27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:56 AM WIB

Ini Awal Mula Praktek Sampradaya Ashram Krishna Balaram Terbongkar

DENPASAR – Desa Adat Kesiman, Denpasar, akhirnya menutup aktivitas Ashram Krishna Balaram yang terletak di Jalan Pantai Padang Galak, Kesiman, Denpasar Timur, Minggu (18/4).

Jro Bendesa I Ketut Wisna mengatakan, penutupan itu merupakan buntut dari adanya aktivitas ritual di ahsram tersebut yang dianggap bertentangan dengan dresta adat Bali.

Menurut Jro Bendesa I Ketut Wisna, penutupan Ashram Krishna Balaram bermula saat pihak ashram mendatangi desa adat tiga hari lalu.

Kedatangan mereka untuk meminta ijin melakukan upacara pembakaran jenasah di setra milik desa adat Kesiman. Mendapat permohonan itu, desa adat langsung melakukan penolakan.

Dari sana desa adat selanjutnya berkoordinasi dengan prajuru untuk mengecek langsung ativitas di dalam ashram. Minggu (18/4), pengecekan pun dilakukan secara serentak. 

“Setelah kami cek, mereka tidak melaksanakan kegiatan dresta Bali, tidak sesuai denah adat istiadat Bali, kegiatan Hindu Bali,” kata I Ketut Wisna.

Berpedoman pada Perda Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat dan Surat Keputusan Bersama PHDI – MDA Provinsi Bali, ashram itu pun dilakukan penutupan.

“Ashram ini sudah diawasi, dipantau dan akhirnya diketahui mengembangkan ajaran sampradaya non dresta Bali,

sehingga dapat dilakukan pelarangan dengan melakukan penutupan aktivitasnya,’’ tegas Koordinator Tim Hukum Bali Metangi, I Komang Sutrisna.

Sutrisna menambahkan, setelah dilakukan pengecekan, keberadaan penduduk yang ada di dalam ashram, didapat bukti dan fakta, kebanyakan adalah penduduk di luar Denpasar yang ada dan tinggal di sana.

Walau ada yang sudah bertempat tinggal secara Dinas, namun tidak terdaftar sebagai krama adat.

‘’Kami sempat bertanya, ini tempat ibadah atau apa? Dijawab tempat belajar. Tapi, kami saksikan sendiri, ashram ini tempat pemujaan dengan cara-cara sampradaya non dresta Bali.

Dengan berpedoman SKM PHDI – MDA dan kewenangan sesuai Perda Desa Adat, segala kegiatan yang berkamuflase ini, harus dihentikan dan ditutup,’’ tandasnya.

Koordinator Tim Hukum Bali Metangi, I Komang Sutrisna, SH, mengatakan, keputusan desa adat mengecek langsung ke ashram Khrisna Balaram yang melakukan ritual melenceng dari dresta adat memiliki kekuatan hukum.

Menurut Sutrisna, desa adat memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.

Menurutnya, pada bagian kesatu, pasal 21 disebutkan, “Dimana di dalamnya mengatakan Desa Adat memiliki tugas mewujudkan kasukretan Desa Adat yang meliputi ketenteraman, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian sakala dan niskala”. 

DENPASAR – Desa Adat Kesiman, Denpasar, akhirnya menutup aktivitas Ashram Krishna Balaram yang terletak di Jalan Pantai Padang Galak, Kesiman, Denpasar Timur, Minggu (18/4).

Jro Bendesa I Ketut Wisna mengatakan, penutupan itu merupakan buntut dari adanya aktivitas ritual di ahsram tersebut yang dianggap bertentangan dengan dresta adat Bali.

Menurut Jro Bendesa I Ketut Wisna, penutupan Ashram Krishna Balaram bermula saat pihak ashram mendatangi desa adat tiga hari lalu.

Kedatangan mereka untuk meminta ijin melakukan upacara pembakaran jenasah di setra milik desa adat Kesiman. Mendapat permohonan itu, desa adat langsung melakukan penolakan.

Dari sana desa adat selanjutnya berkoordinasi dengan prajuru untuk mengecek langsung ativitas di dalam ashram. Minggu (18/4), pengecekan pun dilakukan secara serentak. 

“Setelah kami cek, mereka tidak melaksanakan kegiatan dresta Bali, tidak sesuai denah adat istiadat Bali, kegiatan Hindu Bali,” kata I Ketut Wisna.

Berpedoman pada Perda Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat dan Surat Keputusan Bersama PHDI – MDA Provinsi Bali, ashram itu pun dilakukan penutupan.

“Ashram ini sudah diawasi, dipantau dan akhirnya diketahui mengembangkan ajaran sampradaya non dresta Bali,

sehingga dapat dilakukan pelarangan dengan melakukan penutupan aktivitasnya,’’ tegas Koordinator Tim Hukum Bali Metangi, I Komang Sutrisna.

Sutrisna menambahkan, setelah dilakukan pengecekan, keberadaan penduduk yang ada di dalam ashram, didapat bukti dan fakta, kebanyakan adalah penduduk di luar Denpasar yang ada dan tinggal di sana.

Walau ada yang sudah bertempat tinggal secara Dinas, namun tidak terdaftar sebagai krama adat.

‘’Kami sempat bertanya, ini tempat ibadah atau apa? Dijawab tempat belajar. Tapi, kami saksikan sendiri, ashram ini tempat pemujaan dengan cara-cara sampradaya non dresta Bali.

Dengan berpedoman SKM PHDI – MDA dan kewenangan sesuai Perda Desa Adat, segala kegiatan yang berkamuflase ini, harus dihentikan dan ditutup,’’ tandasnya.

Koordinator Tim Hukum Bali Metangi, I Komang Sutrisna, SH, mengatakan, keputusan desa adat mengecek langsung ke ashram Khrisna Balaram yang melakukan ritual melenceng dari dresta adat memiliki kekuatan hukum.

Menurut Sutrisna, desa adat memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.

Menurutnya, pada bagian kesatu, pasal 21 disebutkan, “Dimana di dalamnya mengatakan Desa Adat memiliki tugas mewujudkan kasukretan Desa Adat yang meliputi ketenteraman, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian sakala dan niskala”. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/