32.8 C
Jakarta
21 November 2024, 16:34 PM WIB

Bali Dibelengu Konflik Agraria, Ini Catatan KPA…

DENPASAR – Selama puluhan tahun, Bali dibelengu oleh konflik agraria. Sayang, isu ini luput dari publik, padahal ribuan petani menggantungkan kehidupan disini.

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Wilayah Bali mencatat seluruh kabupaten di Bali terjadi konflik agraria. Bahkan terjadi di kabupaten yang paling kaya di Bali, yakni Badung dan Denpasar.

Seperti di Pecatu, Sawangan, Jimbaran dan bahkan persoalan Teluk Benoa juga masuk bagian dalam konflik agraria. Di Denpasar, seperti Serangan. 

“Parahnya, konflik agraria ini terjadi antara warga dengan pemerintah sendiri. Selain itu juga ada dengan investor,” ujar Agus Samijaya selaku  Tim Pendamping Petani dan Penasihat KPA Bali di Denpasar, Rabu (18/9).

Sedangkan konflik yang dalam rentang waktu 15 sampai 30 tahun terjadi di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Klungkung, Kabupaten Buleleng, dan Kabupaten Gianyar.

Masyarakat di lokasi konflik harus bolak balik mendatangi kantor pemerintahan untuk memperjuangkan hak milik atas tanah yang telah dikuasai dan ditempati mereka secara turun temurun.

“Berbagai dialog dan pertemuan telah dilakukan oleh masyarakat dengan pemerintah, terapi hasilnua nihil dan hanya wacana belaka,” sambung Ni Made Indrawati, Korwil KPA Bali.

Berkaitan dengan hal tersebut, KPA mengonsolidasikan dan mengusulkan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Di Bali, ada 997,01 hektar yang tersebar di Buleleng, Gianyar dan Klungkung. 

“Lokasi lokasi yang terkonsolidasikan dalam LPRA diusulkan petani di Bali, tidak semata-mata lokasi konflik agraria,” sambungnya.

Lebih dari itu dalam LPRA, lokasi-lokasi tersebut sudah terorganisasir dengan baik, petani telah menggarap secara penuh, terdapat data subjek-objek Reforma Agraria yang lengkap dan valid serta mendapat dukungan Pemda.

Koordinator KPA Wilayah Bali telah menyerahkan data LPRA di Provinsi Bali kepada Kepala BPN Provinsi Bali seluas 997,01

dengan jumlah penggarap 1.465 KK, yang berada di 6 lokasi, 5 lokasi non-hutan seluas 914 hektar, dengan jumlah penggarap 1.358 KK. Dan, 1 lokasi dalam kawasan hutan seluas 83,01 hektare dengan jumlah penggarap 107 KK. 

DENPASAR – Selama puluhan tahun, Bali dibelengu oleh konflik agraria. Sayang, isu ini luput dari publik, padahal ribuan petani menggantungkan kehidupan disini.

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Wilayah Bali mencatat seluruh kabupaten di Bali terjadi konflik agraria. Bahkan terjadi di kabupaten yang paling kaya di Bali, yakni Badung dan Denpasar.

Seperti di Pecatu, Sawangan, Jimbaran dan bahkan persoalan Teluk Benoa juga masuk bagian dalam konflik agraria. Di Denpasar, seperti Serangan. 

“Parahnya, konflik agraria ini terjadi antara warga dengan pemerintah sendiri. Selain itu juga ada dengan investor,” ujar Agus Samijaya selaku  Tim Pendamping Petani dan Penasihat KPA Bali di Denpasar, Rabu (18/9).

Sedangkan konflik yang dalam rentang waktu 15 sampai 30 tahun terjadi di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Klungkung, Kabupaten Buleleng, dan Kabupaten Gianyar.

Masyarakat di lokasi konflik harus bolak balik mendatangi kantor pemerintahan untuk memperjuangkan hak milik atas tanah yang telah dikuasai dan ditempati mereka secara turun temurun.

“Berbagai dialog dan pertemuan telah dilakukan oleh masyarakat dengan pemerintah, terapi hasilnua nihil dan hanya wacana belaka,” sambung Ni Made Indrawati, Korwil KPA Bali.

Berkaitan dengan hal tersebut, KPA mengonsolidasikan dan mengusulkan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Di Bali, ada 997,01 hektar yang tersebar di Buleleng, Gianyar dan Klungkung. 

“Lokasi lokasi yang terkonsolidasikan dalam LPRA diusulkan petani di Bali, tidak semata-mata lokasi konflik agraria,” sambungnya.

Lebih dari itu dalam LPRA, lokasi-lokasi tersebut sudah terorganisasir dengan baik, petani telah menggarap secara penuh, terdapat data subjek-objek Reforma Agraria yang lengkap dan valid serta mendapat dukungan Pemda.

Koordinator KPA Wilayah Bali telah menyerahkan data LPRA di Provinsi Bali kepada Kepala BPN Provinsi Bali seluas 997,01

dengan jumlah penggarap 1.465 KK, yang berada di 6 lokasi, 5 lokasi non-hutan seluas 914 hektar, dengan jumlah penggarap 1.358 KK. Dan, 1 lokasi dalam kawasan hutan seluas 83,01 hektare dengan jumlah penggarap 107 KK. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/