DENPASAR – Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ditingkat SMP dan SMA akhirnya mendapat respons Gubernur Bali Wayan Koster.
Meski menjalankan Permendikbud No.51 Tahun 2018 dengan menerbitkan Surat Edaran Gubernur No. 422.1/36200/BPTEKDIK/DISDIK, Koster justru mengatakan Permendikbud aturan yang gagal total.
Kebijakan zonasi berdasar jarak peserta didik justru menimbulkan kekacuan dan konyol saat diterapkan di lapangan.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa protes itu baru dilakukan setelah semua proses PPDB di semua tingkatan telah selesai dilakukan.
“Kami mengambil kebijakan tidak terlalu taat secara asas dengan permendikbud. Jadi, saya harus katakan kepada bapak dan ibu semua bahwa sumbernya di permendikbud.
Maka kedepannya saya akan menerbitkan pergub sendiri, tidak akan sepenuhnya mengikuti peraturan menteri karena peraturan menteri itu benar benar menimbulkan masalah.
Tidak saja mengorbankan hak peserta didik tapi menganggu sistem pendidikan dalam konteks mutu pendidikan,” ungkap Gubernur Bali Wayan Koster saat sidang paripurna kemarin.
Contoh konyol di antaranya, kata gubernur, rekrutmen peserta didik benar-benar menggunakan zonasi tanpa mempertimbangkan nilai ujian nasional.
Yang menarik, Koster mengamini ada blankspot, atau satu wilayah tidak ada SMA dan SMK. Padahal sebelumnya saat diwawancarai terpisah, Koster mengelak ada blankspot.
Ia menjamin semua peserta didik dapat sekolah. “Yang pertama 90 persen tinggi apalagi murni jarak. Menurut saya mengacaukan sistem pendidikan kita.
Di luar Bali pelayanan pendidikan SMA danSMK di semua daerah tidak sama kemampuannya, di Bali mending, di luar bali lebih ribet.
Kita di Bali belum semua SMK dan SMA ada di semua kecamatan. Kalau berdasar radius, mana mungkin daerah tertentu bisa masuk SMAN 4 Denpasar.
Kalau kecamatan nggak ada SMA, bagaimana? ini peraturan bikin blunder menurut saya. Dan bikin malu sampai harus ditangani presiden,” bebernya.