25.9 C
Jakarta
18 April 2024, 22:40 PM WIB

Bali Berpotensi Gempa Bumi 8,5 SR, Kini Kembangkan Sistem Kebencanaan

DENPASAR – Dari segi luas wilayah, Bali merupakan pulau kecil. Hanya 5.636 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 4,3 juta dengan 8 kabupaten dan 1 kota, 57 kecamatan, 636 desa, 80 kelurahan, dan yang paling unik di Bali adalah terdapat 1.493 desa adat yang menjadi salah satu kekuatan di dalam pengelolaan kebencanaan di Bali.

 

Sementara dari sisi geografis, di Bali terdapat 2 gunung berapi yang aktif, yakni Gunung Agung dan Gunung Batur. Dan Gunung Agung pada tahun 2017 mengalami erupsi yang mengakibatkan permasalahan di masyarakat termasuk gangguan terhadap kehidupan penyelenggaraan kepariwisataan di Bali.

 

Selain itu Bali juga berhadapan dengan zona megathrust segmen Sumba yang memiliki potensi gempa dan tsunami dengan magnitude yang bisa mencapai 8,5 SR. Kemudian juga Bali berada di antara 2 patahan, yakni patahan belakang kerawanan dari utara dan dari kerawanan subduksi lempeng dari selatan. 

 

“Karena itu kami mengembangkan sistem kebencanaan di Provinsi Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah Bali, yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Yaitu menjaga kelestarian alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia meliputi tiga aspek utama. Yaitu alam, manusia dan kebudayaan,” jelas Gubernur Bali Wayan Koster saat menjadi Pembicara pada acara Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2021 secara virtual pada Rabu (10/3) siang.

 

Menurut Gubernur Koster, pengelolaan risiko terpadu merupakan pendekatan yang menjadi pertimbangan sebagai adaptasi perubahan iklim dan juga pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung penghidupan elemen paling beresiko, yaitu terhadap kemanusiaan.

 

Lebih lanjut, Pemprov Bali mengembangkan kebijakan dengan tata kelola kebencanaan yang meliputi penguatan kelembagaan. Yaitu dengan membentuk BPBD Provinsi serta Kabupaten/Kota yang ada di Bali, pembentukan UPTD Penggendalian Bencana Daerah yang meliputi berbagai sarana/ prasarana serta sebagai sistem data dan informasi serta peringatan dini dalam kaitan dengan tanggap darurat dan juga pelayanan terhadap kegawat daruratan.

 

Juga didukung dengan peraturan daerah serta manajeman yang berkaitan dengan resiko bencana, penanggulangan bencana, kontingensi tanggap darurat dan juga pengurangan resiko bencana.

 

“Bali sebagai destinasi wisata, Pemerintah Provinsi Bali memberikan persyaratan kepada sejumlah hotel, restaurant dan juga rumah sakit serta museum untuk melaksanakan kesiapsiagaan bencana di tempatnya masing-masing,” terangnya.

 

Mengenai kecepatan dalam koordinasi yang selama ini telah dilaksanakan dengan baik, Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan secara bertingkat dengan melibatkan para pihak yang terutama adalah wilayah yang mengalami bencana.

Dikatakan Koster, Bali memiliki sumber daya yang memadai, baik bantuan dari pemerintah Australia dan juga kementerian termasuk BNPB. Sehingga Bali dinilai sebagai provinsi yang satu-satunya memiliki sumber daya yang paling lengkap. 

 

“Selain itu, Bali memiliki sistem yang sangat solid yang bsia digerakkan setiap saat koordinasinya di dalam kebencanaan, sehingga di Bali kebencanaan bisa dikelola dengan cepat dan cermat terlebih wilayah Bali kecil dan medannya mudah dijangkau serta koordinasinya sangat baik. Secara teknis di Bali tidak ada permasalahan saat terjajdi bencana wilayah Bali,” ungkapnya.

 

Untuk kebijakan, di Bali saat ini telah memiliki kebijakan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 26 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (SIPANDU BERADAT).

 

Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam mengintegrasikan dan mensinergikan pelaksanaan kegiatan komponen sistem pengamanan lingkungan masyarakat berbasis desa adat dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. 

 

“Peraturan gubernur ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban, keamanan, dan ketentraman lingkungan serta perlindungan wilayah dan krama desa adat. Ini kami jadikan sebagai satu sistem yang di integrasikan se-Bali dan juga sedang di sinergikan dengan Polda agar dijadikan tidak hanya untuk keamanan wilayah, akan tetapi juga penanganan kebencanaan secara terintegrasi,” tambahnya.

