28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:48 AM WIB

Pelaku Pungli Ditangkapi Polisi, DPRD: Harus Dibikinkan Perda

DENPASAR – Sejumlah pihak geram dengan langkah aparat kepolisian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus pungutan liar (pungli) di Bali.

Pertama, polisi menangkap pelaku pungli di pintu masuk Pantai Matahari Terbit, Desa Sanur Kaja, Denpasar Selatan.

Polisi berdalih tidak ada MOU antara Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar (PD Parkir) dengan Desa Pakraman Sanur Kaja.

Hal serupa terjadi pada dua orang petugas penjaga tiket Pura Tirta Empul. I Wayan Gerindra, 48, dan Dewa Putu Degdeg, 78, terjaring OTT Tim Saber Pungli di bawah pimpinan Kasatreskrim AKP Deni Septiawan.

Kejadian ini membuat aparat di desa waswas. Apalagi, selama ini masing-masing desa pakraman memiliki pararem yang berbeda-beda.

Menurut anggota DPRD Kota Denpasar AA Susutra Ngurah Putra, untuk meminimalisasi banyaknya aparat desa yang ditangkap aparat kepolisian, harus segera  ada sebuah payung hukum agar tidak terjadi kekacauan di bawah. 

Masyarakat tidak bingung atau waswas, dan takut lagi. Keberadaan perda ini juga untuk mencegah oknum melakukan “permainan”.

“Pemerintah harus segera menyikapi permasalahan ini, karena banyak desa pakraman yang melakukan hal ini sekarang. Makanya harus dibentuk perda agar masyarakat juga merasa aman,” Susutra.

 Ianmencontohkan seperti pemungutan parkir ataupun masuk kawasan pariwisata. Tetapi bekerjasama dengan PD Parkir yang telah memiliki payung hukum.

Sehingga di sana akan ada penguatan dasar hukum mengapa kegiatan itu dilakukan. Bukan sebagai melemahkan keberadaaan desa pakraman, tapi menguatkan desa pakraman itu sendiri.

“Sama halnya dengan parkir, pemerintah hanya bekerjasama dengan PD Parkir. Sedangkan yang melaksanakan kan bukan pemerintah, tetapi PD Parkir.

Begitu juga dengan masuk kawasan wisata, siapa yang memungut dan berapa persen pembagiannya itu bisa dalam teknisnya dibahas,” jelas  dia.

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan jika setiap desa pakraman membuat pararem soal pungutan, sudah barang tentu akan membuat kacau.

Karena pararem pungutan setiap desa berbeda-beda. Maka dengan dibuatnya perda ini ada standarisasi dan keseragaman maupun besaran pungutan itu dapat diatur.

“Rata-rata sekarang setiap dasa melakukan pungutan apapun itu jenisnya tidak seragam,” kata Susutra Ngurah Putra.

“Dengan adanya Perda kedepannya saya kira tidak ada lagi yang dikatakan Pungli, karena sudah ada dasar dan standarisasinya. S

elain itu juga sebagai pelaksanaan keserasian dan persamaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat di desa pakraman khsususnya,” ungkapnya.

 

 

DENPASAR – Sejumlah pihak geram dengan langkah aparat kepolisian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus pungutan liar (pungli) di Bali.

Pertama, polisi menangkap pelaku pungli di pintu masuk Pantai Matahari Terbit, Desa Sanur Kaja, Denpasar Selatan.

Polisi berdalih tidak ada MOU antara Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar (PD Parkir) dengan Desa Pakraman Sanur Kaja.

Hal serupa terjadi pada dua orang petugas penjaga tiket Pura Tirta Empul. I Wayan Gerindra, 48, dan Dewa Putu Degdeg, 78, terjaring OTT Tim Saber Pungli di bawah pimpinan Kasatreskrim AKP Deni Septiawan.

Kejadian ini membuat aparat di desa waswas. Apalagi, selama ini masing-masing desa pakraman memiliki pararem yang berbeda-beda.

Menurut anggota DPRD Kota Denpasar AA Susutra Ngurah Putra, untuk meminimalisasi banyaknya aparat desa yang ditangkap aparat kepolisian, harus segera  ada sebuah payung hukum agar tidak terjadi kekacauan di bawah. 

Masyarakat tidak bingung atau waswas, dan takut lagi. Keberadaan perda ini juga untuk mencegah oknum melakukan “permainan”.

“Pemerintah harus segera menyikapi permasalahan ini, karena banyak desa pakraman yang melakukan hal ini sekarang. Makanya harus dibentuk perda agar masyarakat juga merasa aman,” Susutra.

 Ianmencontohkan seperti pemungutan parkir ataupun masuk kawasan pariwisata. Tetapi bekerjasama dengan PD Parkir yang telah memiliki payung hukum.

Sehingga di sana akan ada penguatan dasar hukum mengapa kegiatan itu dilakukan. Bukan sebagai melemahkan keberadaaan desa pakraman, tapi menguatkan desa pakraman itu sendiri.

“Sama halnya dengan parkir, pemerintah hanya bekerjasama dengan PD Parkir. Sedangkan yang melaksanakan kan bukan pemerintah, tetapi PD Parkir.

Begitu juga dengan masuk kawasan wisata, siapa yang memungut dan berapa persen pembagiannya itu bisa dalam teknisnya dibahas,” jelas  dia.

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan jika setiap desa pakraman membuat pararem soal pungutan, sudah barang tentu akan membuat kacau.

Karena pararem pungutan setiap desa berbeda-beda. Maka dengan dibuatnya perda ini ada standarisasi dan keseragaman maupun besaran pungutan itu dapat diatur.

“Rata-rata sekarang setiap dasa melakukan pungutan apapun itu jenisnya tidak seragam,” kata Susutra Ngurah Putra.

“Dengan adanya Perda kedepannya saya kira tidak ada lagi yang dikatakan Pungli, karena sudah ada dasar dan standarisasinya. S

elain itu juga sebagai pelaksanaan keserasian dan persamaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat di desa pakraman khsususnya,” ungkapnya.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/