RadarBali.com – Gubernur Bali Made Mangku Pastika beda sikap dengan PHDI Bali terkait polemik proyek Bali crossing atau pemasangan listrik dari Jawa ke Bali.
Jika PHDI dan Bupati Buleleng tegas menolak dengan alasan melanggar kesucian Pura Segara Rupek, maka Pastika meminta semua pihak berpikir matang.
Menurut Pastika, kawasan kesucian Pura Segara Rupek di Jembrana yang akan dilewati tower harus kembali dikaji.
”Seberapa konsep kesucian pura, apakah tower dalam jarak mengganggu kesucian? Tower ini lho, bukan rumah, kafe atau hotel. Tower besi ini lho ya. Jangan emosional lah. Dipikir-pikir dulu baik-baik,” ujar Pastika ditemui usai rapat paripurna di gedung dewan kemarin (15/8).
Mantan Kapolda Papua dan Bali itu meminta masyarakat Bali juga berpikir rasional. Menurutnya kebutuhan listrik di Bali sangat tinggi.
Bahkan, persentase kebutuhan listrik di Bali salah satu tertinggi di Indonesia. Selama ini aliran listrik di Bali masih bergantung dari Jawa yang dialirkan melalui kabel bawah tanah.
Lima tahun lagi, lanjut Pastika, kebutuhan listrik di Bali akan semakin besar. Pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat suplai listrik harus ditingkatkan.
“Dari empat kabel bawah laut Jawa ke Bali, sekarang tinggal satu. Itu pun sudah goyang-goyang. Kalau putus bahaya,” imbuh Pastika.
Terkait usulan Bali mandiri energi listrik, Pastika menyebut berat. Katanya, Bali bisa mandiri listrik dengan memakai batu bara atau minyak solar.
Namun, dua-duanya membutuhkan biaya besar namun hasilnya sedikit. “Kalau dapat listrik dari Jawa sudah bersih, tidak usah bikin tinggal menikmati. Kita harus menjaga kesucian dan budaya, saya setuju itu. Tapi, kita harus kalkulasi matang,” imbuh gubernur kelahiran Buleleng itu.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Bali Ketut Suwandi, menyebut kebutuhan listrik di Bali sangat urgent. Suwandi juga sepakat energi listrik di Bali di tambah.
Namun, dia meminta tower digeser lebih jauh dari kawasan Pura Segara Rupek. “Digeser saja towernya dari jarak lebih 2 kilometer, agar tidak melanggar kesucian. Kami ingatkan, Bali juga urgent listrik, masih ketergantungan dari Jawa,” kata politisi Golkar itu.
Suwandi juga mengakui jika aliran listrik melalui kabel bawah laut sangat riskan. Beberapa tahun lalu saat pemasangan kabel bawah tanah, Suwandi ikut memantau.
Dari empat kabel yang dipasang, tiga putus. Teknisi dari Jepang pun terheran dengan kondisi tersebut. Setelah diselidiki ternyata arus bawah laut di Selat Gilimanuk sangat deras.
“Saya juga heran, lima tahun lalu PHDI mendukung Bali crossing, tapi sekarang menolak. Mungkin ini masalah komunikasi. Semua saling membutuhkan,” tukasnya.