DENPASAR – Produk obat dan makanan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) mengalami peningkatan di Bali. Hal ini pun disebut dapat mengancam pariwisata di Pulau Dewata.
Balai Besar Pengawasan Obat dab Makanan (BBPOM) Denpasar mencatat, ada 3.530 item dengan 65.485 pcs yang menjadi temuan pihaknya dari hasil operasi bulan Juli 2017 hingga Desember 2018.
Untuk prakiraan harga pun mencapai angka Rp. 1.269.378.600. Temuan ini pun lebih banyak dibanding tahun 2016-2017, yakni 2.661 item dari 54.777 pcs, dengan prakiraan harga Rp. 823.351.242.
“Mereka (produsen dan distributor obat dan makanan TMK) memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat.
Makanya, temuan pun kian meningkat,” ujar Kepala BBPOM d Denpasar Dra I Gusti Ayu Adhi Aryapatni Apt pada Kamis (9/5) siang.
Terlebih, lanjutnya, usai melakukan pemusnahan hasil temuan tersebut di halaman kantornya yang berada di Renon, Denpasar,
bila ini dibiarkan, terutama pada produk makanan untuk wisatawan yang sering dimanfaatkan, akan berbahaya bagi keberlangsungan pariwisata di Bali.
“Apalagi dengan penjualan via online yang pengawasannya sangat sulit. Kami juga telah berkerjasama dengan Kominfo untuk menseleksi produk. Jika berbahaya, maka dapat di block situs tersebut,” ujarnya.
Lalu bagaimana dengan para penjual? “Kami juga lakukan langkah hukum. Tahun lalu ada dua belas perkara. Kalau tahun ini, sampai sekarang baru lima perkara yang masuk persidangan,” ujarnya.
Sayangnya, lanjut Aryapatni, efek jera bagi para pelaku tidak terlalu berpengaruh. Alasannya, masih cukup banyak vonis miring yang diterima para pelaku.
“Ya, ternyata belum juga memberikan efect jera. Vonis juga tidak sesuai tuntutan. Para pelaku hanya dihukum
hitungan bulan ataupun percobaan, padahal sesuai undang-undang bisa mencapai lima belas tahun,” ujarnya.
Untuk itu, penegakan hukum mesti menjadi perhatian serius untuk bisa memberikan efek jera. Salah satunya tentu dengan memberikan hukuman yang maksimal bagi para pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana ini.