29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:18 AM WIB

Yuk Belajar, Ini Alasan Kenapa Indonesia Tak Butuh IMF, Ternyata…

DENPASAR – Indonesia punya sejarah kelam saat berurusan dengan International Monetary Fund (IMF) dua dekade silam.

Bukannya lepas dari krisis monetar pada tahun 1998 silam, Indonesia justru mengalami multi krisis yang masih bisa dirasakan sampai sekarang.

Paling pahit, dampak akibat berurusan dengan IMF, Indonesia mengalami krisis politik dan keamanan.

Jauh sebelumnya, mantan Menteri Keuangan era Presiden Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Rizal Ramli, sudah mengingatkan, pentingnya Indonesia tidak bergantung dengan IMF.

Kekhawatiran Rizal Ramli soal IMF bukan tanpa alasan. Dia melihat beberapa negara malah terperosok makin dalam.

Sebagai bukti, pasca penandatanganan Leter of Intent antara IMF dengan Presiden Soeharto, IMF segera mengeluarkan aneka kebijakan yang membuat situasi makin buruk.

Saat itu, IMF menyarankan tingkat bunga bank dinaikkan dari 18 persen menjadi 80 persen. Dampaknya, banyak perusahaan langsung bangkrut.

Saran IMF untuk menutup 16 bank juga menuai polemik. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada perbankan Indonesia.

Para nasabah ramai-ramai menarik uang simpanan mereka di bank. Pemerintah terpaksa menyuntikkan dana BLBI sebesar USD 80 miliar.

Dari sini, kasus korupsi megatriliunan itu terjadi dan tidak tuntas sampai sekarang. Namun yang paling parah, IMF meminta Indonesia menaikkan harga BBM.

Permintaan itu yang membuat Indonesia makin terpuruk. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena pemerintah menaikkan harga BBM hingga 74 persen.

Saat ditelusuri lebih jauh, butir-butir kesepakatan antara Indonesia dengan IMF menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita:

Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud.

Maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Yang menarik dan jadi tanda tanya, kenapa untuk membuat UU BI sampai harus IMF yang turun tangan, bukan bangsa Indonesia sendiri?

Ternyata di sini letak jawabannya. Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota.

Karena itu, keberadaan UU BI tentu sejalan dengan kemauan IMF. Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia.

Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :

Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.

Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF Indonesia harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.

Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.

Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, expor impor emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.

 

Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia.

Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF.

Butir-butir sesudah ini hanya menambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.

Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public.

Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.

Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional.

Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.

Dari contoh-contoh ini, dengan gamblang kita bisa membaca begitu kentalnya kepentingan korporasi asing besar, pemerintah asing dan institusi asing

yang oleh John Perkins disebut sebagai korporatokrasi yang mendiktekan kepentingan mereka ketika kita dalam posisi yang sangat lemah, yang diawali oleh kehancuran atau penghancuran nilai mata uang Rupiah kita.

Keberadaan IMF di Indonesia adalah mimpi buruk. Jadi, masih mau Indonesia bergantung dengan IMF? (diolah dari berbagai sumber)

 

DENPASAR – Indonesia punya sejarah kelam saat berurusan dengan International Monetary Fund (IMF) dua dekade silam.

Bukannya lepas dari krisis monetar pada tahun 1998 silam, Indonesia justru mengalami multi krisis yang masih bisa dirasakan sampai sekarang.

Paling pahit, dampak akibat berurusan dengan IMF, Indonesia mengalami krisis politik dan keamanan.

Jauh sebelumnya, mantan Menteri Keuangan era Presiden Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Rizal Ramli, sudah mengingatkan, pentingnya Indonesia tidak bergantung dengan IMF.

Kekhawatiran Rizal Ramli soal IMF bukan tanpa alasan. Dia melihat beberapa negara malah terperosok makin dalam.

Sebagai bukti, pasca penandatanganan Leter of Intent antara IMF dengan Presiden Soeharto, IMF segera mengeluarkan aneka kebijakan yang membuat situasi makin buruk.

Saat itu, IMF menyarankan tingkat bunga bank dinaikkan dari 18 persen menjadi 80 persen. Dampaknya, banyak perusahaan langsung bangkrut.

Saran IMF untuk menutup 16 bank juga menuai polemik. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada perbankan Indonesia.

Para nasabah ramai-ramai menarik uang simpanan mereka di bank. Pemerintah terpaksa menyuntikkan dana BLBI sebesar USD 80 miliar.

Dari sini, kasus korupsi megatriliunan itu terjadi dan tidak tuntas sampai sekarang. Namun yang paling parah, IMF meminta Indonesia menaikkan harga BBM.

Permintaan itu yang membuat Indonesia makin terpuruk. Kerusuhan terjadi di mana-mana karena pemerintah menaikkan harga BBM hingga 74 persen.

Saat ditelusuri lebih jauh, butir-butir kesepakatan antara Indonesia dengan IMF menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita:

Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud.

Maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Yang menarik dan jadi tanda tanya, kenapa untuk membuat UU BI sampai harus IMF yang turun tangan, bukan bangsa Indonesia sendiri?

Ternyata di sini letak jawabannya. Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota.

Karena itu, keberadaan UU BI tentu sejalan dengan kemauan IMF. Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia.

Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :

Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.

Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF Indonesia harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.

Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.

Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, expor impor emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.

 

Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia.

Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF.

Butir-butir sesudah ini hanya menambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.

Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public.

Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.

Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional.

Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.

Dari contoh-contoh ini, dengan gamblang kita bisa membaca begitu kentalnya kepentingan korporasi asing besar, pemerintah asing dan institusi asing

yang oleh John Perkins disebut sebagai korporatokrasi yang mendiktekan kepentingan mereka ketika kita dalam posisi yang sangat lemah, yang diawali oleh kehancuran atau penghancuran nilai mata uang Rupiah kita.

Keberadaan IMF di Indonesia adalah mimpi buruk. Jadi, masih mau Indonesia bergantung dengan IMF? (diolah dari berbagai sumber)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/