25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:23 AM WIB

Anggaran Cekak, Pemprov Bali Stop Karantina Pasien OTG di Hotel

DENPASAR – Keputusan pahit diambil  Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Pemprov Bali terpaksa menghentikan karantina di hotel untuk pasien Covid-19 dengan status orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan.

Keputusan pahit tersebut diambil karena ada kendala pembiayaan karantina oleh oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Dana Siap Pakai (DSP).

Karantina di hotel untuk pasien Covid-19 resmi dihentikan sejak Jumat (19/2) kemarin. Sementara bagi tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 dihentikan per 28 Februari.

Mereka diarahkan untuk menjalani isolasi mandiri di rumah. Sedangkan pasien yang masih menjalani karantina,

batas waktu keluar (check out) bagi kasus positif Covid-19 pada tanggal 27 Februari 2021, sedangkan untuk petugas karantina pada tanggal 28 Februari 2021.

Plh Wali Kota Denpasar I Made Toya menyatakan, pasien Covid-19 yang OTG tidak lagi dikirim ke karantina yang sudan disiapkan oleh pemerintah.

Karena itu, Satgas Gotong Royong Covid-19 diminta melakukan pengawasan isolasi mandiri di rumah. Sementara bagi pasien Covid-19 yang bergejala (terutama gejala berat), dapat dibawa ke rumah sakit rujukan. 

 “Untuk OTG gejala ringan per 19 Februari diarahkan isolasi mandiri di rumah. Jadi yang di hotel ini batasnya tanggal 27 Februari 2021, petugas karantina 28 Februari.

Keempat agar Satgas Covid-19 Gotong Royong melakukan pengawasan di wilayah masing-masing kalau gejala berat dibawa ke rumah sakit rujukan,” ucapnya. 

Dikatakan selama ini untuk warga Kota Denpasar memiliki satu hotel khusus yakni di Hotel Ramada. Jika itu penuh, akan dialihkan ke hotel lain.

Nah, bagaimana untuk jaminan pasien isolasi seperti kebutuhan sehari-hari, Toya menyerahkan kepada satgas di desa dengan penggunaan dana desa.

“Pengawasannya dari desa berharap jangan keluar, satgas dari desa  memberikan edukasi, kalau rumahnya tidak memungkinkan diam di kamar,” ujarnya. 

Selain itu, untuk tenaga kesehatan juga mengoptimalkan tenaga dari puskesmas untuk surveillance (pengawasan). Tentunya itu pun sangat kurang sehingga dia mengoptimalkan tenaga yang ada. 

DENPASAR – Keputusan pahit diambil  Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Pemprov Bali terpaksa menghentikan karantina di hotel untuk pasien Covid-19 dengan status orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan.

Keputusan pahit tersebut diambil karena ada kendala pembiayaan karantina oleh oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Dana Siap Pakai (DSP).

Karantina di hotel untuk pasien Covid-19 resmi dihentikan sejak Jumat (19/2) kemarin. Sementara bagi tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 dihentikan per 28 Februari.

Mereka diarahkan untuk menjalani isolasi mandiri di rumah. Sedangkan pasien yang masih menjalani karantina,

batas waktu keluar (check out) bagi kasus positif Covid-19 pada tanggal 27 Februari 2021, sedangkan untuk petugas karantina pada tanggal 28 Februari 2021.

Plh Wali Kota Denpasar I Made Toya menyatakan, pasien Covid-19 yang OTG tidak lagi dikirim ke karantina yang sudan disiapkan oleh pemerintah.

Karena itu, Satgas Gotong Royong Covid-19 diminta melakukan pengawasan isolasi mandiri di rumah. Sementara bagi pasien Covid-19 yang bergejala (terutama gejala berat), dapat dibawa ke rumah sakit rujukan. 

 “Untuk OTG gejala ringan per 19 Februari diarahkan isolasi mandiri di rumah. Jadi yang di hotel ini batasnya tanggal 27 Februari 2021, petugas karantina 28 Februari.

Keempat agar Satgas Covid-19 Gotong Royong melakukan pengawasan di wilayah masing-masing kalau gejala berat dibawa ke rumah sakit rujukan,” ucapnya. 

Dikatakan selama ini untuk warga Kota Denpasar memiliki satu hotel khusus yakni di Hotel Ramada. Jika itu penuh, akan dialihkan ke hotel lain.

Nah, bagaimana untuk jaminan pasien isolasi seperti kebutuhan sehari-hari, Toya menyerahkan kepada satgas di desa dengan penggunaan dana desa.

“Pengawasannya dari desa berharap jangan keluar, satgas dari desa  memberikan edukasi, kalau rumahnya tidak memungkinkan diam di kamar,” ujarnya. 

Selain itu, untuk tenaga kesehatan juga mengoptimalkan tenaga dari puskesmas untuk surveillance (pengawasan). Tentunya itu pun sangat kurang sehingga dia mengoptimalkan tenaga yang ada. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/