PRO-Eksistensi merupakan semangat untuk hidup bersama secara dinamis dan harmonis di tengah-tengah kemajemukan dan berbagai perbedaan yang ada di masyarakat kita.
Akan tetapi, pro-eksistensi ini belum tercipta secara nyata di Indonesia. Papua, Papua, dan Papua. Lagi-lagi Papua. Mulai dari OPM (Organisasi Papua Merdeka), penguasaan kekayaan alam oleh asing,
perang saudara, kasus Tolikara, penembakan pekerja jalur trans-Papua, sampai konflik terbaru saat ini yaitu pengepungan asrama mahasiswa Papua di Semarang, Surabaya, dan Malang.
Sebenarnya tidak hanya itu. Masih banyak lagi persoalan yang terjadi di tanah ini. Apa yang menjadi masalah di sini? Sebenarnya ada apa dengan “Pulau Surga” yang satu ini?
Jika kita menengok permasalahan yang terjadi di sana, sebagian besar persoalan terjadi karena kesalahan dari kita sendiri.
Kata “kita” disini yang dimaksud adalah rakyat dan juga pemerintah Indonesia. Tidak mau disalahkan! Masih tidak tahu salah kita apa?! Itulah salah kita. Kita berbuat salah, tapi tidak tahu kesalahannya apa.
Dasar people negara berflower. Begitu kata anak muda zaman sekarang. Apanya yang mau diperbaiki, kalau sadar berbuat salah saja tidak.
Oke begini, luangkan waktu sejenak. Coba lihat dan renungkan penyakit apa yang ada dalam diri kita, yang membuat kita tidak peduli terhadap permasalahan atau bahkan kita sendiri yang membuat permasalahan di tanah timur ini.
Sungguh egois, angkuh, sewenang-wenang, merasa baik sendiri, bodo amat. Ya benar. Itulah masalah kita.
Kita sebagai rakyat Indonesia tidak peduli permasalahan apa yang terjadi di sana.
Mahalnya pangan, sulitnya jalur transportasi, tidak adanya fasilitas umum, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terbatas.
Sehingga angka harapan hidup serta sumber daya manusia yang ada disana menjadi rendah. Lebih parahnya lagi, sebagian besar dari kita mempunyai pemikiran yang negatif tentang Papua.
Sehingga saat ini, banyak sekali kasus dimana orang Papua diremehkan, direndahkan, dan dipandang sebelah mata.
Pelanggaran SARA sering terjadi pada orang-orang Papua. Padahal kita ini satu, satu tanah air, tanah air Indonesia. Satu bangsa, Bangsa Indonesia dan satu bahasa, bahasa Indonesia.
Bahkan tidak hanya di Papua intoleransi itu terjadi. Banyak kejadian di sekitar kita yang menunjukkan intoleransi.
Sikap individualis, ingin menang sendiri, tidak memikirkan kepentingan orang lain, tidak punya rasa empati, dan masih banyak lagi lainnya. Sungguh tragis.
Dulu, sumpah pemuda dijadikan sebagai tonggak persatuan dan toleransi antar perbedaan yang ada. Kini nyatanya, sumpah pemuda hanya menjadi kenangan sejarah yang terabaikan.
Menjadi materi pembelajaran di sekolah-sekolah yang sebatas untuk dihafal kemudian dilupakan. Penerapannya nol. Tidak ada sama sekali.
Apa yang akan para pejuang kemerdekaan katakan pada kita, melihat kondisi bangsa yang mereka perjuangkan mati-matian saat ini.
Perpecahan dimana-mana. Tentunya mereka sangat kecewa. Kita yang tinggal menikmati kemerdekaan tanpa tahu rasanya perjuangan merebut kemerdekan Indonesia dari para penjajah yang kejam.
Tugas kita yang seharusnya membangun bangsa, malah merusaknya. Kita, Papua, serta semua daerah di Indonesia adalah satu tubuh.
Jika salah satu bagian tubuh sakit maka bagian lain akan sakit juga. Bukannya malah menyakiti, tapi bagian tubuh yang lain harus menolong.
Begitu pula dengan Papua, jika ada permasalahan di Papua maka kita juga harus peduli. Kita harus ikut membela, mendukung, dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Seperti kasus yang baru saja terjadi belakangan ini. Kasus pengepungan asrama mahasiswa Papua di Semarang, Surabaya, dan Malang.
Kasus ini dianggap sebagai rasisme terhadap orang Papua. Pihak Papua yang yang tidak terima dengan kejadian ini, mengadakan aksi damai yang menyebabkan kericuhan di beberapa wilayah Papua seperti di Jayapura, Fakfak, Manokwari, dan Timika.
