen kepada para pemilik kos.

Kepala Bapenda Denpasar I Dewa Nyoman Semadi untuk memungut pajak kos-kosan seperti di Badung, harus ada payung hukum yang mendasari.

Pihaknya  hanya bisa mengikuti aturan yang ada. “Yang pasti kita samakan dengan regulasi yang mendasari. Kalau memang lima kamar boleh dipajaki kita tinjau perdanya. 

Kalau ada regulasi mendukung lima kamar dipajaki, kita pajakin dengan merubah terlebih dahulu regulasi yang ada,” jelasnya.

 Sebab, saat ini yang kena wajib pajak untuk kos-kosan adalah minimal 10 kamar. Meski elite atau tidak yang menjadi ketentuan adalah jumlahnya.

Sayangnya saat ditanya jumlah wajib pajak untuk kos-kosan, Semadi mengaku tidak tahu karena tidak mambawa data.

“Ya kita tetap akan mengacu pada aturan main yang ada. Nanti kalau tidak ada payung hukum, tidak berani. Data saya tidak bawa. Sudah saya tanyakan staff belum dibaca. Ada datanya pajak dari kos-kosan,” ucapnya.

Untuk mencari wajib pajak ternyata dari Bapenda juga mengamati di media sosial. Setiap ada promo kos-kosan didatangi. Tapi, acap kali kurang beruntung. 

Ternyata pemilik kos yang didatangi tidak sesuai dengan ketentuan perda. Seperti kamar yang disewa tidak sampai 10. Jadi, tidak bisa dikenakan pajak.

“Kami mengambil dari berbagai sumber. Di samping dengan kaling, kadus kita  berikan formulir untuk membantu. Kemudian dari medsos juga.  

Begitu dia promosi kami datangin. Datangin cuma kamarnya tidak tahu kita kan kadang-kadang sudah datang ke lapangan tahu-tahu di bawah itu ketentuan perda,” ucapnya.

Sementara itu, anggota DPRD Kota Denpasar, AA Susruta Ngurah Putra berpendapat, merujuk pada Undang-undang  Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah,

yang kena pajak adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel,

losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10.

“Kalau di Denpasar ya masih berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 2009 minimal 10 kamar,” ucap politisi Demokrat ini. 

DENPASAR –   Sepertinya Pemerintah Kota Denpasar tidak ingin terburu-buru mengikuti regulasi Pemerintah Kabupaten Badung mengenakan pajak 10 persen kepada pemilik kos.

Sebagaimana diketahui, Pemkab Badung merilis Perbup No 35 Tahun 2019 tentang Tata Cara Permohonan Pendaftaran Kembali dan Penyesuaian Izin Pengelolaan Rumah Kos.

Dengan aturan tersebut, Pemkab Badung punya payung hukum memungut pajak 10 persen kepada para pemilik kos.

Kepala Bapenda Denpasar I Dewa Nyoman Semadi untuk memungut pajak kos-kosan seperti di Badung, harus ada payung hukum yang mendasari.

Pihaknya  hanya bisa mengikuti aturan yang ada. “Yang pasti kita samakan dengan regulasi yang mendasari. Kalau memang lima kamar boleh dipajaki kita tinjau perdanya. 

Kalau ada regulasi mendukung lima kamar dipajaki, kita pajakin dengan merubah terlebih dahulu regulasi yang ada,” jelasnya.

 Sebab, saat ini yang kena wajib pajak untuk kos-kosan adalah minimal 10 kamar. Meski elite atau tidak yang menjadi ketentuan adalah jumlahnya.

Sayangnya saat ditanya jumlah wajib pajak untuk kos-kosan, Semadi mengaku tidak tahu karena tidak mambawa data.

“Ya kita tetap akan mengacu pada aturan main yang ada. Nanti kalau tidak ada payung hukum, tidak berani. Data saya tidak bawa. Sudah saya tanyakan staff belum dibaca. Ada datanya pajak dari kos-kosan,” ucapnya.

Untuk mencari wajib pajak ternyata dari Bapenda juga mengamati di media sosial. Setiap ada promo kos-kosan didatangi. Tapi, acap kali kurang beruntung. 

Ternyata pemilik kos yang didatangi tidak sesuai dengan ketentuan perda. Seperti kamar yang disewa tidak sampai 10. Jadi, tidak bisa dikenakan pajak.

“Kami mengambil dari berbagai sumber. Di samping dengan kaling, kadus kita  berikan formulir untuk membantu. Kemudian dari medsos juga.  

Begitu dia promosi kami datangin. Datangin cuma kamarnya tidak tahu kita kan kadang-kadang sudah datang ke lapangan tahu-tahu di bawah itu ketentuan perda,” ucapnya.

Sementara itu, anggota DPRD Kota Denpasar, AA Susruta Ngurah Putra berpendapat, merujuk pada Undang-undang  Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah,

yang kena pajak adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel,

losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10.

“Kalau di Denpasar ya masih berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 2009 minimal 10 kamar,” ucap politisi Demokrat ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/