29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:58 AM WIB

Dipuji Jokowi, Akademisi Unud Ingatkan Koster Gelombang Kedua Covid-19

DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster dan jajarannya boleh berbangga diri dengan pujian yang diberikan Presiden Jokowi.

Namun, Koster diminta tidak cepat besar kepala. Pasalnya, permasalahan yang lebih besar sedang mengintai. Yakni ancaman gelombang kedua Covid-19 hingga rasa jenuh masyarakat.

Meski layak diapresiasi, hasil yang dicapai Bali dalam penanganan Covid-19 hingga saat ini bukan semata kerja Pemprov Bali.

“Ada kerja keras desa adat, relawan, dan kesadaran publik yang tinggi. Tetap solid dengan desa adat. Jangan jadikan

desa adat bemper untuk penanganan Covid-19,” ujar Gede Kamajaya, sosiolog Universitas Udayana kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.

Akademisi asal Desa Tejakula, Buleleng itu mewanti-wanti Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten/kota se-Bali tidak terjebak dengan cara pandang memanfaatkan desa adat.

Yang terlihat sejauh ini pemerintah seolah-olah menjadikan desa adat sebagai tameng dalam penanganan Covid-19.

“Kalau hanya menjadikan desa adat sebagai tameng, itu tidak fair juga. Intinya jangan lengah,” sentilnya.

Menurut Kamajaya, masyarakat Bali memang berbasis adat. Ketika yang memberikan perintah desa adat, maka warga akan patuh.

Tetapi, hal itu jangan sengaja membuat desa adat jadi alat untuk menangani Covid-19. Semestinya desa adat digandeng diajak berbarengan dan bersinergi.

Tidak seolah-olah menjadikan desa adat sebagai benteng. “Jangan juga terbuai pujian-pujian dari luar. Berhasil itu kalau sudah zero (nol) kasus positif dan orang meninggal Covid-19,” ungkapnya.

Pria yang juga aktivisi di desanya itu mengungkapkan, ke depan pemerintah di Bali perlu mewaspadai gelombang kedua serangan Covid-19.

Ia mencontohkan beberapa negara seperti Korea Selatan dan negara lain yang melaporkan adanya gelombang kedua Covid-19. Karena itu, dia meminta jajaran Pemprov Bali waspada dengan gelombang kedua Covid-19.

 

DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster dan jajarannya boleh berbangga diri dengan pujian yang diberikan Presiden Jokowi.

Namun, Koster diminta tidak cepat besar kepala. Pasalnya, permasalahan yang lebih besar sedang mengintai. Yakni ancaman gelombang kedua Covid-19 hingga rasa jenuh masyarakat.

Meski layak diapresiasi, hasil yang dicapai Bali dalam penanganan Covid-19 hingga saat ini bukan semata kerja Pemprov Bali.

“Ada kerja keras desa adat, relawan, dan kesadaran publik yang tinggi. Tetap solid dengan desa adat. Jangan jadikan

desa adat bemper untuk penanganan Covid-19,” ujar Gede Kamajaya, sosiolog Universitas Udayana kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.

Akademisi asal Desa Tejakula, Buleleng itu mewanti-wanti Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten/kota se-Bali tidak terjebak dengan cara pandang memanfaatkan desa adat.

Yang terlihat sejauh ini pemerintah seolah-olah menjadikan desa adat sebagai tameng dalam penanganan Covid-19.

“Kalau hanya menjadikan desa adat sebagai tameng, itu tidak fair juga. Intinya jangan lengah,” sentilnya.

Menurut Kamajaya, masyarakat Bali memang berbasis adat. Ketika yang memberikan perintah desa adat, maka warga akan patuh.

Tetapi, hal itu jangan sengaja membuat desa adat jadi alat untuk menangani Covid-19. Semestinya desa adat digandeng diajak berbarengan dan bersinergi.

Tidak seolah-olah menjadikan desa adat sebagai benteng. “Jangan juga terbuai pujian-pujian dari luar. Berhasil itu kalau sudah zero (nol) kasus positif dan orang meninggal Covid-19,” ungkapnya.

Pria yang juga aktivisi di desanya itu mengungkapkan, ke depan pemerintah di Bali perlu mewaspadai gelombang kedua serangan Covid-19.

Ia mencontohkan beberapa negara seperti Korea Selatan dan negara lain yang melaporkan adanya gelombang kedua Covid-19. Karena itu, dia meminta jajaran Pemprov Bali waspada dengan gelombang kedua Covid-19.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/