DENPASAR – Sejak tahun 2008 lalu hingga sekarang kasus rabies masih belum juga teratasi di Bali.
Hal ini memantik perhatian Caleg DPRD Provinsi Bali dapil Denpasar Nomor urut 7 Togar Situmorang SH MH MAP.
Caleg millennial yang memiliki tagline Siap Melayani Bukan Dilayani ini tak menampik perjuangan menghilangkan virus rabies dari populasi hewan penular rabies, terutama anjing, sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu.
“Di Bali Sudah banyak penelitian dan survei dilakukan di daerah endemik rabies ini, tetapi kasus masih terus bermunculan,” ungkap Togar saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali Rabu (20/3).
Menurut Advokat Togar Situmorang yang terdaftar di dalam 100 Advokat Hebat versi majalah PropertynBank,
Isu rabies jika dibiarkan terus begini akan menjadi ancaman bagi pariwisata di Bali, karena peringatan perjalanan beberapa kali dikeluarkan terutama bagi turis-turis mancanegara.
Advise untuk para turis adalah selalu waspada dan hati-hati di Bali, terutama untuk tidak kontak dengan anjing dan monyet.
“Dengan porsi pariwisata 60-70 persen dari pendapatan Provinsi Bali, upaya melindungi pengunjung harus menjadi prioritas,” ujar Togar Situmorang yang juga sebagai Pengamat Kebijakan Publik ini.
Sebelum vaksinasi digalakkan, pembasmian massal anjing masih menjadi respon darurat. Karena menurut Dewan Penasehat FBN, ini, pendekatan yang sangat tidak tepat dalam
menghadapi wabah rabies adalah kepercayaan yang keliru bahwa dengan mengurangi populasi anjing akan mengurangi penularan rabies.
Ketua Tim Advokasi Cagub – Cawagub Mantra Kerta ini menjelaskan, rasionalnya, pembunuhan massal anjing tidak dapat mengatasi sumber hewan baru yang berasal dari kelahiran atau hewan dari luar populasi.
“Justru pemusnahan dapat melenyapkan anjing-anjing yang telah divaksin sehingga menghasilkan cakupan vaksinasi yang lebih rendah
dan menimbulkan kenaikan kontraproduktif bagi penularan rabies begitu populasi anjing pulih kembali,” imbuh Ketua GANNAS Provinsi Bali ini.
Pemilik tiga Kantor Hukum yang beralamat di Jalan Tukad Citarum No. 5A, Jalan By Pass Ngurah Rai No. 407, dan Jalan Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar Bali juga menilai,
dalam mencapai rabies nol kasus diperlukan strategis di tingkat nasional dan regional dengan pendekatan multiaspek.
Komplemen kegiatan berupa edukasi masyarakat, manajemen populasi anjing melalui registrasi anjing dan sterilisasi, serta respons cepat terhadap korban
gigitan anjing harus dikerjakan secara konsisten dan berkelanjutan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan partisipasi dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
“Semua jenis anjing harus di vaksinasi. Terutama anjing-anjing liar yang tanpa pemilik. Sebab anjing liar itu lebih berbahaya, khususnya yang masih kecil.
Karena belum divaksin dan biasanya sering digigit anjing yang besar dan tertular rabies,” jelas Ketua GNPK-RI Provinsi Bali ini.
Advokat yang saat ini sedang menyelesaikan Program Ilmu Hukum S3 si Universitas Udayana Bali menghimbau kepada masyarakat untuk mengikat atau mengkandangan anjing peliharaannya dan rutin divaksin sesuai waktu yang ditentukan.
Vaksinasi, sterilisasi dan kontrol populasi anjing di seluruh Bali harus dilakukan bertujuan untuk menangkal penyebaran virus rabies.
Program-program tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan. “Pemerintah harus jemput bola terkait hal itu. Langkah-langkah tersebut
harus dilakukan sebagai upaya meng-cover secara keseluruhan terkait dengan banyaknya Hewan Penyebar Rabies di Bali,” sebutnya.
Di samping itu, Ketua POSSI Denpasar ini mengingatkan, program ini juga harus disosialisasikan dengan membentuk vaksinatur (donatur vaksin) dan melatih para Babinsa, Babinkamtibmas, dan beberapa aparat desa yang sudah dilatih menjadi vaksinatur.
“Hal tersebut sangatlah memudahkan tim untuk bersinergi dengan masyarakat dalam mencegah kasus rabies,”tuturnya. (rba)