27.1 C
Jakarta
25 Oktober 2024, 22:22 PM WIB

Big Data dan NIK

DENPASAR – Big data beberapa waktu terakhir menjadi perbincangan yang hangat, kali ini bukan hanya di kalangan praktisi teknologi, namun sudah masuk ke ranah politik.

Presiden Jokowi sendiri sempat mengutarakan tentang big data pada debat capres kali kedua, dan terakhir big data kembali mencuat melalui salah satu pernyataan Cawapres Sandiaga Uno dalam debat cawapres pada tanggal 17 Maret 2019.

Pemanfaatan big data di era teknologi digital dan industri 4.0 semakin marak. Big data dimanfaatkan di berbagai lini kehidupan, khususnya di bidang usaha dan telah terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satunya yaitu aplikasi transportasi online yang sangat memanjakan penggunanya. Bayangkan saja aplikasi tersebut mampu mengetahui apa kebutuhan dan kesukaan dari penggunanya.

Hal ini tidak lepas dari adanya teknologi big data dimana semua aktivitas yang dilakukan pengguna, mulai dari lokasi penjemputan, lokasi tujuan, jenis layanan yang sering digunakan,

makanan atau minuman yang sering dibeli, metode pembayaran yang sering digunakan, serta informasi lainnya direkam dan dianalisis sehingga menghasilkan profil pengguna.

Dengan adanya informasi mengenai profil pengguna, penawaran/iklan yang dilakukan menjadi lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.

Di sektor pemerintahan, pemanfaatan big data juga mulai dilirik sebagai acuan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai salah satu instansi penghasil data registrasi kependudukan di Indonesia saat ini juga sedang membangun

big data kependudukan melalui e-KTP dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) guna terwujudnya one data kependudukan.

NIK sendiri pertama diperkenalkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan ketika menerapkan sistem KTP nasional yang terkomputerisasi.

NIK memiliki sifat yang unik, khas dan melekat pada setiap individu yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. NIK menjadi acuan dalam penerbitan dokumen-dokumen resmi kependudukan.

Pemanfaatan NIK sebagai suatu single identity number (SIN) sudah mulai banyak digunakan, baik di kalangan internal pemerintah sendiri maupun pihak swasta.

Dikutip dari situs Kominfo, hingga bulan Agustus 2018 tercatat 1000 lembaga yang telah memanfaatkan data kependudukan (NIK).

Contoh pemanfaatan NIK di pemerintah dapat kita lihat pada beberapa pelayanan, seperti samsat pajak kendaraan bermotor yang menggunakan NIK dan KK sebagai dasar pengenaan pajak progresif, serta pendaftaran SIM.

Bahkan awal tahun 2018, Kemenkominfo telah menerapkan NIK dan KK untuk melakukan registrasi nomor handphone (SIM Card). 

Pada sektor keuangan, NIK digunakan dalam proses pengusulan kredit maupun pembukaan rekening baru.

Begitu pula sektor fintech (financial technology), kini telah menerapkan NIK sebagai salah satu dasar untuk melakukan verifikasi pengguna.

Di bidang kesehatan, BPJS Kesehatan juga sudah menggunakan NIK dan KK dalam melakukan pendaftaran peserta, bahkan saat ini diagnosis dan tindak lanjut atas penyakit peserta tercatat secara digital di dalam sistem BPJS Kesehatan.

Dengan pemanfaatan NIK yang semakin luas dan menyeluruh, secara tidak langsung menghasilkan data yang begitu besar dari setiap NIK atas berbagai layanan dan manfaat yang diterima.

Jika data yang besar ini dikelola dengan baik, maka bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya dan mengambil kebijakan yang lebih tepat, efektif dan efisien.

Berbagai strategi kebijakan pemerintah yang didasarkan pada big data ini nantinya akan lebih terasa manfaatnya seperti yang dilakukan oleh beberapa aplikasi transportasi online ke penggunanya.

Kembali pada masalah kependudukan, Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai satu-satunya penyedia data dasar bagi pemerintah sesuai dengan UU nomor 16 tahun 1997, juga mulai menerapkan big data dan NIK.

Hal tersebut dibuktikan dengan dilakukannya modernisasi metodologi Sensus Penduduk (SP) yang akan dilaksanakan nanti pada tahun 2020.

Jika pada dulunya SP murni berbasis pencatatan lapangan secara door to door, kini mulai menggunakan metode kombinasi (combine method).

Melalui metode ini, sensus akan dilakukan dengan memanfaatkan data kependudukan dari Kemendagri dan hasil pencatatan lapangan.

Pencatatan tidak hanya dilakukan oleh petugas sensus namun bisa juga dilakukan sendiri oleh masyarakat melalui perangkat digital.

Nantinya data yang hasil sensus penduduk diharapkan dapat terintegrasi dengan data Kemendagri sehingga menghasilkan big data baru yang dapat dimanfaatkan di berbagai bidang, khususnya dalam hal pengambilan kebijakan dan pelayanan publik.

