30.8 C
Jakarta
2 September 2024, 20:20 PM WIB

Pocong Pun Ikut Demo Tolak Omnibus Law di Bali

DENPASAR – Pemuda ini rela didandani layaknya pocong. Diikat dan berjalan dengan loncat-loncat karena kaki terikat. Menariknya, pocong ini juga membawa poster bertuliskan “Demokrasi Telah Mati”.

Ya, aksi ini merupakan gerakan yang dilakukan oleh kelompok bernama Bali Tidak Diam. Mereka menggelar aksi demonstrasi dengan melibatkan mahasiswa, buruh dan komponen masyarakat di Renon, Denpasar pada Jumat siang (14/8).

Juru bicara aksi tolak RUU Ombibus Law, Abror Torik Tanjilla menyebut pocong yang digunakan sebagai atraksi aksi merupakan simbol dari kematian sebuah demokrasi, di mana suara rakyat diabaikan dalam Ombibus Law RUU Cipta Kerja ini.

“Ini (pocong) merupakan simbol kematian demokrasi. Kematian pemerintah yang tidak mempedulikan suara rakyat. Banyak masyarakat yang menolak RUU Ombibus Law tapi diabaikan,” ujarnya di sela massa aksi.

Hal ini mereka lihat dari adanya klaim 80 persen masyarakat Bali mendukung Omnibus Law melalui penelitian Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Padahal, menurut mereka, banyak yang menolak RUU Ombibus Law ini.

“Kami mengecam penelitian yang berpihak pada kapitalis dan mengkondisikan seolah-olah masyarakat Bali setuju dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja,” tegasnya 

Melalui gerakan turun ke jalan, para demonstran menyuarakan aspirasi rakyat Bali bahwa 80 persen rakyat Bali menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan merebut kedaulatan rakyat yang menjadi HAM yang dilindungi konstitusi.

Menurut massa aksi, jika produk hukum ini sampai disahkan, maka tak ada lagi desentralisasi kekuasaan sampai ke daerah, tak ada lagi perlindungan lingkungan secara optimal, dikarenakan RUU Omnibus Law ini sejatinya adalah upaya mengubah habis-habisan wajah demokrasi Indonesia pasca-Reformasi, selain itu kaum buruh akan semakin sengsara karena Omnibus Law ini membawa misi upah murah dan fleksibelitas tenaga kerja. Salah satunya adalah memperluas jenis pekerjaan yang yang bisa dioutsourcingkan, serta semua pekerjaan bisa melalui tenaga kontrak.

Untuk itulah mereka menyatakan empat tuntutan. Pertama, meminta Pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kedua, meminta Pemerintah dan DPR RI agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Ketiga, meminta Pemerintah menghentikan kriminalisasi, intimidasi dan diskriminasi terhadap masyarakat dan mahasiswa terkhususnya kepada Rakyat Papua, dan Keempat meminta pemerintah menghentikan privatisasi, liberalisasi dan komersialisasi pendidikan.

DENPASAR – Pemuda ini rela didandani layaknya pocong. Diikat dan berjalan dengan loncat-loncat karena kaki terikat. Menariknya, pocong ini juga membawa poster bertuliskan “Demokrasi Telah Mati”.

Ya, aksi ini merupakan gerakan yang dilakukan oleh kelompok bernama Bali Tidak Diam. Mereka menggelar aksi demonstrasi dengan melibatkan mahasiswa, buruh dan komponen masyarakat di Renon, Denpasar pada Jumat siang (14/8).

Juru bicara aksi tolak RUU Ombibus Law, Abror Torik Tanjilla menyebut pocong yang digunakan sebagai atraksi aksi merupakan simbol dari kematian sebuah demokrasi, di mana suara rakyat diabaikan dalam Ombibus Law RUU Cipta Kerja ini.

“Ini (pocong) merupakan simbol kematian demokrasi. Kematian pemerintah yang tidak mempedulikan suara rakyat. Banyak masyarakat yang menolak RUU Ombibus Law tapi diabaikan,” ujarnya di sela massa aksi.

Hal ini mereka lihat dari adanya klaim 80 persen masyarakat Bali mendukung Omnibus Law melalui penelitian Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Padahal, menurut mereka, banyak yang menolak RUU Ombibus Law ini.

“Kami mengecam penelitian yang berpihak pada kapitalis dan mengkondisikan seolah-olah masyarakat Bali setuju dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja,” tegasnya 

Melalui gerakan turun ke jalan, para demonstran menyuarakan aspirasi rakyat Bali bahwa 80 persen rakyat Bali menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan merebut kedaulatan rakyat yang menjadi HAM yang dilindungi konstitusi.

Menurut massa aksi, jika produk hukum ini sampai disahkan, maka tak ada lagi desentralisasi kekuasaan sampai ke daerah, tak ada lagi perlindungan lingkungan secara optimal, dikarenakan RUU Omnibus Law ini sejatinya adalah upaya mengubah habis-habisan wajah demokrasi Indonesia pasca-Reformasi, selain itu kaum buruh akan semakin sengsara karena Omnibus Law ini membawa misi upah murah dan fleksibelitas tenaga kerja. Salah satunya adalah memperluas jenis pekerjaan yang yang bisa dioutsourcingkan, serta semua pekerjaan bisa melalui tenaga kontrak.

Untuk itulah mereka menyatakan empat tuntutan. Pertama, meminta Pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kedua, meminta Pemerintah dan DPR RI agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Ketiga, meminta Pemerintah menghentikan kriminalisasi, intimidasi dan diskriminasi terhadap masyarakat dan mahasiswa terkhususnya kepada Rakyat Papua, dan Keempat meminta pemerintah menghentikan privatisasi, liberalisasi dan komersialisasi pendidikan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/