27.6 C
Jakarta
1 Mei 2024, 2:02 AM WIB

Banyak Kondotel Berkedok Rusun di Badung, Sekda Pastikan Melanggar

MANGUPURA – Pemerintah Kabupaten Badung mulai merancang pengaturan dan pembinaan pembangunan kondominium hotel (Kondotel).

Sebab, pembangunan Kondotel harus sesuai aturan yang ada dan tidak boleh ada kondotel yang berkedok rumah susun (rusun). Sebab itu adalah pelanggaran dan bisa kena tindak pidana. 

 Sekda Badung, I Wayan Adi Arnawa mengatakan, pengaturan dan pembinaan pembangunan kondotel diarahkan untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan atau tanah.

Selain itu, kata Sekda Adi Arnawa, juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menunjang kebutuhan sarana akomodasi hotel.

Pengembang lanjutnya, wajib memberikan 20% kepada masyarakat umum tapi kenyataan di lapangan berbeda.

“Masyarakat tidak mendapat sesuai dengan peraturan yang ada,” ujar terang Sekda Adi Arnawa saat memimpin rapat terkait pengaturan dan pembinaan pembangunan Kondotel di Puspem Badung.

Rapat turut dihadiri Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Badung, AA Ngurah Bayu Kumara Putra,

perwakilan Dinas Pariwisata, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Bagian Pemerintahan dan Hukum.

Sekda Adi Arnawa menyebutkan, banyak kondotel berkedok rumah susun umum yang juga merupakan suatu pelanggaran.

Padahal, rumah susun terdapat beberapa jenis yakni, rusun umum untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki keterbatasan daya beli.

Kemudian, rusun khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, misalnya korban bencana, daerah perbatasan dan pondok pesantren.

Selanjutnya terdapat rusun komersial atau apartemen atau kondotel yang dibangun untuk dijual ke konsumen kelas menengah ke atas.

Untuk mendapatkannya, konsumen rusun ini tidak mendapatkan bantuan dan kemudahan oleh pemerintah.

Terakhir ada Rusunawa atau rumah susun sewa yang diperuntukkan bagi masyarakat yang menghuni secara sewa.

“Kedepannya perlu secepatnya mengadakan perubahan regulasi dan ini harus diatasi, kita harus evaluasi, dari evaluasi ini kita akan mengetahui beberapa kriteria item yang wajib dipenuhi.

Sehingga, nanti di lapangan kita terapkan agar kesalahan yang sebelumnya cepat kita perbaiki dan tidak kecolongan lagi,” terang pejabat asal Pecatu, Kuta Selatan ini.

Kadis Perkim AA Ngurah Bayu Kumara Putra mengatakan, secara hukum organisasi, Kondotel itu dianggap sah. Namun, bukan berarti sebagai rumah susun.

Sebab kriteria berdasar undang-undang ada empat. “Setiap pembangunan rumah susun komersial wajib membangun rumah susun umum sebesar 20 %,” jelasnya. 

Bayu Kumara menjelaskan, apabila tidak diikuti maka tindak pidana minimal 2 tahun dan maksimal denda Rp 2 miliar bakal menanti.

Setiap orang membangun rumah susun umum harus menyediakan fasilitas umum, apabila tidak dilakukan itu maka ditindak pidana.

“Saya membuat lahan teknis agar dipertimbangkan sebaiknya siapa yang menentukan termasuk rumah susun atau tidak.

Jangan sampai di kemudian hari, dia membangun rumah susun di perumahan malah dipergunakan untuk hotel dan mengelabui Dinas PUPR.

Ini secara teknis bangunan sama saja seperti rumah, tapi fungsinya sebagai hotel maupun villa yang dimana fungsinya lebih mewah.

Kami sudah mengkaji secara hukum bahkan kita sudah mengubah Perda Nomor 2. Kedepan sebelum ini jadi perda, permohonan pembangunan rumah susun ditunda sampai ada regulasinya,” pungkasnya. 

MANGUPURA – Pemerintah Kabupaten Badung mulai merancang pengaturan dan pembinaan pembangunan kondominium hotel (Kondotel).

Sebab, pembangunan Kondotel harus sesuai aturan yang ada dan tidak boleh ada kondotel yang berkedok rumah susun (rusun). Sebab itu adalah pelanggaran dan bisa kena tindak pidana. 

 Sekda Badung, I Wayan Adi Arnawa mengatakan, pengaturan dan pembinaan pembangunan kondotel diarahkan untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan atau tanah.

Selain itu, kata Sekda Adi Arnawa, juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menunjang kebutuhan sarana akomodasi hotel.

Pengembang lanjutnya, wajib memberikan 20% kepada masyarakat umum tapi kenyataan di lapangan berbeda.

“Masyarakat tidak mendapat sesuai dengan peraturan yang ada,” ujar terang Sekda Adi Arnawa saat memimpin rapat terkait pengaturan dan pembinaan pembangunan Kondotel di Puspem Badung.

Rapat turut dihadiri Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Badung, AA Ngurah Bayu Kumara Putra,

perwakilan Dinas Pariwisata, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Bagian Pemerintahan dan Hukum.

Sekda Adi Arnawa menyebutkan, banyak kondotel berkedok rumah susun umum yang juga merupakan suatu pelanggaran.

Padahal, rumah susun terdapat beberapa jenis yakni, rusun umum untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki keterbatasan daya beli.

Kemudian, rusun khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, misalnya korban bencana, daerah perbatasan dan pondok pesantren.

Selanjutnya terdapat rusun komersial atau apartemen atau kondotel yang dibangun untuk dijual ke konsumen kelas menengah ke atas.

Untuk mendapatkannya, konsumen rusun ini tidak mendapatkan bantuan dan kemudahan oleh pemerintah.

Terakhir ada Rusunawa atau rumah susun sewa yang diperuntukkan bagi masyarakat yang menghuni secara sewa.

“Kedepannya perlu secepatnya mengadakan perubahan regulasi dan ini harus diatasi, kita harus evaluasi, dari evaluasi ini kita akan mengetahui beberapa kriteria item yang wajib dipenuhi.

Sehingga, nanti di lapangan kita terapkan agar kesalahan yang sebelumnya cepat kita perbaiki dan tidak kecolongan lagi,” terang pejabat asal Pecatu, Kuta Selatan ini.

Kadis Perkim AA Ngurah Bayu Kumara Putra mengatakan, secara hukum organisasi, Kondotel itu dianggap sah. Namun, bukan berarti sebagai rumah susun.

Sebab kriteria berdasar undang-undang ada empat. “Setiap pembangunan rumah susun komersial wajib membangun rumah susun umum sebesar 20 %,” jelasnya. 

Bayu Kumara menjelaskan, apabila tidak diikuti maka tindak pidana minimal 2 tahun dan maksimal denda Rp 2 miliar bakal menanti.

Setiap orang membangun rumah susun umum harus menyediakan fasilitas umum, apabila tidak dilakukan itu maka ditindak pidana.

“Saya membuat lahan teknis agar dipertimbangkan sebaiknya siapa yang menentukan termasuk rumah susun atau tidak.

Jangan sampai di kemudian hari, dia membangun rumah susun di perumahan malah dipergunakan untuk hotel dan mengelabui Dinas PUPR.

Ini secara teknis bangunan sama saja seperti rumah, tapi fungsinya sebagai hotel maupun villa yang dimana fungsinya lebih mewah.

Kami sudah mengkaji secara hukum bahkan kita sudah mengubah Perda Nomor 2. Kedepan sebelum ini jadi perda, permohonan pembangunan rumah susun ditunda sampai ada regulasinya,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/