MANGUPURA – Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta bersama krama Desa Adat Kapal mengikuti prosesi Tradisi Tabuh Rah Pengangon atau Siat Tipat Bantal (perang dengan menggunakan ketupat) yang dilaksanakan Desa Adat Kapal, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi di Pura Desa dan Puseh Kapal bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat, Senin (10/10). Tampak hadir anggota DPRD Badung I Made Suardana dan Ni Komang Tri Ani, Camat Mengwi I Nyoman Suhartana, Lurah Kapal I Nyoman Sudiarta serta tokoh masyarakat setempat. Pada kesempatan tersebut, Bupati Giri Prasta secara pribadi memberikan bantuan Rp 20 juta.
Bupati Giri Prasta menyambut baik dan mengapresiasi tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon Desa Adat Kapal. Tradisi itu ungkapnya merupakan warisan leluhur yang harus dan wajib dilaksanakan tiap tahun. Dijelaskan bahwa aci adalah persembahan, tabuh itu turun, rah itu energi dan pengangon itu manifestasinya Dewa Siwa.
Dalam prosesi itu ada persembahan Tari Rejang dan Baris secara bersama yang dinamai Rejang Tipat dan Baris Bantal dalam istilah lain Purusa dan Pradana, Bantal merupakan simbol laki-laki (purusa) dan Tipat simbul perempuan (Pradana).
“Purusa dan Pradana inilah dipertemukan di alam semesta untuk mendapat kemakmuran baik secara pribadi, kelompok, golongan dan seluruh lapisan masyarakat. Saat pelaksanaan warisan budaya seperti saat ini yang amat disakralkan oleh masyarakat Desa Adat Kapal dan bagi kami ini sangat luar biasa sekali, pertahankan dan lestarikan,” ucap Bupati Giri Prasta.
Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana menyebut tradisi tersebut dilaksanakan pertama kali tahun 1339 Masehi. Tujuan tradisi ini guna memohon ke hadapan Ida Bhatara yang berstana di pura se-Desa Adat Kapal agar menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan bagi krama Desa. Aci Tabuh Rah Pengangon ini dilaksanakan setahun sekali bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat dan sampai saat ini terlaksana 683 kali. Pada Siat Tipat ini, warga dibagi menjadi dua kelompok, kemudian mereka masing-masing membawa ketupat untuk selanjutnya saling lempar ketupat.
Sudarsana menceritakan tradisi ini dimulai saat Bali dipimpin oleh raja Ida Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Sang Raja lalu mengutus patihnya bernama Ki Kebo Taruna atau Kebo Iwa memperbaiki Pura Purusada di Kapal. Kebo Iwa melihat sebagian besar rakyat Kapal yang bertani diserang musibah paceklik. Saat itulah, Kebo Iwa memohon kepada Ida Bhatara yang berstana di Pura Purusada dan mendapat petunjuk agar dilaksanakan upacara sebagai persembahan kepada Sang Hyang Siwa.
“Persembahan tersebut diwujudkan dengan mempertemukan Purusa dan Predana disimbolkan tipat dan bantal sehingga lahirlah tradisi aci tabuh rah pengangon. Jadi pertemuan antara purusa dan predana akan melahirkan kehidupan baru. Untuk pelaksanaan acara ini hanya melibatkan 5 Banjar dari 18 Banjar Adat yang ada di Desa Adat Kapal setiap tahun akan digilir dari 18 Banjar Adat yang ada di Desa Adat Kapal,” jelasnya.(adv/dwi/ken)