DENPASAR – Belakangan ini di Bali banyak ditemukan remaja atau anak baru gede yang bergerombol di jalanan menunggangi sepeda motor. Tak jarang mereka menggelar balap liar atau trek-trekan. Mirisnya lagi, mereka menjadikan balap liar sebagai arena judi. Apa yang salah?
Mengapa hal itu justru marak di tengah wabah Covid-19, yang mestinya membutuhkan keprihatinan semua pihak? Wartawan Radarbali.id mewawancarai psikolog, Caecilia Nirlaksita Rini, S.Psi, M.Si, beberapa hari lalu.
Fenomena kenakalan remaja atau anak baru gede, menurut dia, menjadi problem yang penting untuk diperhatikan. Kenakalan remaja di antaranya pelanggaran bolos sekolah, minum minuman keras, merokok di usia muda, menggunakan obat-obatan atau narkoba.
Bahkan yang marak adanya geng-geng motor yang melakukan aktivitas balapan motor di wilayah publik atau jalan umum dan sangat mengganggu dan bahkan mampu mencelakai masyarakat sekitar pengguna fasilitas publik ini.
Merujuk teori penyebab dari kenakalan remaja, menurut Caecilia, sangatlah kompleks dan adanya saling keterhubungan.
“Beberapa faktor disebabkan dari akar dari karakter keluarga dalam kehidupan remaja. Faktor lain, teman sepermainan atau teman sebaya, komunitas dan faktor ekonomi,” ujar Caecilia.
Banyak ditemukan kenakalan remaja, lanjut dia, memiliki latar belakang isu tentang kurangnya kontrol nilai dan prilaku dari orang tua dan kurangnya teladan dari prilaku orang tua sebagai model yang ditiru oleh anak remaja.
Lanjutnya, lemahnya keterlibatan orang tua dalam membangun relasi kepercayaan antara anak dan orang tua juga menjadi sebab. Belum lagi adanya konflik keluarga yang tidak terselesaikan, kekerasan didikan atau perlakuan pada anak, juga pengabaian orang tua pada anak karena kesibukkan orang tua. Berikutnya, imbuh dia, adalah cara pendisiplinan yang kurang tepat dari pengasuh atau caregiver atau juga orang tua, serta adanya kekurangan figur ideal dari orang tua baik ibu atau bapak.
“Beberapa kasus kenakalan remaja seringkali latar belakangnya adalah ayah yang kurang mampu dijadikan sebagai figur yang diteladani oleh anak, cenderung banyak terjadi pada anak laki-laki. Pada anak perempuan dan laki-laki adanya perilaku seks di luar nikah,” ujar wanita yang tamatan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dan Cultural Study Pascasarjana di kampus yang sama, ini. (Bersambung)