26.8 C
Jakarta
24 April 2024, 21:23 PM WIB

Vaksinasi 510 Ekor Anjing Liar, Kadisnak Klaim Rabies di Bali Turun

DENPASAR – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak) Provinsi Bali, I Wayan Mardiana menyebut tren kasus rabies di Bali turun di seluruh kabupaten/kota.

Hal ini merupakan dampak vaksinasi massal yang gencar dilakukan. “Kasus rabies sejak bulan Juli (2019, red) setelah vaksinasi massal rabies mengalami penurunan.

Vaksinasi massal tersebut dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2019 dengan menyasar 716 desa se-Bali. Total cakupan vaksinasi hingga September mencapai 92 persen,” terang Mardiana di Denpasar, kemarin.

Angka 90 persen jelasnya merupakan jumlah estimasi populasi anjing yang divaksinasi. Dari total populasi anjing di Bali yang berjumlah 573 ribu ekor yang tervaksinasi mencapai 510 ribu ekor.

“Sedangkan angka kasus rabies hingga September 2019 masih ada kasus yang sifatnya insidentil terhadap anjing-anjing yang belum tervaksin.

Misalnya ada kasus anjing yang dibuang pemiliknya atau anjing liar yang berkeliaran di semak-semak hingga pegunungan, yang sulit dijangkau tim kami,” ungkapnya.

Mardiana membeberkan dari sembilan kabupaten/kota se-Bali, Kabupaten Tabanan sejak Januari 2019 tercatat nihil kasus positif rabies.

Di Badung terdapat satu kasus, yakni di daerah Kuta Selatan. Sementara di Jembrana muncul satu kasus di Medewi, itupun terjadi akibat anjing liar yang dibuang oleh pemiliknya di tepi pantai.

Sedangkan di Buleleng hanya terjadi satu-dua kasus, yakni di daerah Gerokgak. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan vaksinasi ulang dan eliminasi.

Sementara itu, di Kabupaten Karangasem masih terjadi satu-dua kasus di daerah Kubu dan Abang. Yang lantas ditindaklanjuti

dengan pembuatan pararem bagi masyarakat yang meliarkan anjingnya akan dieliminasi serta dikenakan denda.

Selanjutnya di Bangli juga tak jauh berbeda, hanya terjadi satu-dua kasus. Yakni di daerah Kintamani. Demikian pula di Kabupaten Klungkung masih terjadi satu-dua kasus.

Sedangkan Gianyar hanya satu kasus, dan telah ditindaklanjuti dengan vaksinasi ulang pada anak anjing kelahiran baru. “Intinya semua hanya bersifat insidentil dan kasuistik,” tegas Mardiana.

Tak hanya itu, pihaknya bersama tim juga telah bekerja ekstra dan memberi prioritas guna mengatasi rabies di kawasan yang masuk Zona Merah Rabies.

Selain itu, berbagai upaya pencegahan pun dilakukan melalui sosialisasi  Perda Nomor 15 tahun 2009 tentang Pemberantasan Rabies di Bali.

Dalam Perda itu disebutkan bahwa setiap warga masyarakat yang memiliki anjing wajib memelihara dan merawat kesehatan anjing mereka

Sanksinya bagi yang melanggar akan dijerat hukum pidana dengan ancama kurungan penjara maksimal selama tiga bulan,

dan menanggung biaya pengobatan serta upacara  pengabenan apabila warga masyarakat tergigit anjing meninggal dunia.

“Pencegahannya juga mencakup sosialisasi dan informasi terutama kepada pemilik anjing agar senantiasa menjaga kesehatan hewan peliharaannya sehingga dapat terhindar dari terjangkit rabies.

Juga langkah-langkah pencegahan agar rabies tidak menyebar ke kawasan lain di luar zona merah tersebut,” kata Mardiana.

“Program ini juga kita sharing dengan kabupaten/kota, bahkan ke desa-desa sebagai ujung tombak,” imbuhnya.

Mulai September 2019 ini menurutnya, akan dilakukan vaksinasi kembali terhadap anjing-anjing yang belum tervaksinasi serta anjing yang baru lahir.

“Ini dilakukan agar Desember (2019, red) mendatang target Bali Bebas Rabies 2020 seperti yang dicanangkan bisa lebih cepat tercapai. Tidak perlu tunggu 2020,” tegasnya.

Sementara itu, Prof. Ketut Pudja, akademisi yang juga sering disebut ‘pakar rabies’ menyebut bahwa dukungan dari Pemerintah Provinsi Bali membuat kasus rabies di Bali

secepatnya mampu dituntaskan, hingga mengembalikan nama Bali sebagai Provinsi Bebas Rabies seperti beberapa tahun sebelumnya. 

“Tahun ini (2019. Red) pun kami bersama Disnak dan tim berusaha ‘menggempur’ rabies agar bisa tuntas di Provinsi Bali. Jadi di tidak perlu tunggu tahun 2020,” tukasnya beberapa waktu yang lalu.

Pada kesempatan lain belum lama ini, Kadis Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya juga menyatakan pihaknya mendukung penuh penanggulangan

rabies terutama dengan tindakan kesehatan jika terjadi gigitan anjing serta penyediaan Vaksin Anti Rabies (VAR).

“Juga didukung dengan adanya 42 Rabies Center di seluruh Bali. Jika mampu terlaksana (tahun 2020 bebas rabies, red) tentu sangat baik dan kita dukung penuh,” harapnya.

