26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 6:21 AM WIB

Menteri Susi Cederai Rakyat Bali, Perlawanan Desa Adat Makin Masif

DENPASAR – Tak ada asap, maka tak ada api. Begitulah kiranya yang ingin disampaikan oleh rakyat Bali yang tergabung dalam forBALI dalam menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. 

Sekadar diketahui, izin lokasi reklamasi yang dipegang PT. TWBI sejatinya sudah kadaluarsa pada 25 Agustus 2018. Artinya, AMDAL proyek tersebut dinyatakan tidak layak sehingga proyek gagal.

Namun, sejak diketahui terbitnya izin lokasi baru pada 29 November 2018 oleh Menteri Susi Pudjiastuti kepada investor yang sama, ketenangan rakyat Bali terusik.

 Aksi-aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa kembali bergolak. Pendirian baliho-baliho penolakan reklamasi oleh warga terus bergulir disetiap wilayah, walaupun setiap sudut jalan telah dipenuhi baliho-baliho caleg.

 Begitu halnya yang dilakukan warga Desa Adat Kepaon, Pemogan dan Pedungan serta Kesiman yang mendirikan baliho-baliho baru sejak, Sabtu (19/1) kemarin.

Pemasangan tersebut menyusul warga adat Jimbaran, Kedonganan, Tatasan Kaja dan Sumerta. Sore itu, warga 3 desa adat bertetangga yaitu Desa Adat Kepaon, Pemogan dan Pedungan bersama-sama memasang sebuah baliho besar di perempatan Pesanggaran.

Patut diingat, lokasi ini pada 19 juni 2016 menjadi saksi sejarah deklarasi 3 desa adat tersebut menolak reklamasi Teluk Benoa.

Kadek Bobby Susila, perwakilan warga Desa Adat Kepaon menjelaskan pemasangan baliho tersebut sebagai respons terhadap terbitnya izin lokasi baru oleh Menteri Susi.

“Susi Pudjiastuti telah mencederai rakyat Bali, dia tidak peduli perjuangan rakyat Bali selama 5 tahun lebih, kami akan terus melawan,”ujarnya.

Nyoman Mudita, perwakilan warga Desa Adat Pemogan dan Putu Rezha Parwitha, perwakilan warga Desa Adat Pedungan mengungkapkan hal yang sama bahwa rakyat Bali tak akan diam dan akan terus melawan walaupun izin lokasi baru telah diterbitkan.

Diwaktu yang bersamaan di wilayah Desa Adat Kesiman, warganya juga mendirikan sebuah baliho di Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai.

Baliho berukuran 3×4 m tersebut memuat tuntutan rakyat Bali selama ini yakni Batalkan Perpres No 51 Tahun 2014 dan Kembalikan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi.

I Wayan Rudita, ST Koordinator pemasangan baliho di Kesiman menjelaskan bahwa warga Kesiman siap untuk berjuang kembali melawan izin lokasi baru yang telah diterbitkan.

“Walaupun melelahkan, tapi kami akan terus berjuang melakukan aksi-aksi. Kita akan lihat nanti apakah pemerintah berpihak pada rakyat atau pada pemodal rakus,” ujarnya. 

DENPASAR – Tak ada asap, maka tak ada api. Begitulah kiranya yang ingin disampaikan oleh rakyat Bali yang tergabung dalam forBALI dalam menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. 

Sekadar diketahui, izin lokasi reklamasi yang dipegang PT. TWBI sejatinya sudah kadaluarsa pada 25 Agustus 2018. Artinya, AMDAL proyek tersebut dinyatakan tidak layak sehingga proyek gagal.

Namun, sejak diketahui terbitnya izin lokasi baru pada 29 November 2018 oleh Menteri Susi Pudjiastuti kepada investor yang sama, ketenangan rakyat Bali terusik.

 Aksi-aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa kembali bergolak. Pendirian baliho-baliho penolakan reklamasi oleh warga terus bergulir disetiap wilayah, walaupun setiap sudut jalan telah dipenuhi baliho-baliho caleg.

 Begitu halnya yang dilakukan warga Desa Adat Kepaon, Pemogan dan Pedungan serta Kesiman yang mendirikan baliho-baliho baru sejak, Sabtu (19/1) kemarin.

Pemasangan tersebut menyusul warga adat Jimbaran, Kedonganan, Tatasan Kaja dan Sumerta. Sore itu, warga 3 desa adat bertetangga yaitu Desa Adat Kepaon, Pemogan dan Pedungan bersama-sama memasang sebuah baliho besar di perempatan Pesanggaran.

Patut diingat, lokasi ini pada 19 juni 2016 menjadi saksi sejarah deklarasi 3 desa adat tersebut menolak reklamasi Teluk Benoa.

Kadek Bobby Susila, perwakilan warga Desa Adat Kepaon menjelaskan pemasangan baliho tersebut sebagai respons terhadap terbitnya izin lokasi baru oleh Menteri Susi.

“Susi Pudjiastuti telah mencederai rakyat Bali, dia tidak peduli perjuangan rakyat Bali selama 5 tahun lebih, kami akan terus melawan,”ujarnya.

Nyoman Mudita, perwakilan warga Desa Adat Pemogan dan Putu Rezha Parwitha, perwakilan warga Desa Adat Pedungan mengungkapkan hal yang sama bahwa rakyat Bali tak akan diam dan akan terus melawan walaupun izin lokasi baru telah diterbitkan.

Diwaktu yang bersamaan di wilayah Desa Adat Kesiman, warganya juga mendirikan sebuah baliho di Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai.

Baliho berukuran 3×4 m tersebut memuat tuntutan rakyat Bali selama ini yakni Batalkan Perpres No 51 Tahun 2014 dan Kembalikan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi.

I Wayan Rudita, ST Koordinator pemasangan baliho di Kesiman menjelaskan bahwa warga Kesiman siap untuk berjuang kembali melawan izin lokasi baru yang telah diterbitkan.

“Walaupun melelahkan, tapi kami akan terus berjuang melakukan aksi-aksi. Kita akan lihat nanti apakah pemerintah berpihak pada rakyat atau pada pemodal rakus,” ujarnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/