Banyak kerugian akibat aksi ini. Fasilitas-fasilitas umum banyak yang rusak. Kejadian ini berdampak besar bagi bangsa Indonesia, khususnya rakyat Papua.
Sebagian masyarakat Papua tidak percaya lagi akan toleransi bangsa Indonesia. Dari kasus tersebut, kita dapat mengetahui bahwa masih banyak orang bahkan aparat negara yang memandang negatif orang-orang Papua.
Mereka melontarkan kata-kata kasar tanpa memikirkan bahwa orang Papua juga merupakan bagian dari dirinya. Orang Papua juga mempunyai hak-hak yang sama dengan kita sebagai bangsa Indonesia.
Benar-benar rusak moral rakyat Indonesia yang menghina saudaranya sendiri. Benar kata Bung Karno “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.
Mau jadi apa bangsa ini kedepannya, jika intoleransi dimana-mana. Bisa jadi Papua marah dan muncul keinginan lagi untuk mendirikan negara sendiri.
Tidak hanya Papua, jika sifat dan sikap rakyat kita tetap intoleransi, tidak apa persatuan kesatuan, maka kelak gerakan separatis akan muncul dimana-mana.
Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana seharusnya tindakan pemerintah ? Pertama dan menjadi hal yang paling utama, setiap orang harus mempunyai dan mengamalkan nilai-nilai agama mereka.
Seorang yang mempunyai iman yang kuat tidak akan membuat kerusakan, melainkan akan selalu menebar maslahat bagi semuanya.
Selain itu, kita sebagai generasi emas harus sadar dan memulai dari diri sendiri kesadaran untuk bertoleransi.
Selanjutnya, kita harus saling mengingatkan, saling merangkul, bersatu untuk menjaga kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kita tidak dapat bergerak sendiri-sendiri, kita harus bersama-sama. Tidak ada kata aku, kamu, melainkan ‘KITA’. KITA SATU INDONESIA.
Tanamkan semangat sumpah pemuda yang membara pada tanggal 28 Oktober 1928 dulu, kepada jiwa setiap orang di zaman sekarang.
Jangan sampai kita masih meributkan masalah toleransi, perpecahan dimana-mana, sedangkan negara lain sedang berlomba-lomba untuk membangun teknologi dan bangsa mereka.
Kita bangsa Indonesia, tidak boleh kalah dari negara lain. Kemudian, peran pemerintah dalam mewujudkan toleransi disini sangatlah besar.
Pemerintah harus benar-benar menerapkan Undang-Undang secara benar dan adil. Pemerintah sebagai orang-orang kepercayaan masyarakat harus dapat dipercayai.
Mereka harus menjamin hak-hak setiap rakyatnya benar-benar terpenuhi. Karena salah satu sebab perpecahan adalah adanya pelanggran-pelanggaran hak rakyat.
Salah satu contohnya adalah Papua. Tanah surga yang menyimpan begitu banyak potensi dunia.
Keanekaragamannya, kekayaan alam terutama tambang emasnya, panorama yang asri dan begitu indah, serta yang budaya unik dan terjaga. Jika dilihat dari situ, kemakmuran masyakat Papua seharusnya terjamin.
Akan tetapi, buktinya masih banyak masyarakat Papua yang tidak sejahtera. Jangan sampai ada anggota pemerintahan yang melanggar amanah dari rakyat.
Hapuskan dan hukum berat para pelaku KKN (Korupsi, kolusi, dan Nepotisme). KPK harus tegas. Demi terciptanya keadilan bersama.
Pemerintah seharusnya memanfaatkan kekayaan alam Indonesia untuk kesejahteraan rakyat. Jangan memberikan kesempatan kepada negara asing untuk mengeruk kekayaan Indonesia.
Jika itu terjadi, maka kita telah dibodohi. Kita yang sebenarnya kaya, menjadi miskin karena kesalahan kita sendiri.
Mari kita bersatu, wujudkan pro-eksistensi yang nyata di Indonesia.Generasi emas yang akan membawa Indonesia pada kejayaan. Itulah rasa yang harus ditanamkan pada diri kita.
Dari Sabang sampai Merauke. Baik yang muda atau tua. Jangan sampai ada hal kecil yang membuat kita terpecah belah. Kita Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Pancasila ideologi kita, pemersatu kita, dan landasan dasar kehidupan kita di negara tercinta ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia. (fajar triutami-universitas brawijaya)