DENPASAR – Persoalan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA/ SMK negeri di Bali tak kunjung berakhir.
Meski, sudah dilakukan pengumuman PPDB, tapi karena ada keluhan dari orang tua, pemprov kembali membuka daya tampung dengan nilai ujian nasional (NUN).
Namun, upaya itu pun belum memuaskan orangtua peserta didik. Akhirnya, ratusan orang tua siswa kembali mendatangi DPRD Bali mengadukan masalah ini.
Para orang tua calon siswa SMA/ SMK ini diterima anggota DPRD Bali, khususnya Komisi IV yang membidangi masalah pendidikan.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta meminta orang tua untuk menunggu hingga pengumuman PPDB sesuai SE Gubernur, Selasa (9/7) ini.
Pihaknya mengaku belum tahu berapa jumlah siswa yang masih tercecer setelah dilakukan optimalisasi daya tampung.
Termasuk berapa jumlah siswa yang sudah diterima di sekolah swasta pasca PPDB gelombang pertama.
“Sehingga dari jumlah yang besok (hari ini, Red), kita akan mengambil keputusan solusi 1, solusi 2, dan solusi 3,” jelasnya.
Menurut Parta, solusi pertama adalah menambah ruang kelas baru. Kalau memang ruangan tidak cukup, solusi lainnya adalah sekolah sore.
Solusi selanjutnya, membangun sekolah baru. Namun, solusi terakhir itu (menambah sekolah negeri baru) itu masih akan dikoordinasikan dengan gubernur.
Saat ditanya mengenai jumlah rombel yang melebihi aturan, Parta mengaku akan ada caranya agar tidak melanggar Permendikbud.
Namun, Parta enggan membebernya. Seluruh alternatif solusi tersebut juga dikatakan tidak lagi dikonsultasikan dengan Kemendikbud.
“Tidak, sudah urusan di daerah. Kan dia (Kemendikbud) sudah mengeluarkan zonasi. Ternyata hasilnya seperti ini, kita selesaikan di daerah,” tegas politisi PDIP asal Guwang, Gianyar ini.
Parta berharap, siswa yang sudah diterima di sekolah swasta tidak lagi memaksa untuk bisa masuk ke negeri karena akan menambah masalah.
Bagi siswa yang sudah masuk ke SMA/ SMK swasta, pihaknya menjanjikan dana pendamping BOS. Sebelumnya, memang ada pembahasan, provinsi akan memberikan dana untuk siswa di SMA/ SMK swasta Rp 900 ribu per tahun, itu artinya hanya Rp75 ribu per bulan.
Padahal, SPP di SMA/ SMK swasta rata-rata di atas Rp 200 ribu per bulan, belum termasuk biaya lain-lainnya.
“Pendamping BOS pasti kita anggarkan di 2019 untuk membantu sekolah swasta yang tidak mandiri, karena banyak juga yang mandiri atau tidak mau
dana BOS. Ada yang memang sangat perlu pendamping BOS, yang ada di pedesaan kita banyak,” paparnya.