DENPASAR – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak) Provinsi Bali, I Wayan Mardiana menyebut tren kasus rabies di Bali turun di seluruh kabupaten/kota.

Hal ini merupakan dampak vaksinasi massal yang gencar dilakukan. “Kasus rabies sejak bulan Juli (2019, red) setelah vaksinasi massal rabies mengalami penurunan.

Vaksinasi massal tersebut dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2019 dengan menyasar 716 desa se-Bali. Total cakupan vaksinasi hingga September mencapai 92 persen,” terang Mardiana di Denpasar, kemarin.

Angka 90 persen jelasnya merupakan jumlah estimasi populasi anjing yang divaksinasi. Dari total populasi anjing di Bali yang berjumlah 573 ribu ekor yang tervaksinasi mencapai 510 ribu ekor.

“Sedangkan angka kasus rabies hingga September 2019 masih ada kasus yang sifatnya insidentil terhadap anjing-anjing yang belum tervaksin.

Misalnya ada kasus anjing yang dibuang pemiliknya atau anjing liar yang berkeliaran di semak-semak hingga pegunungan, yang sulit dijangkau tim kami,” ungkapnya.

Mardiana membeberkan dari sembilan kabupaten/kota se-Bali, Kabupaten Tabanan sejak Januari 2019 tercatat nihil kasus positif rabies.

Di Badung terdapat satu kasus, yakni di daerah Kuta Selatan. Sementara di Jembrana muncul satu kasus di Medewi, itupun terjadi akibat anjing liar yang dibuang oleh pemiliknya di tepi pantai.

Sedangkan di Buleleng hanya terjadi satu-dua kasus, yakni di daerah Gerokgak. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan vaksinasi ulang dan eliminasi.

Sementara itu, di Kabupaten Karangasem masih terjadi satu-dua kasus di daerah Kubu dan Abang. Yang lantas ditindaklanjuti

dengan pembuatan pararem bagi masyarakat yang meliarkan anjingnya akan dieliminasi serta dikenakan denda.

Selanjutnya di Bangli juga tak jauh berbeda, hanya terjadi satu-dua kasus. Yakni di daerah Kintamani. Demikian pula di Kabupaten Klungkung masih terjadi satu-dua kasus.

Sedangkan Gianyar hanya satu kasus, dan telah ditindaklanjuti dengan vaksinasi ulang pada anak anjing kelahiran baru. “Intinya semua hanya bersifat insidentil dan kasuistik,” tegas Mardiana.

Tak hanya itu, pihaknya bersama tim juga telah bekerja ekstra dan memberi prioritas guna mengatasi rabies di kawasan yang masuk Zona Merah Rabies.

Selain itu, berbagai upaya pencegahan pun dilakukan melalui sosialisasi  Perda Nomor 15 tahun 2009 tentang Pemberantasan Rabies di Bali.

Dalam Perda itu disebutkan bahwa setiap warga masyarakat yang memiliki anjing wajib memelihara dan merawat kesehatan anjing mereka

Sanksinya bagi yang melanggar akan dijerat hukum pidana dengan ancama kurungan penjara maksimal selama tiga bulan,

dan menanggung biaya pengobatan serta upacara  pengabenan apabila warga masyarakat tergigit anjing meninggal dunia.

“Pencegahannya juga mencakup sosialisasi dan informasi terutama kepada pemilik anjing agar senantiasa menjaga kesehatan hewan peliharaannya sehingga dapat terhindar dari terjangkit rabies.

Juga langkah-langkah pencegahan agar rabies tidak menyebar ke kawasan lain di luar zona merah tersebut,” kata Mardiana.

“Program ini juga kita sharing dengan kabupaten/kota, bahkan ke desa-desa sebagai ujung tombak,” imbuhnya.

Mulai September 2019 ini menurutnya, akan dilakukan vaksinasi kembali terhadap anjing-anjing yang belum tervaksinasi serta anjing yang baru lahir.

“Ini dilakukan agar Desember (2019, red) mendatang target Bali Bebas Rabies 2020 seperti yang dicanangkan bisa lebih cepat tercapai. Tidak perlu tunggu 2020,” tegasnya.

Sementara itu, Prof. Ketut Pudja, akademisi yang juga sering disebut ‘pakar rabies’ menyebut bahwa dukungan dari Pemerintah Provinsi Bali membuat kasus rabies di Bali

secepatnya mampu dituntaskan, hingga mengembalikan nama Bali sebagai Provinsi Bebas Rabies seperti beberapa tahun sebelumnya. 

“Tahun ini (2019. Red) pun kami bersama Disnak dan tim berusaha ‘menggempur’ rabies agar bisa tuntas di Provinsi Bali. Jadi di tidak perlu tunggu tahun 2020,” tukasnya beberapa waktu yang lalu.

Pada kesempatan lain belum lama ini, Kadis Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya juga menyatakan pihaknya mendukung penuh penanggulangan

rabies terutama dengan tindakan kesehatan jika terjadi gigitan anjing serta penyediaan Vaksin Anti Rabies (VAR).

“Juga didukung dengan adanya 42 Rabies Center di seluruh Bali. Jika mampu terlaksana (tahun 2020 bebas rabies, red) tentu sangat baik dan kita dukung penuh,” harapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/