27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:36 AM WIB

Banyak Tenaga Kerja di Bali Digaji di Bawah UMP, Ini Dalih Pemerintah…

DENPASAR – Meski sudah dibuatkan regulasi tentang upah mimimum tenaga kerja, ternyata masih banyak perusahaan memberikan upah tenaga kerja di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Padahal, UMP merupakan patokan terkecil untuk menyusun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

“Masih ada tenaga kerja yang hanya dibayar Rp 1,5 juta atau bahkan Rp 800 ribu,” tandas Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta, kemarin.

Selain gaji kecil di bawah ketentuan UMP, juga masih banyak ditemukan masalah menyangkut hubungan tenaga kerja dan perusahaan.

Masih banyak perusahaan yang mempekerjakan karyawannya dengan sistem kontrak atau pekerja harian.

“Seharusnya pekerjaan yang tidak di-outsourcing-kan malah di-outsourcing-kan,” sentil Nyoman Parta.

Menyikapi permasalahan yang terjadi, rancangan Perda tentang Perlindungan Tenaga Kerja Lokal mulai dibahas oleh eksekutif dan legislatif di DPRD Bali kemarin.

Keberadaan perda dinilai penting lantaran ada banyak masalah ketenagakerjaan di Bali. Perda ini sekaligus untuk melengkapi aturan tentang ketenagakerjaan di tingkat nasional.

Lebih lanjut dijelaskan Parta, Ranperda juga akan memuat tentang parameter nilai atau angka yang diberikan ketika menentukan jumlah gaji untuk pekerja.

Pihaknya akan memasukkan komponen lokal, yakni kebutuhan hidup layak dikaitkan dengan faktor sosial-budaya.

Komponen sosial-budaya dimasukkan sebagai bagian dari kebutuhan hidup layak, sehingga upah pekerja di Bali lebih layak.

“Solusinya dibuat bentuk pengupahan dengan sistem sektoral. Utamanya pada beberapa sektor yang menonjol di Bali, seperti pekerja pariwisata, pekerja industri kreatif, dan lainnya,” imbuhnya.

Menanggapi temuan dewan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda berdalih keterbatasan tenaga pengawas lapangan.

“Pengawas kami hanya 25 orang. Di lain pihak perusahaan yang kami awasi 11.053 perusahaan. Jadi, prioritasnya adalah perusahaan-perusahaan yang ada masalah,” dalihnya.

Meski begitu, Arda mengklaim sudah melakukan pengawasan di lapangan. Pengawasan itu dilakukan secara berkala ke perusahaan-perusahaan.

Terutama menyangkut masalah upah, dengan harapan upah dibayar minimal sesuai UMK atau UMSK (Upah Minimum Sektoral) khususnya di Badung.

“Kami sedang mengkaji untuk menambah tenaga pengawas. Pengawas saat ini selain jumlahnya sedikit, sebagian besar sudah berumur,” imbuhnya.

Sedangkan terkait sistem outsourcing, Arda menyebut dimungkinkan dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun terbatas pada pekerjaan yang sifatnya tidak tetap, seperti sekuriti, cleaning service, tukang kebun, sektor transportasi, dan pertambangan. Di luar lima jenis pekerjaan itu dikatakan tidak boleh. 

DENPASAR – Meski sudah dibuatkan regulasi tentang upah mimimum tenaga kerja, ternyata masih banyak perusahaan memberikan upah tenaga kerja di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Padahal, UMP merupakan patokan terkecil untuk menyusun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

“Masih ada tenaga kerja yang hanya dibayar Rp 1,5 juta atau bahkan Rp 800 ribu,” tandas Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta, kemarin.

Selain gaji kecil di bawah ketentuan UMP, juga masih banyak ditemukan masalah menyangkut hubungan tenaga kerja dan perusahaan.

Masih banyak perusahaan yang mempekerjakan karyawannya dengan sistem kontrak atau pekerja harian.

“Seharusnya pekerjaan yang tidak di-outsourcing-kan malah di-outsourcing-kan,” sentil Nyoman Parta.

Menyikapi permasalahan yang terjadi, rancangan Perda tentang Perlindungan Tenaga Kerja Lokal mulai dibahas oleh eksekutif dan legislatif di DPRD Bali kemarin.

Keberadaan perda dinilai penting lantaran ada banyak masalah ketenagakerjaan di Bali. Perda ini sekaligus untuk melengkapi aturan tentang ketenagakerjaan di tingkat nasional.

Lebih lanjut dijelaskan Parta, Ranperda juga akan memuat tentang parameter nilai atau angka yang diberikan ketika menentukan jumlah gaji untuk pekerja.

Pihaknya akan memasukkan komponen lokal, yakni kebutuhan hidup layak dikaitkan dengan faktor sosial-budaya.

Komponen sosial-budaya dimasukkan sebagai bagian dari kebutuhan hidup layak, sehingga upah pekerja di Bali lebih layak.

“Solusinya dibuat bentuk pengupahan dengan sistem sektoral. Utamanya pada beberapa sektor yang menonjol di Bali, seperti pekerja pariwisata, pekerja industri kreatif, dan lainnya,” imbuhnya.

Menanggapi temuan dewan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda berdalih keterbatasan tenaga pengawas lapangan.

“Pengawas kami hanya 25 orang. Di lain pihak perusahaan yang kami awasi 11.053 perusahaan. Jadi, prioritasnya adalah perusahaan-perusahaan yang ada masalah,” dalihnya.

Meski begitu, Arda mengklaim sudah melakukan pengawasan di lapangan. Pengawasan itu dilakukan secara berkala ke perusahaan-perusahaan.

Terutama menyangkut masalah upah, dengan harapan upah dibayar minimal sesuai UMK atau UMSK (Upah Minimum Sektoral) khususnya di Badung.

“Kami sedang mengkaji untuk menambah tenaga pengawas. Pengawas saat ini selain jumlahnya sedikit, sebagian besar sudah berumur,” imbuhnya.

Sedangkan terkait sistem outsourcing, Arda menyebut dimungkinkan dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun terbatas pada pekerjaan yang sifatnya tidak tetap, seperti sekuriti, cleaning service, tukang kebun, sektor transportasi, dan pertambangan. Di luar lima jenis pekerjaan itu dikatakan tidak boleh. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/