26.4 C
Jakarta
25 April 2024, 7:31 AM WIB

Koster: Wajib Acara Nasional–Internasional Pakai Aksara & Busana Bali

DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster kembali membuat aturan terkait aksara dan busana Bali. Kali ini mewajibkan penggunaan aksara dan busana adat di setiap kegiatan serta acara bertaraf nasional dan internasional yang diselenggarakan di Bali.

Aturan itu  dibuat dalam surat edaran Nomor ‪3172  Tahun 2019, yang ditandatangani pada 5 April lalu tersebut dialamatkan kepada lembaga kementerian, lembaga pemerintah non-pemerintah, konsulat jenderal negara sahabat.

Juga lembaga atau badan swasta, serta para EO (event organizer) yang berkiprah di Bali. “Karena Bali selama ini memang menjadi tempat populer bagi lembaga internasional,

institusi pemerintah, perusahaan swasta serta NGO untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan berskala nasional maupun internasional,” jelasnya. 

Dalam pemaparannya, dia mengatakan bahwa pada 2015 saja, jumlah wisatawan yang datang ke Bali untuk acara MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions) telah mencapai lebih dari 340 ribu orang.

Atau meningkat 44,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2018 Bali juga menjadi tuan rumah bagi sejumlah

pertemuan internasional bergengsi, termasuk pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) yang dihadiri sekitar 34 ribu orang.

Dalam pertemuan-pertemuan berskala internasional tersebut pakaian resmi yang dikenakan para delegasi adalah setelan jas dan dasi gaya Barat. Hal ini tampaknya akan segera berubah setelah dikeluarkannya surat edaran ini.

Dalam Surat Edaran tersebut, Gubernur Koster mewajibkan penggunaan busana adat Bali dalam penyelenggaraan setiap kegiatan yang bertaraf nasional dan internasional di Provinsi Bali.

Selain itu, Gubernur Koster juga mewajibkan penggunaan aksara Bali pada backdrop atau latar belakang yang dipajang pada venue-venue utama acara tersebut.

Aksara Bali itu pun harus ditempatkan di atas aksara latin. Gubernur Koster menegaskan bahwa panitia acara wajib mengenakan busana adat Bali,

sedangkan peserta acara boleh menggunakan busana adat Bali atau busana adat daerah asalnya masing-masing.

“Penggunaan busana adat Bali ini minimal pada waktu upacara pembukaan acara-acara tersebut. Saya tentunya sangat menghargai jika penggunaan busana adat Bali ini dilakukan terus-menerus selama berlangsungnya acara,” ungkapnya.

Perkecualian diberikan kepada ritual agama, seperti wedding ceremony, yang kerap diadakan di hotel-hotel.

Pasangan pengantin, keluarga, serta pelaksana ritual boleh menggunakan busana yang sesuai dengan tradisi agama atau pun adatnya masing-masing.

Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018, tentang Hari Penggunaan

Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.

“Tujuan kebijakan ini tentunya adalah pelestarian busana adat, bahasa, aksara dan sastra Bali, serta membangkitkan perekonomian rakyat kecil berbasis budaya,” tegasnya, terkait alasan kebijakan tersebut.

Bisnis busana adat Bali memang menunjukkan peningkatan aktivitas sesudah dikeluarkannya kebijakan tersebut. Misalnya Cok Istri Mirah SE, pemilik Ode-Nant textile, membenarkan terjadinya peningkatan penjualan tersebut.

Bahkan, terdapat sejumlah pembeli yang merupakan warga non-Bali. Mereka ingin menggunakan busana adat Bali saat hari berbusana adat Bali.

Penggunaan busana adat Bali dalam acara-acara bertaraf nasional dan internasional diyakini pula akan menambah keunikan penyelenggaraan acara-acara tersebut. 

DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster kembali membuat aturan terkait aksara dan busana Bali. Kali ini mewajibkan penggunaan aksara dan busana adat di setiap kegiatan serta acara bertaraf nasional dan internasional yang diselenggarakan di Bali.

Aturan itu  dibuat dalam surat edaran Nomor ‪3172  Tahun 2019, yang ditandatangani pada 5 April lalu tersebut dialamatkan kepada lembaga kementerian, lembaga pemerintah non-pemerintah, konsulat jenderal negara sahabat.

Juga lembaga atau badan swasta, serta para EO (event organizer) yang berkiprah di Bali. “Karena Bali selama ini memang menjadi tempat populer bagi lembaga internasional,

institusi pemerintah, perusahaan swasta serta NGO untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan berskala nasional maupun internasional,” jelasnya. 

Dalam pemaparannya, dia mengatakan bahwa pada 2015 saja, jumlah wisatawan yang datang ke Bali untuk acara MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions) telah mencapai lebih dari 340 ribu orang.

Atau meningkat 44,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2018 Bali juga menjadi tuan rumah bagi sejumlah

pertemuan internasional bergengsi, termasuk pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) yang dihadiri sekitar 34 ribu orang.

Dalam pertemuan-pertemuan berskala internasional tersebut pakaian resmi yang dikenakan para delegasi adalah setelan jas dan dasi gaya Barat. Hal ini tampaknya akan segera berubah setelah dikeluarkannya surat edaran ini.

Dalam Surat Edaran tersebut, Gubernur Koster mewajibkan penggunaan busana adat Bali dalam penyelenggaraan setiap kegiatan yang bertaraf nasional dan internasional di Provinsi Bali.

Selain itu, Gubernur Koster juga mewajibkan penggunaan aksara Bali pada backdrop atau latar belakang yang dipajang pada venue-venue utama acara tersebut.

Aksara Bali itu pun harus ditempatkan di atas aksara latin. Gubernur Koster menegaskan bahwa panitia acara wajib mengenakan busana adat Bali,

sedangkan peserta acara boleh menggunakan busana adat Bali atau busana adat daerah asalnya masing-masing.

“Penggunaan busana adat Bali ini minimal pada waktu upacara pembukaan acara-acara tersebut. Saya tentunya sangat menghargai jika penggunaan busana adat Bali ini dilakukan terus-menerus selama berlangsungnya acara,” ungkapnya.

Perkecualian diberikan kepada ritual agama, seperti wedding ceremony, yang kerap diadakan di hotel-hotel.

Pasangan pengantin, keluarga, serta pelaksana ritual boleh menggunakan busana yang sesuai dengan tradisi agama atau pun adatnya masing-masing.

Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018, tentang Hari Penggunaan

Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.

“Tujuan kebijakan ini tentunya adalah pelestarian busana adat, bahasa, aksara dan sastra Bali, serta membangkitkan perekonomian rakyat kecil berbasis budaya,” tegasnya, terkait alasan kebijakan tersebut.

Bisnis busana adat Bali memang menunjukkan peningkatan aktivitas sesudah dikeluarkannya kebijakan tersebut. Misalnya Cok Istri Mirah SE, pemilik Ode-Nant textile, membenarkan terjadinya peningkatan penjualan tersebut.

Bahkan, terdapat sejumlah pembeli yang merupakan warga non-Bali. Mereka ingin menggunakan busana adat Bali saat hari berbusana adat Bali.

Penggunaan busana adat Bali dalam acara-acara bertaraf nasional dan internasional diyakini pula akan menambah keunikan penyelenggaraan acara-acara tersebut. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/