DENPASAR – Dari segi luas wilayah, Bali merupakan pulau kecil. Hanya 5.636 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 4,3 juta dengan 8 kabupaten dan 1 kota, 57 kecamatan, 636 desa, 80 kelurahan, dan yang paling unik di Bali adalah terdapat 1.493 desa adat yang menjadi salah satu kekuatan di dalam pengelolaan kebencanaan di Bali.

 

Sementara dari sisi geografis, di Bali terdapat 2 gunung berapi yang aktif, yakni Gunung Agung dan Gunung Batur. Dan Gunung Agung pada tahun 2017 mengalami erupsi yang mengakibatkan permasalahan di masyarakat termasuk gangguan terhadap kehidupan penyelenggaraan kepariwisataan di Bali.

 

Selain itu Bali juga berhadapan dengan zona megathrust segmen Sumba yang memiliki potensi gempa dan tsunami dengan magnitude yang bisa mencapai 8,5 SR. Kemudian juga Bali berada di antara 2 patahan, yakni patahan belakang kerawanan dari utara dan dari kerawanan subduksi lempeng dari selatan. 

 

“Karena itu kami mengembangkan sistem kebencanaan di Provinsi Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah Bali, yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Yaitu menjaga kelestarian alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia meliputi tiga aspek utama. Yaitu alam, manusia dan kebudayaan,” jelas Gubernur Bali Wayan Koster saat menjadi Pembicara pada acara Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2021 secara virtual pada Rabu (10/3) siang.

 

Menurut Gubernur Koster, pengelolaan risiko terpadu merupakan pendekatan yang menjadi pertimbangan sebagai adaptasi perubahan iklim dan juga pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung penghidupan elemen paling beresiko, yaitu terhadap kemanusiaan.

 

Lebih lanjut, Pemprov Bali mengembangkan kebijakan dengan tata kelola kebencanaan yang meliputi penguatan kelembagaan. Yaitu dengan membentuk BPBD Provinsi serta Kabupaten/Kota yang ada di Bali, pembentukan UPTD Penggendalian Bencana Daerah yang meliputi berbagai sarana/ prasarana serta sebagai sistem data dan informasi serta peringatan dini dalam kaitan dengan tanggap darurat dan juga pelayanan terhadap kegawat daruratan.

 

Juga didukung dengan peraturan daerah serta manajeman yang berkaitan dengan resiko bencana, penanggulangan bencana, kontingensi tanggap darurat dan juga pengurangan resiko bencana.

 

“Bali sebagai destinasi wisata, Pemerintah Provinsi Bali memberikan persyaratan kepada sejumlah hotel, restaurant dan juga rumah sakit serta museum untuk melaksanakan kesiapsiagaan bencana di tempatnya masing-masing,” terangnya.

 

Mengenai kecepatan dalam koordinasi yang selama ini telah dilaksanakan dengan baik, Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan secara bertingkat dengan melibatkan para pihak yang terutama adalah wilayah yang mengalami bencana.

Dikatakan Koster, Bali memiliki sumber daya yang memadai, baik bantuan dari pemerintah Australia dan juga kementerian termasuk BNPB. Sehingga Bali dinilai sebagai provinsi yang satu-satunya memiliki sumber daya yang paling lengkap. 

 

“Selain itu, Bali memiliki sistem yang sangat solid yang bsia digerakkan setiap saat koordinasinya di dalam kebencanaan, sehingga di Bali kebencanaan bisa dikelola dengan cepat dan cermat terlebih wilayah Bali kecil dan medannya mudah dijangkau serta koordinasinya sangat baik. Secara teknis di Bali tidak ada permasalahan saat terjajdi bencana wilayah Bali,” ungkapnya.

 

Untuk kebijakan, di Bali saat ini telah memiliki kebijakan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 26 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (SIPANDU BERADAT).

 

Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam mengintegrasikan dan mensinergikan pelaksanaan kegiatan komponen sistem pengamanan lingkungan masyarakat berbasis desa adat dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. 

 

“Peraturan gubernur ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban, keamanan, dan ketentraman lingkungan serta perlindungan wilayah dan krama desa adat. Ini kami jadikan sebagai satu sistem yang di integrasikan se-Bali dan juga sedang di sinergikan dengan Polda agar dijadikan tidak hanya untuk keamanan wilayah, akan tetapi juga penanganan kebencanaan secara terintegrasi,” tambahnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/