29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:17 AM WIB

TERUNGKAP! Tapal Batas Buleleng – Bangli “Hanya” Bergeser 600 Meter

RadarBali.com – Kabar bergesernya tapal batas Kabupaten Buleleng dengan Bangli menjadi perhatian serius Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Bali.

Berdasar hasil pengecekan di lapangan oleh Dishut, ternyata pergeseran tersebut benar adanya. Petugas yang diturunkan ke lapangan menemukan beton tapal batas yang digeser sejauh 600 meter dari posisi semula.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, IGN Wiranatha, memaparkan, pergeseran tapal batas Buleleng-Bangli itu tepatnya berada di kawasan hutan lindung antara Desa Les, Buleleng dengan Desa Siakin, Bangli.

Namun, walau beton tapal batas digeser, Wiranatha menyebut titik koordinat tetap tidak bisa diubah.

“Informasi di lapangan, (tapal batas) dibawa naik ke atas 600 meter,” terang Wiranatha kepada awak media, kemarin (14/9).

Meski mengetahui adanya pergeseran, Dishut belum tahu siapa yang menggeser dan untuk keperluan apa.

Wiranatha berharap Bupati Buleleng dengan Bangli secepatnya melakukan koordinasi. Tujuannya masalah yang ditemukan bisa diatasi.

Selain itu, menurut Wiranatha di hutan perbatasan tersebut tidak menanam tanaman semusim karena akan berdampak terhadap Buleleng.

Pihaknya menyarankan daerah dengan ketinggian tertentu tanaman semusim harus dikombinasikan dengan tanaman tahunan.

“Kalau tanaman itu ternyata untuk menyokong perekonomian, maka pemerintah harus hadir memberikan subsidi atau bantuan,” jelasnya.

Wiranatha memastikan tanaman dan pohon di kawasan hutan masih utuh. Tidak seperti isu yang berkembang bila pergeseran batas wilayah juga dibarengi dengan penanaman cengkeh, kopi, dan tanaman lainnya di kawasan hutan.

Di perbatasan tersebut ada tanah masyarakat cukup luas di dalam kawasan hutan. Lahan milik masyarakat itu yang mungkin itu yang ditanami kopi dan cengkeh.

Wiranatha tidak bisa melarang masyarakat untuk menanam kopi dan cengkeh pada tanah masyarakat. Namun, bila ada kekhawatiran dari masyarakat, maka harus ada koordinasi antara Bupati Buleleng dan Bangli.

Terlebih, menyangkut kekhawatiran akan keberadaan tanaman kopi dan cengkeh dapat merubah hidro-orologis yang memicu terjadinya bencana.

Terpisah, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur, Abdul Muthalib S., menyatakan, kawasan hutan tidak boleh dibatasi sembarangan.

Abdul menduga tapal batas itu dipasang oleh Kementrian Dalam Negeri. Bisa jadi memang untuk menentukan perbatasan antara Buleleng dan Bangli.

Namun, bisa jadi pula untuk keperluan yang lain. “Artinya, kalau kita punya rumah, punya tanah, orang-orang membatasi tanah kita, ini persoalan pertama,” ungkapnya.

RadarBali.com – Kabar bergesernya tapal batas Kabupaten Buleleng dengan Bangli menjadi perhatian serius Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Bali.

Berdasar hasil pengecekan di lapangan oleh Dishut, ternyata pergeseran tersebut benar adanya. Petugas yang diturunkan ke lapangan menemukan beton tapal batas yang digeser sejauh 600 meter dari posisi semula.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, IGN Wiranatha, memaparkan, pergeseran tapal batas Buleleng-Bangli itu tepatnya berada di kawasan hutan lindung antara Desa Les, Buleleng dengan Desa Siakin, Bangli.

Namun, walau beton tapal batas digeser, Wiranatha menyebut titik koordinat tetap tidak bisa diubah.

“Informasi di lapangan, (tapal batas) dibawa naik ke atas 600 meter,” terang Wiranatha kepada awak media, kemarin (14/9).

Meski mengetahui adanya pergeseran, Dishut belum tahu siapa yang menggeser dan untuk keperluan apa.

Wiranatha berharap Bupati Buleleng dengan Bangli secepatnya melakukan koordinasi. Tujuannya masalah yang ditemukan bisa diatasi.

Selain itu, menurut Wiranatha di hutan perbatasan tersebut tidak menanam tanaman semusim karena akan berdampak terhadap Buleleng.

Pihaknya menyarankan daerah dengan ketinggian tertentu tanaman semusim harus dikombinasikan dengan tanaman tahunan.

“Kalau tanaman itu ternyata untuk menyokong perekonomian, maka pemerintah harus hadir memberikan subsidi atau bantuan,” jelasnya.

Wiranatha memastikan tanaman dan pohon di kawasan hutan masih utuh. Tidak seperti isu yang berkembang bila pergeseran batas wilayah juga dibarengi dengan penanaman cengkeh, kopi, dan tanaman lainnya di kawasan hutan.

Di perbatasan tersebut ada tanah masyarakat cukup luas di dalam kawasan hutan. Lahan milik masyarakat itu yang mungkin itu yang ditanami kopi dan cengkeh.

Wiranatha tidak bisa melarang masyarakat untuk menanam kopi dan cengkeh pada tanah masyarakat. Namun, bila ada kekhawatiran dari masyarakat, maka harus ada koordinasi antara Bupati Buleleng dan Bangli.

Terlebih, menyangkut kekhawatiran akan keberadaan tanaman kopi dan cengkeh dapat merubah hidro-orologis yang memicu terjadinya bencana.

Terpisah, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur, Abdul Muthalib S., menyatakan, kawasan hutan tidak boleh dibatasi sembarangan.

Abdul menduga tapal batas itu dipasang oleh Kementrian Dalam Negeri. Bisa jadi memang untuk menentukan perbatasan antara Buleleng dan Bangli.

Namun, bisa jadi pula untuk keperluan yang lain. “Artinya, kalau kita punya rumah, punya tanah, orang-orang membatasi tanah kita, ini persoalan pertama,” ungkapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/