Diharapkan pengembangan big data dan NIK tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pada tingkat nasional,

namun dapat dikembangkan pula oleh pemerintah daerah guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerahnya masing-masing. (arya agus yogantara/bps provinsi bali)

DENPASAR – Big data beberapa waktu terakhir menjadi perbincangan yang hangat, kali ini bukan hanya di kalangan praktisi teknologi, namun sudah masuk ke ranah politik.

Presiden Jokowi sendiri sempat mengutarakan tentang big data pada debat capres kali kedua, dan terakhir big data kembali mencuat melalui salah satu pernyataan Cawapres Sandiaga Uno dalam debat cawapres pada tanggal 17 Maret 2019.

Pemanfaatan big data di era teknologi digital dan industri 4.0 semakin marak. Big data dimanfaatkan di berbagai lini kehidupan, khususnya di bidang usaha dan telah terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satunya yaitu aplikasi transportasi online yang sangat memanjakan penggunanya. Bayangkan saja aplikasi tersebut mampu mengetahui apa kebutuhan dan kesukaan dari penggunanya.

Hal ini tidak lepas dari adanya teknologi big data dimana semua aktivitas yang dilakukan pengguna, mulai dari lokasi penjemputan, lokasi tujuan, jenis layanan yang sering digunakan,

makanan atau minuman yang sering dibeli, metode pembayaran yang sering digunakan, serta informasi lainnya direkam dan dianalisis sehingga menghasilkan profil pengguna.

Dengan adanya informasi mengenai profil pengguna, penawaran/iklan yang dilakukan menjadi lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.

Di sektor pemerintahan, pemanfaatan big data juga mulai dilirik sebagai acuan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai salah satu instansi penghasil data registrasi kependudukan di Indonesia saat ini juga sedang membangun

big data kependudukan melalui e-KTP dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) guna terwujudnya one data kependudukan.

NIK sendiri pertama diperkenalkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan ketika menerapkan sistem KTP nasional yang terkomputerisasi.

NIK memiliki sifat yang unik, khas dan melekat pada setiap individu yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. NIK menjadi acuan dalam penerbitan dokumen-dokumen resmi kependudukan.

Pemanfaatan NIK sebagai suatu single identity number (SIN) sudah mulai banyak digunakan, baik di kalangan internal pemerintah sendiri maupun pihak swasta.

Dikutip dari situs Kominfo, hingga bulan Agustus 2018 tercatat 1000 lembaga yang telah memanfaatkan data kependudukan (NIK).

Contoh pemanfaatan NIK di pemerintah dapat kita lihat pada beberapa pelayanan, seperti samsat pajak kendaraan bermotor yang menggunakan NIK dan KK sebagai dasar pengenaan pajak progresif, serta pendaftaran SIM.

Bahkan awal tahun 2018, Kemenkominfo telah menerapkan NIK dan KK untuk melakukan registrasi nomor handphone (SIM Card). 

Pada sektor keuangan, NIK digunakan dalam proses pengusulan kredit maupun pembukaan rekening baru.

Begitu pula sektor fintech (financial technology), kini telah menerapkan NIK sebagai salah satu dasar untuk melakukan verifikasi pengguna.

Di bidang kesehatan, BPJS Kesehatan juga sudah menggunakan NIK dan KK dalam melakukan pendaftaran peserta, bahkan saat ini diagnosis dan tindak lanjut atas penyakit peserta tercatat secara digital di dalam sistem BPJS Kesehatan.

Dengan pemanfaatan NIK yang semakin luas dan menyeluruh, secara tidak langsung menghasilkan data yang begitu besar dari setiap NIK atas berbagai layanan dan manfaat yang diterima.

Jika data yang besar ini dikelola dengan baik, maka bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya dan mengambil kebijakan yang lebih tepat, efektif dan efisien.

Berbagai strategi kebijakan pemerintah yang didasarkan pada big data ini nantinya akan lebih terasa manfaatnya seperti yang dilakukan oleh beberapa aplikasi transportasi online ke penggunanya.

Kembali pada masalah kependudukan, Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai satu-satunya penyedia data dasar bagi pemerintah sesuai dengan UU nomor 16 tahun 1997, juga mulai menerapkan big data dan NIK.

Hal tersebut dibuktikan dengan dilakukannya modernisasi metodologi Sensus Penduduk (SP) yang akan dilaksanakan nanti pada tahun 2020.

Jika pada dulunya SP murni berbasis pencatatan lapangan secara door to door, kini mulai menggunakan metode kombinasi (combine method).

Melalui metode ini, sensus akan dilakukan dengan memanfaatkan data kependudukan dari Kemendagri dan hasil pencatatan lapangan.

Pencatatan tidak hanya dilakukan oleh petugas sensus namun bisa juga dilakukan sendiri oleh masyarakat melalui perangkat digital.

Nantinya data yang hasil sensus penduduk diharapkan dapat terintegrasi dengan data Kemendagri sehingga menghasilkan big data baru yang dapat dimanfaatkan di berbagai bidang, khususnya dalam hal pengambilan kebijakan dan pelayanan publik.

Diharapkan pengembangan big data dan NIK tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pada tingkat nasional,

namun dapat dikembangkan pula oleh pemerintah daerah guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerahnya masing-masing. (arya agus yogantara/bps provinsi bali)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/